Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI dan OJK Adakan Kuliah Tamu Pencucian Uang

Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI dan OJK Adakan Kuliah Tamu Pencucian Uang

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Program Studi Ilmu Ekonomi S-1 Reguler dan KKI pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI menyelenggarakan Program OJK Mengajar yang berlangsung di ruang kelas A.104, pada Selasa (2/10/2018).

Bertindak sebagai pemateri dalam program mengajar ini, yaitu Heni Nugraheni, S.H., LLM., selaku Kepala Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) yang membahas mengenai “Pengaturan Penerapan Program APU PPT Sektor Jasa Keuangan”.

Di dalam presentasinya, Heni Nugraheni memaparkan bahwa definisi dan modus TPPU menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU diatur dalam Pasal 1, 3, 4, dan 5. Tahap pencucian uang terbagi menjadi 3 bagian, pertama upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan, atau upaya menempatkan uang giral.

Kedua, layering yang mengupayakan untuk melapisi harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan kepada PJK (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan ke PJK yang lain. Ketiga, integritas yang mengupayakan menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah menjadi harta kekayaan halal untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.

“Modus Operandi TPPU terdiri dari kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan, pembelian aset/barang mewah, pembawaan uang tunai/penyelundupan uang, penukaran mata uang, memutar balikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya, smurfing, structuring, memutar balikan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya, Co-Mingling/pencampuran, penggunaan pihak ketiga, pencucian uang dengan mekanisme perdagangan,” ucap Heni Nugraheni.

Untuk itu, dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang bertugas untuk perumusan arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan TPPU. Selain itu, pengkoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pemantauan/evaluasi atas penanganan serta pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah.

“Lima pilar penerapan APU PPT di sektor jasa keuangan, antara lain pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen, SDM dan pelatihan,” jelas Heni Nugraheni.

Sementara itu, pentingnya penanganan APU PPT pada sektor jasa keuangan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana yang dapat berimbas pada stabilitas perekonomian dan kedaulatan suatu negara.

“Dampaknya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengganggu rasa aman dan kedaulatan negara mengingat tindak pidana terorisme dan aktivitas yang mendukung terjadinya aksi terorisme merupakan salah satu bentuk ancaman bagi kedaulatan negara.

“Sebagai peraturan pelaksanaan dari POJK nomor 12/POJK.01/2017 tentang penerapan program APU PPT di sektor jasa keuangan, OJK telah menerbitkan peraturan pelaksanaan dalam bentuk SEOJK, yakni SEOJK 32/SEOJK.03/2017 tentang APU PPT di sektor perbankan, SEOJK 37/SEOJK.05/2017 tentang APU PPT di sektor IKNB, dan SEOJK 47/SEOJK.04/2017 tentang APU PPT di sektor pasar modal,” tutupnya. (Des)