Kiki Verico: Infrastuktur, SDM dan Iklim Usaha Perlu Diperbaiki untuk Menarik Investasi

Kiki Verico: Infrastuktur, SDM dan Iklim Usaha Perlu Diperbaiki untuk Menarik Investasi

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Kapasitas Produk Domestik (PDB) Indonesia dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir berada di sekitar tingkat potensi, sementara pertumbuhan ekonomi berada di bawahnya. Kedua faktor tersebut membuat setiap negara yang membutuhkan peningkatan kapasitas PDB harus memperbaiki tiga modal penarik investasi, yakni infrastruktur, SDM, dan iklim usaha.

Peningkatan infrastruktur dan kualitas SDM adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kedua modal ini tidak akan efektif untuk menarik minat investor jika iklim usaha tidak mendukung. Oleh karena itu, reformasi birokrasi, implementasi regulasi, dan kualitas pelayanan publik harus terus disempurnakan demi menarik perhatian investasi asing dalam jangka panjang.

Dari sisi jangka pendek, peningkatam ekspor berpotensi meningkatkan impor, sehingga pola neraca transaksi berjalan cenderung menyerupai kurva huruf ‘J’ ketika neraca akan mengalami defisit lebih dulu sebelum mendapatkan surplus. Sementara itu, peningkatan ekspor barang berpotensi menyebabkan defisit dikarenakan di dalamnya terdapat komponen impor bahan baku dan mesin.

Selain itu, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah jasa. Proporsi sektor ini terhadap PDB nasional meningkat dari 34% pada 2000 menjadi 43% pada 2016. Bila dari sektor industri pengolahan tetap berada di kisaran 21% dan sektor pertanian menurun dari 18% ke level 13%.

“Data triwulanan 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa investasi asing jangka panjang mengikuti sumber pertumbuhan ekonomi, sehingga investasi asing di sektor jasa selalu bersaing dengan industri dan lebih tinggi dari investasi asing di pertanian,” tutur Kiki Verico dalam tulisannya di majalah Tempo, (19/8/2018).

Melihat data neraca transaksi berjalan saat ini Indonesia menunjukkan sumber utama surplus berasal dari ekspor komoditas primer nonmigas. Sementara penghasil surplus neraca transaksi berjalan adalah pertanian, pertambangan, dan produk industri perakitan.

Saat ini tengah terjadi pergeseran mesin penggerak pertumbuhan dari konsumsi barang yang proporsinya 55% dari total konsumsi ke konsumsi jasa yang proporsinya 45%. Pergeseran ini membuat pertumbuhan ekonomi melambat. “Data tahunan menunjukkan adanya kenaikan signifikan pada konsumsi barang, khususnya pakaian dari 3,6% pada kuartal ke empat 2017 menjadi 5,1% pada kuartal pertama 2018,” ungkap Kiki Verico.

Indonesia perlu menyatukan sumber pertumbuhan ekonomi dan sumber surplus neraca sehingga pertumbuhan mampu mencatatkan surplus neraca transaksi berjalan dan menstabilkan nilai tukar. Upaya ini harus memperhatikan perkembangan ekonomi global yang semakin dinamis dan penuh kejutan.

Ada tiga strategi yang bisa diterapkan menurut jangka waktu. Pertama, jangka panjang, yaitu mendorong sektor jasa terkait dengan perdagangan, seperti transportasi, asuransi, dan keuangan. Kedua, jangka menengah, yaitu mendorong industri untuk lebih cepat melakukan ekspor guna mengimbangi kenaikan impor. Ketiga, jangka pendek, yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tata cara transaksi dan produksi dari manual ke digital.

“Ketiga strategi ini diharapkan selalu berada di dalam keseimbangan antara mekanisme pasar dan kebijakan pemerintah,” tutupnya. (Des)

 

Sumber: Majalah Tempo. Edisi 19 Agustus 2018. Rubrik Kolom halaman 84