FEB UI Selenggarakan The 3rd Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities (APRiSH): “Konvensi dan Inovasi di Era Disruptif”

FEB UI Selenggarakan The 3rd Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities (APRiSH): “Konvensi dan Inovasi di Era Disruptif”

 

Nino Eka Putra & Delli Asterina ~ Humas FEB UI

JAKARTA – Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities (APRiSH) merupakan konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia sejak 2016 dengan berkolaborasi tujuh Fakultas Sosial dan Humaniora UI, seperti Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Fakultas Psikologi, dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).

Tahun ini, APRiSH sudah memasuki usia ke-3 tahun. Untuk tahun pertama sebagai panitia penyelenggara berasal dari Fakultas Psikologi. Kemudian, tahun kedua berasal dari FIB. Dan tahun ini, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ditunjuk oleh UI sebagai panitia penyelenggara yang diadakan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, pada (13 – 15 Agustus 2018).

Tema yang diangkat tahun ini mengenai “Konvensi dan Inovasi di Era Disruptif “. Artinya, konferensi ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan memobilisasi mereka untuk menemukan cara dan melakukan pembangunan berkelanjutan di era disruptif. Konferensi ini dibuka oleh sambutan dari Dekan FEB UI, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., dan sambutan dari Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Administrasi Umum, Prof. Sidharta Utama, Ph.D. Selanjutnya, pembicara kunci oleh Menteri Keungan RI, Sri Mulyani Indrawati, Ph.D.

Dalam sambutan pertama, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., menyampaikan bahwa Konferensi APRiSH ini berfungsi sebagai salah satu sarana yang dapat kita gunakan untuk belajar tentang ide-ide dan inovasi baru. “Kami berharap bahwa dengan adanya konferensi ini dapat mempromosikan keterlibatan internasional serta mengembangkan jaringan di antara para peneliti baik nasional maupun internasional untuk meningkatkan publikasi penelitian,” ujar Ari Kuncoro.

Kemudian, sambutan kedua, Prof. Sidharta Utama, Ph.D., menyampaikan alasan utama konferensi tahun ini dengan mengambil tema konvensi dan inovasi di era disruptif adalah memfokuskan pada bagaimana masyarakat harus beradaptasi dengan lingkungan yang makin berubah dengan cepat karena kecepatan perkembangan inovasi dalam revolusi industri 4.0. “Konferensi ini juga dibagi dalam beberapa sesi pleno, para peneliti berbagi penjelasan mereka dalam tema teknologi inovasi di era disruptif,” tutur Sidharta Utama.

Pemateri pada pembicara kunci yang dihadirkan dalam konferensi APRiSH 3rd, Sri Mulyani Indrawati, Ph.D. Ia berbicara tentang era disrupsi yang mempengaruhi ekonomi Indonesia. Menurutnya, era disrupsi ditandai dengan penggunaan teknologi di berbagai bidang yang pada akhirnya mempengaruhi pola konsumsi dan produksi para pelaku pasar ekonomi secara radikal. Pola konsumsi masyarakat saat ini mengarah ke arah konsumsi digital. E-Commerce dan transaksi daring menjadi sangat berkembang.

”Dari perubahan pola konsumsi ini, banyak isu penting yang akan muncul, seperti blokchain, dan cryptocurrency. Perubahan-perubahan ini menimbulkan tantangannya sendiri,” kata Sri Mulyani di sela-sela paparan materinya.

Selain itu, era disrupsi juga membuat beberapa perusahaan berkembang pesat dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi seperti Gojek, Airbnb hingga Instagram. ”Gojek perusahaan transportasi yang tidak punya kendaraan sama sekali. Airbnb tidak punya properti sama sekali bisa berkembang dengan teknologi,” jelas Sri Mulyani.

Dari sisi regulator, semua perubahan yang dibawa oleh era disrupsi ini, harus didukung oleh regulasi yang juga mendukung. Perubahan-perubahan ini harus dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ekonomi di Indonesia.

Menurut Sri Mulyani, perubahan-perubahan ini harus dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah saat ini sangat menekankan pada pemasukan pajak bagi para pelaku transaksi daring.Selain itu, dalam peta jalan ekonomi digital, pemerintah juga tengah memformulasi cara memberikan tax support kepada pelaku industri digital,” tutupnya.

Dengan konferensi ini, para peneliti di bidang ilmu sosial dan kemanusiaan diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam hal ide, desain, model dan strategi tentang bagaimana masyarakat harus menghadapi konvensi, mengadopsi penelitian mereka dalam hal inovasi dan terus bergerak maju di era disruptif. (Des)