Ari Kuncoro: RAPBN 2019 Rasa Pilpres

Ari Kuncoro: RAPBN 2019 Rasa Pilpres

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun 2019 akan terjadi sedikit pergeseran. Dimulai dari pergeseran sektor SDM, governance (pemerintahan) terutama pemerintah daerah, dan mulai ada keperluan dalam peningkatan daya beli yang bersifat expansive. Walaupun defisitnya menurun, bahwa kita melihat semakin banyaknya pengeluaran.

Berbeda dengan apa yang terjadi pada 2017/2018 menekankan pada sektor infrastruktur yang menjadi tulang punggung di daerah. Apabila pertumbuhan terjadi dimulai dari daerah, maka akan terjadi seperti air mengalir di sawah tetapi akan mengalir ke laut juga. Karena daerah/kota madya lebih kecil, maka tekanan pada neraca berjalan dengan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan yang dipusatkan pada kota-kota besar.

RAPBN 2019 ini memasuki tahun Pilpres dengan pertumbuhan ke arah asumsi lebih seimbang di angka 5,3%. “Jadi, kita lihat yang terpenting itu sustainability dan kualitas. Di lihat dari pelajaran kemarin di negara Turki & India bahwa pertumbuhan di luar kapasitas sisi produksi/penawaran akan menimbulkan account defisit yang cukup besar apabila kondisi eksternal tidak terlalu bergejolak akibat adanya perang dagang maka akan aman-aman saja,” tutur Ari Kuncoro dalam acara Top Stock di IDX Channel TV.

Kendala Indonesia pada sisi eksternal 5,3% disebabkan oleh dana yang disalurkan ke pemda, sebagian besar tidak digunakan untuk proses pembangunan tetapi kembali dimitasikan ke instrumen investasi finansial.

Kita juga harus realistis bahwa tahun depan adalah tahun politik dengan mempertimbangkan pertumbuhan kerja untuk tetap diperlukan. Tetapi, kita harus berhati-hati secara makro ada kendala-kendala, yaitu neraca berjalan. “Selain itu, untuk konsumsi kira-kira di angka 5,17% sudah cukup. Sisanya investasi harus tumbuh di atas 7%. Kemudian, ekspor harus ditingkatkan menjadi di atas 10%,” tambah Ari Kuncoro.

Pembiayaan dari defisit neraca berjalan Indonesia, yaitu dari segi capital info. Jadi, bagi Bank Indonesia harus bertindak ibarat jangkar dengan meningkatkan bunga dan cadangan devisa dan menjadi perhatian juga sentimen dari orang yang investasi ke Indonesia. Selain itu, perlu juga adanya roadshow-roadshow yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Bila kita lihat pengeluaran kementerian dan lembaga itu sifatnya stagnan atau bahkan turun 1% dan sementara APBN 37%. “Itu merupakan signal bahwa sebagian besar dari kekuatan anggaran akan ke non-kementerian dan lembaga. Nah, yang akan mendapat bagian besar nantinya ialah pendidikan dan inovasi. Untuk itu, kita perlu kurangi administrasi agar lebih efektif,” tutupnya.