Webinar Matchmaking International Collaboration: Multidimensional Poverty and Environmental Sustainability in Indonesia in the Recovery Process from COVID-19

0

Webinar Matchmaking International Collaboration: Multidimensional Poverty and Environmental Sustainability in Indonesia in the Recovery Process from COVID-19

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK-(18/3/2021) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia bersama Kementerian Riset dan Teknologi, Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI) Universitas Oxford, Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Webinar Matchmaking International Collaboration bertajuk Multidimensional Poverty and Environmental Sustainability in Indonesia in the Recovery Process from COVID-19,pada Kamis (18/3).

Webinar menghadirkan Prof. Ari Kuncoro (Rektor UI) pada opening speech, Prof. Bambang Brodjonegoro (Menteri Riset dan Teknologi) sebagai keynote speaker, serta Prof. Sabine Alkire (Universitas Oxford) sebagai key panelist. Panelis dalam diskusi ialah Dr. Teguh Dartanto (FEB UI), Dr. Masita Manessa (FMIPA UI), Dr. Putu Natih (Universitas Oxford), Prof. Arief Anshori Yusuf (UNPAD), dan Dr. Rimawan Pradiptyo (UGM).

   

Mengawali acara, Ari mengatakan, “Webinar bertujuan sebagai ruang kerja sama bagi para peneliti dan ahli dari Indonesia dan Inggris. Harapannya, dapat menemukan solusi inovatif dalam mendorong pemulihan ekonomi serta mengatasi masalah kemiskinan dan lingkungan hidup akibat pandemi COVID-19.”

Kemitraan antara Indonesia dan Inggris dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah terjalin sejak 2014 lalu. Bahkan, telah meluncurkan lebih dari 22 kompetisi pendanaan riset melalui 15 program riset dan inovasi, serta menghasilkan 2.205 publikasi gabungan selama 2015-2019. Riset kolaborasi ini berhasil menduduki peringkat ke-3 di dalam daftar 10 kemitraan internasional terbaik Indonesia.

Menteri Bambang mengatakan, “Kondisi pandemi telah meningkatkan masalah di berbagai aspek kehidupan, mulai dari masalah kesehatan, kerentanan, pendidikan, sanitasi, pengangguran, kemiskinan, hingga lingkungan. Kondisi ini tentu akan berdampak pada pencapaian sustainable development goals (SDGs) Indonesia.”

Oleh karena itu, Bambang mendukung penuh proyek riset kolaboratif antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian, terutama tentang penanganan kemiskinan multidimensi dan keberlanjutan lingkungan.

“Kemiskinan multidimensi tidak sekadar isu sosial maupun ekonomi. Peran inovasi dan teknologi sangat penting dalam mengurangi permasalahan kemiskinan ini. Selain itu, penerapan ekonomi sirkular dan penerapan pemenuhan energi juga menjadi fokus perhatian. Dengan begitu, pembangunan berkelanjutan yang harmonis mengatasi isu ekonomi, ekologi, dan sosial dapat terpenuhi,” tutur Bambang.

“Saya ingin perguruan tinggi di Indonesia bisa belajar dari perguruan tinggi berbagai negara dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas penelitian, publikasi, jurnal, dan hak kekayaan intelektual. Selain itu, membuat prototipe yang akan terhilirisasi menjadi produk inovasi,” ujarnya menutup sesi.

     

Teguh dalam sesinya memaparkan, “Bappenas (2020) melaporkan, kemiskinan meningkat sebesar 2.76 juta atau 0,97 persen. Selain itu, Survei Angkatan Kerja Nasional (2020) melaporkan, 29.12 juta pekerja terdampak pandemi, terdiri dari 2.56 juta menganggur, 0.76 juta tidak bekerja, 1.77 juta tidak bekerja sementara, dan 24.03 juta mengurangi jam kerja.”

“LPEM FEB UI telah melakukan mikrosimulasi dengan tugas acak mengenai kesehatan dan pekerjaan. Dari indikator kepemilikan dan pekerjaan NHIS, mikrosimulasi menegaskan bahwa COVID-19 telah meningkatkan jumlah kepala Multidimensional Poverty Index (MPI) sebesar 0.51 persen (sama dengan 1.35 juta) dan telah meningkatkan MPI sebesar 0.25 persen,” jelas Teguh.

Pada akhir paparan, Teguh membagikan tiga pesan utama. Pertama, perlu penilaian cepat untuk memberikan dampak ex-ante (prediksi) dari COVID-19, sehingga kita bisa mempersiapkan mitigasi dan intervensi kebijakan. Kedua, perlu lebih banyak pengukuran dengan pendekatan komprehensif untuk menangkap dampak buruk COVID-19 sepenuhnya. Ketiga, permasalahan COVID-19 yang kompleks butuh solusi yang komprehensif dan efektif, yakni kolaborasi multidisiplin. (hjtp)