Kuliah Umum MAKSI-PPAk. FEB UI bersama BSI: Unlock the Value of Sharia Banking

Kuliah Umum MAKSI-PPAk. FEB UI bersama BSI: Unlock the Value of Sharia Banking

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (13/5/2022) Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntan (MAKSI-PPAk.) bersama Bank Syariah Indonesia (BSI) mengadakan kuliah umum “Unlock the Value of Sharia Banking” pada Jumat (13/5). Menghadirkan pembicara Suhendar S.E., Ak., M.Si., CA. (Head of Change Management and Transformation Office PT Bank Syariah Indonesia Tbk) dan pemandu acara Irwan Haswir (Partner Ernst & Young, Mahasiswi MAKSI FEB UI Angkatan 2020).

Di tengah perekonomian yang mulai pulih, bahkan bertumbuh positif, Suhendar memandang bank syariah memiliki nilai yang layak untuk masyarakat Indonesia perjuangkan. Keberadaannya menciptakan peluang paling menarik secara global dengan Return on Asset (ROA) yang lebih tinggi. Pertumbuhan aset begitu kompetitif di antara negara peer lainnya.

Ia mengungkapkan, “Untuk pertama kalinya, ada preferensi yang kuat untuk perbankan Syariah. Pertumbuhan yang kuat secara konsisten melampaui perbankan konvensional hingga 2 kali lipat. Namun, potensi market yang besar belum memiliki penetrasi secara optimal.”

Dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia memiliki lebih banyak peluang untuk tumbuh di industri perbankan syariah karena perbankan syariah di Indonesia secara umum tumbuh lebih cepat dibanding konvensional, termasuk dalam hal market share.

     

Suhendar berharap, zakat BSI mampu memberikan nilai lebih bagi peran bank syariah bagi masyarakat. Penyaluran zakat BSI merupakan kontribusi zakat perusahaan terbesar sepanjang sejarah di Indonesia. Menurut Corporate Zakat, mencapai 102 miliar—2,5% dari total laba bersih pada 2021—untuk kegiatan sosial dan lingkungan.

“Fokus utama BSI bukan hanya menjalankan bisnis, tetapi memberikan manfaat bagi seluruh stakeholder. Pemanfaatan dari himpunan zakat lainnya, yakni program unggulan membangun desa Berdaya Sejahtera Indonesia (BSI). Zakat ini mampu membantu perbaikan lingkungan dan pendapatan petani, semula 721 ribu ke 1,84 juta. Transformasi kesejahteraan pun meningkat, dari 100 rumah tangga miskin ke 100 rumah tangga sejahtera dengan 52 mitra,” jelasnya.

Ada beberapa langkah untuk membuka potensi bank syariah di Indonesia, yakni berfokus pada target segmen yang tepat, mengupayakan dukungan kebijakan pemerintah terhadap industri keuangan syariah, memadukan saluran distribusi sebagai game changer, mendorong perkembangan digital dan ekosistem syariah yang cepat, dan merancang strategi pertumbuhan.

Riset membuktikan bahwa prinsip syariah merupakan preferensi utama individual. Indonesia merupakan negara kepulauan unik dengan jumlah penduduk yang besar sehingga membutuhkan strategi distribusi yang berbeda dibanding negara lainnya. Perlu adanya optimalisasi peluang ekosistem Islam dengan layanan yang tidak tersedia di bank konvensional. Namun, tetap ada akselerasi transaksi digital sesuai kebutuhan pelanggan.

“Perubahan dan perbaikan akan terus terjadi. Bagi saya, hanya ada dua pilihan, dipikirkan atau dikerjakan. Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri,” tandas Suhendar mengakhiri paparan. (mh)