LM FEB UI Live Webinar, “Problem Solving for Decision Making in Corporate Restructuring for Business Consultants”

0

LM FEB UI Live Webinar, “Problem Solving for Decision Making in Corporate Restructuring for Business Consultants”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (18/2/2022) Sabam Hutajulu, Ph.D., Transformation and Restructuring Advisor/Former CEO Jardine Lloyd Thompson Indonesia menjadi narasumber dalam LM FEB UI Live Webinar, bertajuk “Problem Solving for Decision Making in Corporate Restructuring for Business Consultants” secara daring, dengan moderator Mone Stepanus, Ph.D., Peneliti LM FEB UI, Jumat (18/2).

Dalam paparannya, Sabam Hutajulu menjelaskan bahwa di masa krisis akibat pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang mengalami kondisi darurat cash-flow, margin, serta penjualan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perusahaan perlu melakukan restrukturisasi atau turn-around proses bisnis, portofolio, keuangan dan organisasi. Identifikasi skope restrukturisasi lajimnya melalui proses problem solving for decision making yang terstruktur. Kerangka problem solving for decision making berusaha menjawab pertanyaan dasar what, why, how-to, when, dan (by) who. Kemampuan menjawa pertanyaan mendasar ini oleh Board bersama timnya dapat membuat perusahaan survive dari permasalahan dan selanjutnya menuju sustainability, bertahan jangka panjang.

Menurut Sabam, ada dua hal penting dalam proses konsultansi and advisory yang membuat konsultan dan klien menjadi lebih efektif dalam hubungan kerja yaitu: pertama, penggunaan format story telling dalam case study, yang membuat klien lebih mudah membayangkan dan memahami situasi cerita serta melihat relevansinya terhadap situasi spesifik; dan kedua penggunaan framework problem solving for decision making oleh para konsultan menjadi lebih mudah diterima oleh klien karena dalam keseharian para pemimpin dan timnya memang dihadapkan pada frame unsur-unsur utama 5W+1H.

Melalui case study tersebut, pemahaman para konsultan dan klien diharapkan lebih mudah dibandingkan dengan konseptual teoritikal. Dengan pemahaman mendasar atas dua hal tersebut, konsultan dan institusinya secara bertahap akan menjadi semakin attached dengan klien dan suatu saat bisa menjadi bagian dari tim manajemen perusahaan tersebut, which is posisi win-win untuk kedua belah pihak.

Sabam juga mengingatkan bahwa umumnya krisis besar terjadi karena perusahaan umunya kurang care dengan krisis kecil atau krisis putih yang lajim terjadi di korporasi. “Apabila perusahaan tersebut tidak dijaga dari krisis-krisis kecil atau putih maka kondisi perusahaan bisa bergeser ke krisis kuning (darurat) dan harus segera direstrukturisasi agar bisa beroperasi relatif normal meskipun kapasitasnya menurun,” ungkap Sabam di akhir pemaparannya.