Toto Pranoto di Closing Bell, CNBC Indonesia: Perlukah BUMN Disuntik Lagi Oleh APBN?

0

Toto Pranoto di Closing Bell, CNBC Indonesia: Perlukah BUMN Disuntik Lagi Oleh APBN?

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (8/7/2021) Para pengamat BUMN menilai langkah Kementerian BUMN mengajukan persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 12 perusahaan BUMN senilai 72,44 triliun termasuk strategi yang wajar. Terlebih, alokasi suntikan dana APBN tahun anggaran 2022 untuk menopang proyek penugasan public service obligation (PSO) dan restrukturisasi.

     

Toto Pranoto, Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Research Group, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI), dalam Closing Bell CNBC Indonesia yang tayang pada Kamis (8/7) mengatakan, “Di tengah lesunya kinerja bisnis akibat dampak pandemi COVID-19, pemerintah berharap alokasi dana PMN bisa membantu stimulasi economic growth.”

Pemberian PMN kepada BUMN memang termasuk modalitas dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). PMN bertujuan meningkatkan kapasitas usaha dan memperbaiki struktur permodalan perusahaan milik negara.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan kian melemah di tengah sentimen negatif global. Pemicu pelemahan IHSG karena kasus COVID-19 di Indonesia terus memecahkan rekor baru. Berdasarkan data Worldometers pada Selasa (6/7), Indonesia menempati posisi tertinggi kedua di dunia penambahan kasus baru COVID-19 dengan 34.443 kasus harian.

Lalu, data RTI Business pada Kamis (8/7) mencatat indeks bergerak di tingkat tertinggi 6,080,22, sedangkan tingkat terendah 6,028,6. Sebanyak 194 saham naik, 288 saham turun, dan 159 saham stagnan.

Melihat penurunan harga saham di beberapa sektor tersebut, pemerintah menetapkan 12 perusahaan BUMN yang akan menerima dana PMN di 2022, terdiri dari Hutama Karya, Aviasi Pariwisata Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Bank Negara Indonesia, Kereta Api Indonesia (KAI), Waskita Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Adhi Karya, Perum Perumnas, Bank Tabungan Negara, Rajawali Nusantara Indonesia, dan Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (Damri).

Bagi Toto, pelaksanaan PSO oleh BUMN paling membutuhkan suntikan dana PMN. Perum Perumnas mengalami penurunan pendapatan sebesar 27,25% karena melambatnya penjualan rumah masyarakat berpendapatan rendah (MBR). Waskita Karya mengalami penurunan pendapatan sebesar 48,42% karena mengambil alih proyek-proyek jalan tol Trans Jawa yang tidak berkelanjutan dari swasta. Hutama Karya mengalami situasi berat karena membangun proyek tol Trans Sumatera.

“Sektor perbankan milik negara yang terdampak pandemi, seperti BNI dan BTN, perlu menerima dana PMN untuk mengembangkan bisnis dan meningkatkan ekuitas sehingga menjaga posisinya sebagai Bank Tier I dan memenuhi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) sesuai persyaratan otoritas,” tuturnya.

Menteri BUMN, Erick Thohir mengungkapkan, kontribusi BUMN kepada negara selama 10 tahun terakhir—periode 2011-2020—telah mencapai 3.295 triliun. Nilai tersebut terdiri dari setoran pajak 54 persen atau Rp 1.872 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 30 persen atau Rp 1.035 triliun, dan dividen 11 persen atau Rp 388 triliun.

Kinerja BUMN sepanjang pandemi tidak terlalu buruk. Nyatanya, BUMN mampu mengimbangi suntikan PMN dari pemerintah dengan imbal hasil (return investment) berupa setoran dividen. Bahkan, tingkat kontribusinya terbilang jauh lebih tinggi, mencakup perhitungan pembayaran pajak, pengerjaan nilai belanja modal, dan penyerapan tenaga kerja.

“Namun, BUMN tetap harus gencar menjalankan restrukturisasi sebagai upaya menjaga keberlanjutan, memulihkan perekonomian, hingga meningkatkan daya saing di kancah global,” demikian Toto menutup sesinya. (hjtp)