Maddaremmeng A. Panennungi: Rantai Nilai dan Ancaman Globalisasi Sangat Penting bagi Masa Depan Perdagangan Internasional Indonesia

Maddaremmeng A. Panennungi: Rantai Nilai dan Ancaman Globalisasi Sangat Penting bagi Masa Depan Perdagangan Internasional Indonesia

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan perekaman video untuk mata kuliah Perekonomian Indonesia dengan membahas “Evolution of International Trade and Investment Policy in Indonesia” yang berlangsung di Ruang Studio 1, KSDP UI, pada Rabu (19/12/2018).

Dr. Maddaremmeng A. Panennungi selaku Dosen Ilmu Ekonomi memaparkan bahwa hal dasar teori perdagangan internasional bisa berasal dari sumber-sumber data yang bisa digunakan secara free dan online. Evolusi dari kebijakan perdagangan dan investasi Indonesia terjadi sejak merdeka hingga sekarang. Pada orde lama tepatnya tahun 1945-1966, Indonesia berfokus pada kebijakan yang melihat ke dalam bekas perusahaan Belanda dinasionalisasi, pembangunan ekonomi bukanlah prioritas utama, dan kebijakan perdagangan & investasi lebih dekat ke ‘autarky’.

Sedangkan pada era orde baru terjadi 4 fase, yaitu fase pertama 1967-1974 beberapa kebijakan yang diambil oleh Indonesia ialah pembukaan hambatan untuk direct asing, investasi dan membuka hambatan untuk mengimpor & mengekspor. Kedua, tahun 1974-1985 dengan meningkatkan pendapatan pemerintah dari minyak diekspor dalam waktu yang sama ada tekanan dari investasi anti-asing. Ketiga, 1986-1992 pemerintah meluncurkan beberapa kebijakan untuk mendorong investasi asing dan mendorong ekspor melalui kebijakan orientasi pasar seperti deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, liberalisasi perdagangan telah diambil, devaluasi dan keuangan liberalisasi. Keempat, 1992-1998 dengan meningkatnya proteksionisme (mobnas) dan kegiatan pencarian sewa (monopoli komoditas tertentu).

“Strategi dari kebijakan perdagangan Indonesia agar lebih terintegrasi dengan dunia dipecah ke dalam lima kelompok, di antaranya uniteral reform yang sifatnya diambil sendiri oleh Indonesia. Kemudian, multilateral liberalization yang pesertanya hampir seluruh dunia, plurilateral liberalization di mana lebih dari dua negara membentuk kerjasama. Dan bilateral liberalization yang kerjasama dua negara. Selanjutnya, terkait dengan beberapa kerjasama bukan satu negara utuh tetapi hanya beberapa bagian atau provinsi,” ucap Maddaremmeng A. Panennungi.

Strategi kebijakan perdagangan untuk integrasi lebih lanjut pada Reformasi Unilateral dan Liberalisasi Multilateral menunjukkan bahwa adanya reformasi unilateral dari Indonesia yang dimulai pada akhir 1960-an, pertengahan 1980-an, dan beberapa paket reformasi ekonomi dari pemerintahan kita saat ini. Beberapa dari reformasi tersebut memiliki hubungan langsung dan tidak langsung dengan liberalisasi perdagangan. Indonesia telah bergabung dengan Liberalisasi Multilateral melalui WTO sejak 1994/1995 berdasarkan Putaran Uruguay, Namun, tidak ada kemajuan besar dalam putaran terakhir (Putaran Doha). Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang mengubah strategi menjadi lebih banyak integrasi regional, dalam kebijakan plurilateral, bilateral, dan kebijakan lainnya.

Sementara itu, strategi kebijakan perdagangan untuk integrasi lebih lanjut pada Liberalisasi Plurilateral tidak hanya didasarkan oleh pengikatan secara hukum tetapi juga tidak mengikat secara hukum. Liberalisasi ini menjadi strategi paling penting bagi Indonesia dalam mengintegrasikan ekonominya dengan dunia. Sedangkan, pada Liberalisasi Bilateral hingga saat ini bukanlah strategi utama bagi Indonesia.

“Saat ini, Indonesia mengalami tantangan globalisasi pada sektor perekonomian seperti kondisi perdagangan mutakhir, perkembangan global production network, fenomena dari protektionisme, dan dampak perang dagang AS terhadap Indonesia,” tambahnya.

Dengan demikian, Indonesia telah menunjukkan kecenderungan dalam reintegrasi ekonomi ke dunia. Dalam situasi saat ini, karena kurangnya kemajuan WTO, Indonesia telah mengambil liberalisasi plurilateral sebagai strategi untuk integrasi lebih lanjut. Pola integrasi plural dimulai dari daerah terdekatnya (negara-negara ASEAN), kemudian ke negara-negara Asia dan ke seluruh dunia (terutama Amerika dan Eropa). “Rantai nilai (global, regional, dan lokal) sangat penting bagi masa depan perdagangan Internasional dan harus diantisipasi oleh kebijakan Indonesia. Ancaman globalisasi harus dilihat sebagai tantangan serius bagi Indonesia di masa depan,” tutupnya. (Des)