CDC FEB UI dan Star Energy Geothermal Paparkan Perubahan Iklim dan Peran Energi Terbarukan

0

CDC FEB UI dan Star Energy Geothermal Paparkan Perubahan Iklim dan Peran Energi Terbarukan

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (29/7/2020) Career Development Center (CDC) FEB UI, berkolaborasi dengan Star Energy Geothermal, menyelenggarakan webinar bertajuk “Climate Change and Renewable Energy Roles” pada Rabu (29/7/2020).

Pembicara pada acara ini ialah Andhyta Firselly Utami, Environmental Economist at World Bank, Agus Sandy Widyanto, Group Chief Strategy and Planning Officer, dengan host Hadi Kuswoyo, Sr. Communication Specialist at Star Energy Geothermal.

Andhyta Firselly Utami, sebagai pembicara pertama, menyampaikan bahwa kita sering mendengar isu perubahan iklim dampaknya masih lama dan kita dialihkan untuk fokus ke isu lain yang bersifat urgent. Kenyataannya, perubahan iklim sudah mulai dirasakan dan berada di lingkungan sekitar kita. Misalnya, banjir besar yang terjadi di daerah Jakarta dan lainnya pada awal 2020, serta petani mengalami gagal panen berkepanjangan.

Iklim bumi memang akan selalu berubah. Namun, 97% ilmuwan sepakat bahwa kegiatan manusia menyumbang terhadap pemanasan global, seperti efek gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfer. Sektor gas rumah kaca bersumber dari batubara, minyak bumi dan  gas, semen, gas flaring, dan perubahan penggunaan lahan hijau.

Pada dasarnya, kita mengalami bersama dampak krisis iklim. Namun, faktanya dampak dari krisis iklim ini terhadap kelas ekonomi tinggi, rentan miskin, dan miskin tidaklah sama. “Orang yang berpendapatan tinggi akan pindah ke wilayah lain apabila wilayahnya mengalami gangguan iklim, sedangkan bagi orang pendapatan menengah dan kecil, mereka akan tetap bertahan di wilayah yang mengalami gangguan tersebut,” ungkap Andhyta.

Penghasil emisi terbesar di dunia yaitu sebesar 72% ada pada 10 negara (China, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Rusia, Indonesia, Brazil, Jepang, Kanada, Meksiko) dan Indonesia termasuk urutan ke-6 di dunia. Emisi Indonesia sebanyak 91% berasal dari sektor lahan dan energi. “Pada 2015, Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi dengan target di tahun 2030 sebesar 20% – 41%. Ke depannya, Indonesia harus memanfaatkan potensial energi terbarukan dan ramah lingkungan, di antaranya energi matahari (solar), energi air  (hydro), energi lautan (ocean energy), bioenergy, geothermal, dan angin,” tutup Andhyta di sesi presentasinya.

Agus Sandy Widyanto, sebagai pembicara kedua, mengatakan bahwa geothermal energy (panas bumi) merupakan energi terbarukan yang  bersifat stabil dan tidak bergantung pada matahari, musim, angin yang bertiup, serta tidak bergantung pada fluktuasi  harga fosil, minyak, batubara, karena datangnya dari bumi.

Pada dasarnya, Geothermal energy menjadi energi harta karun yang harus dimaksimalkan oleh Indonesia, ketika sedang bertumbuh secara ekonomi dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan hidup dengan energi yang  ramah lingkungan. Geothermal energy bisa menghemat emisi gas rumah kaca sebesar 92% dibandingkan batubara. Hal ini, harus dimanfaatkan oleh Indonesia, karena keberadaannya di cincin api Pasifik, dan pastinya sangatlah melimpah sebesar 40% terbesar di dunia.

“Maka, industri Star Energy Geothermal sangat berkomitmen dengan perkembangan geothermal energy di Indonesia, berupa 3 aset operasional yang berada di Salak, Darajat, Wayang Windu dan 2 aset eksplorasi berada di Hamiding dan South Sekincau dengan menghasilkan kapasitas 875 megawatt. Selain itu, kami ingin menjadi yang terbesar dan terdepan dari sisi operational excellence, efficient in cost and capital management by deploying the best technology, employer of choice, dan sustainable partner to our stakeholders,” jelas Agus Sandy menutup sesi presentasinya.(hjtp)