Menambal Kantong Bolong Kelas Bawah

0

Menambal Kantong Bolong Kelas Bawah

Di tengah pandemi Covid-19, kondisi finansial masyarakat, terutama kelas bawah, ibarat kantong yang bolong. Sudah memeras keringat dan memberanikan diri mengambil risiko terpapar virus korona demi mengisi kantong, tetapi uang yang didapat cepat menguap.

 

KOMPAS – (18/11/2021) Penghasilan yang belum pulih, seperti masa pra-pandemi, ”dipaksa” cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan kala pandemi, terutama kebutuhan pokok dan kesehatan. Hasil survei Litbang Kompas terhadap 1.200 responden menyebutkan, pada Oktober 2021, pendapatan masyarakat cenderung turun selama setahun terakhir.

Sebanyak 79,8 persen responden mengaku pendapatannya berkurang. Kelompok masyarakat bawah mengalami pengurangan pendapatan terbesar, yaitu 88,3 persen. Disusul kelas menengah bawah sebesar 75,6 persen, menengah atas 79,6 persen, dan kelas atas 75 persen.

Penurunan daya beli tecermin dari peningkatan pengeluaran untuk keperluan lebih banyak dari sebelumnya seperti kesehatan di masa pandemi. Di sisi lain penurunan upah terjadi hampir di semua sektor lapangan usaha. Penurunan daya beli terindikasi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2021.

Berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional 2021 Badan Pusat Statistik, rata-rata pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia pada Maret 2021 sebesar Rp1.264.590 per kapita per bulan, naik 3,17 persen dari Maret 2020. Di sisi lain, rata-rata upah buruh nasional turun. Pada Agustus 2021, rata-rata upah buruh Rp2.736.463, turun 0,72 persen dibandingkan dengan Agustus 2020.

Penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran, ditambah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk mengendalikan lonjakan kasus Covid-19 pada Juli-Agustus 2021, berimbas pada perlambatan pertumbuhan pada triwulan III-2021. Pada triwulan tersebut, ekonomi nasional tumbuh 3,51 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2021 yang sebesar 7,07 persen. Secara triwulanan, ekonomi hanya tumbuh 1,55 persen.

Konsumsi rumah tangga sebagai komponen terbesar produksi domestik bruto (PDB) tumbuh 1,03 persen secara tahunan. Secara triwulanan, malah minus 0,18 persen. Konsumsi makanan dan minuman tumbuh 0,79 persen. Kesehatan dan pendidikan tumbuh 2,44 persen.

Perlindungan sosial

Ekonom senior dan juga Menteri Keuangan periode 2013-2014 M Chatib Basri mengatakan, konsumsi rumah tangga jadi elemen penting penggerak ekonomi. Pemerintah perlu mendorong konsumsi rumah tangga, terutama yang miskin dan rentan miskin. Tidak seperti kelas menengah dan atas, kelas bawah dituntut lebih banyak beraktivitas untuk mempertahankan hidup walau ada pembatasan mobilitas.

”Dengan kompensasi yang cukup, mereka bisa tinggal di rumah jika terjadi pembatasan mobilitas pada tahun depan akibat lonjakan kasus Covid-19. Kalau hanya dengan bantuan langsung tunai (BLT) Rp300.000 per bulan per rumah tangga, itu tidak cukup. BLT perlu ditambah menjadi Rp1 juta hinga Rp1,5 juta per bulan,” ujarnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang. Adapun jumlah penduduk rentan miskin 167 juta orang atau 61 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Menurut Chatib, jika 167 juta orang atau sekitar 40 juta rumah tangga itu diberi Rp1 juta, dana yang dibutuhkan sekitar Rp40 triliun per bulan dan Rp120 triliun untuk tiga bulan. Masih ada ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 untuk menambah perlindungan sosial itu.

Anggaran di sejumlah pos masih bisa ditunda dan dialihkan ke perlindungan sosial, seperti anggaran pertahanan dan keamanan, penyertaan modal negara, dan pengembangan ibu kota baru. Insentif pajak yang tidak berdampak signifikan terhadap pemulihan ekonomi juga dapat dipindahkan. ”Tambahan BLT akan menggerakkan konsumsi. Ini menyangkut pola konsumsi. Kalau orang miskin dapat uang tambahan, secara persentase pertambahan konsumsi lebih banyak ketimbang orang kaya,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Chatib, manfaatkan pula berkah ekspor untuk mendorong daya beli dan konsumsi, terutama di daerah penghasil komoditas ekspor. Berkah ekspor ini diperkirakan berimbas 6-12 bulan ke depan. Pemerintah perlu memastikan distribusi efek ganda kinerja ekspor itu supaya bisa dinikmati petani dan petambang.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani mengaku, para pengusaha juga masih tertatih-tatih meningkatkan daya beli pekerja. Hampir semua lini usaha belum pulih sepenuhnya dari imbas pandemi.

Kunci utama pemulihan geliat usaha dan konsumsi rumah tangga adalah penanganan Covid-19, percepatan dan perluasan vaksinasi, serta kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Ini perlu ditopang biaya tes reaksi berantai polimerase (PCR) yang murah di bawah Rp200.000. Upaya-upaya itu perlu dilakukan, terutama saat pemerintah membuka pusat-pusat ekonomi dan pariwisata.

Pemerintah juga perlu melindungi para pengusaha dari kebangkrutan. ”Misalnya dengan mendorong perbankan melakukan restrukturisasi kredit sesuai dengan kondisi riil keuangan perusahaan, memberi modal kerja dengan bunga murah, dan melindungi pengusaha yang berusaha dipailitkan oleh kreditor,” kata Hariyadi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tahun depan pemerintah masih akan melanjutkan kebijakan ”gas dan rem”. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19.

Perekonomian, sangat bergantung pada situasi pandemi dan kebijakan ”gas dan rem”. Jika pandemi memburuk dan pemerintah menginjak ”rem” atau membatasi aktivitas, konsumsi turut tertahan.

Karena itu, pemerintah menyiapkan anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2022 sebesar Rp321,11 triliun. Alokasi ini jauh lebih rendah ketimbang pada 2020 dan 2021 yang masing-masing Rp579,78 triliun dan Rp699,43 triliun.

“APBN 2022 sifatnya fleksibel. Meskipun turun, dana PC-PEN itu dapat ditambah jika diperlukan melalui realokasi anggaran,” kata Airlangga.

Ia menambahkan, kenaikan harga komoditas ekspor akan turut menjaga daya beli. Saat ini, pemerintah juga tengah menggulirkan program penanggulangan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten/kota di 7 provinsi. Program itu dibarengi pemberian kebutuhan pokok dan BLT dana desa.

“Jika program ini berjalan baik dan mampu menjaga daya beli serta mengentaskan rakyat dari kemiskinan ekstrem di daerah-daerah itu, program ini akan dilanjutkan tahun depan. Sasarannya adalah 212 kabupaten/kota,” kata Airlangga.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pada 2022 kebijakan fiskal kontra siklus masih akan diterapkan untuk mendorong pemulihan ekonomi 2022. Utamanya untuk menopang konsumsi rumah tangga dan menjaga penurunan angka kasus Covid-19.

”Belanja negara 2022 diarahkan untuk mendukung sinergi penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan perbaikan konsumsi rumah tangga guna mewujudkan pemulihan ekonomi bersama,” ujar Isa.

Ia mengakui program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan miskin juga penting untuk mendorong kinerja konsumsi masyarakat.

Penguatan program perlindungan sosial itu akan dijalankan dengan integrasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, serta sinergi program yang relevan, termasuk program subsidi bagi masyarakat.

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Kamis, 18 November 2021. Halaman 4.