GNAM Week Day 4: Belajar dari CrediBook, Brodo Ganesha Indonesia, PWC Advisor Media Group Tentang Digitalisasi UMKM dan Membentuk Industri Media dan Hiburan Digital

0

GNAM Week Day 4: Belajar dari CrediBook, Brodo Ganesha Indonesia, PWC Advisor Media Group Tentang Digitalisasi UMKM dan Membentuk Industri Media dan Hiburan Digital

 

Windy Bellastrin ~ Mahasiswa MM FEB UI

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (21/10/2021) Hari Keempat pekan Global Network Week atau Global Network for Advanced Management (GNAM) diisi dua sesi materi yang disampaikan oleh para narasumber yang menarik, bertemakan “Greasing the Wheels of Digital Transformation to Stimulate Post-Pandemic Growth and to Grasp Industry 4.0” secara online, pada Kamis (21/10/2021).

Diskusi materi pada hari ini membahas tentang proses digitalisasi dan akses keuangan pada sektor bisnis Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) selama pandemi Covid-19 dan peran dari industri media dan entertainment dalam digitalisasi. Setelah pemaparan pada dua sesi tersebut GNAM Week di hari keempat ditutup dengan group discussion yang dilakukan 8 grup.

Session 1: Digitalization in MSME Sector: It’s Role in Improving the Business’s Performance and Access to Finance in the Post Covid-19 Era

Sesi pertama dimulai dengan pemaparan materi yang disampaikan dua narasumber, yaitu CEO dari CrediBook, Gabriel Frans dan CFO dari Brodo Ganesha Indonesia, Anggraito Danangdjoyo, dengan moderator yakni Hasnul Suhaimi, MBA., Dosen Departemen Manajemen FEB UI.

Gabriel Frans, sebagai narasumber pertama, menjelaskan MSME merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi terbesar untuk gross domestic product (GDP) Indonesia yakni sebesar 60%. Di Indonesia mayoritas wholesaler masih melakukan bookkeeping dan menerima transasksi orderan secara manual menggunakan pena dan pensil, terlebih proses manual ini mempengaruhi tingkat loyalitas retailers mereka.

Peranan CrediBook membantu wholesalers menciptakan sistem pengoperasian transaksi keuangan yang bersifat praktis dan efisien melalui teknologi digitalisasi (menyediakan sistem digital bookkeeping). Menyediakan aplikasi gratis, Credibook berperan sebagai intermediaries dari dua pihak wholesaler dan retailer tersebut (business to business atau B2B). Memberikan tiga fitur utama yang dibutuhkan, diantaranya CrediBook (pencatatan transaksi keuangan), CrediMart (belanja grosir secara online), dan CrediStore (menyediakan fitur toko online).

Menurut Gabriel, dikarenakan mayoritas sektor MSME masih menggunakan cash, pada era teknologi ini CrediBook mencoba mengimplementasikan sistem transaksi pembayaran yang bersifat digital (cashless). Ketika pandemi, CrediBook berfokus untuk meningkatkan tingkat penjualan dari para penggunanya yakni pemilik bisnis MSME. Melalui aplikasi CrediBook dapat memperlihatkan visibilitas dari payment collection para wholesaler dan retailers. Untuk menyokong bisnis para pengguna, melalui kolaborasi CrediBook dan CrediMart mendapatkan data real-time dari penggunanya (wholasalre and retailer) mengenai transaksi downstream ataupun upstream, money – product – good flow, dan generate report – real data.

“Pelajaran yang dapat dipetik dalam mendigitalkan bisnis MSME, berinvestasi dalam proses sebelum teknologi, angka akan membawa kepercayaan sedangkan data membawa uang, dan teknologi harus berdampak langsung pada bisnis,” jelas Gabriel.

Anggraito Danangdjoyo, narasumber kedua, memaparkan bahwa Brodo Ganesha Indonesia memfokuskan tujuan pada ekspansi dari merek Brodo dan memusatkan perhatian pada unique selling point dari produknya. Di era digitalisasi, Brodo mencoba mengimplementasikan sistem manufaktur yang lebih cepat dan mengkoordinasikan tim mendapatkan data up to date tentang industri manufaktur pasar Indonesia. Melalui digitalisasi teknologi Brodo dapat memaksimalkan keuntungan serta meningkatkan learning curve. Mengeksekusi ide ide melalui teknologi, menghitung jumlah followers dan like pada akun sosial media Brodo, hal ini yang diterapkan oleh perusahaan untuk menjadi lineup terdepan dalam berbisnis.

Brodo Ganesha Indonesia menggunakan digitalisasi untuk memasarkan produknya di era pandemi Covid-19. Melakukan pemasaran produk melalui advertisement Facebook, Instagram, dan TikTok. Berkat hal itu sepatu Brodo dapat berekspansi ke pasar konsumen luar negeri yaitu Korea Selatan melalui iklan yang dipasang pada salah satu fitur platform media sosial yakni facebook ads. Tak hanya itu, platform marketplace ternama juga digunakan untuk meningkatkan tingkat penjualan di era teknologi, antara lain Shopee, Tokopedia, Lazada dan market place lainnya.

“Memiliki personal shopper untuk pelanggannya serta sistem pengiriman yang cepat pada era digitalisasi merupakan tujuan Brodo untuk masa depan. Pengelolaan pendanaan yang dilakukan oleh Brodo pada era digitalisasi melalui data dan selalu mengajak diskusi pihak manajemen. Mendorong pegawai/management Brodo untuk selalu menyediakan materi-materi baru tentang pasar konsumen Indonesia. Melalui pro long contracts memberikan nilai unik yang membedakan dengan competitor, perubahan ekuitas, dan mengurus laba rugi (bookkeeping) untuk dapat menembus industri sepatu di Indonesia,” kata Anggraito di akhir presentasinya.

Session 2 : Redesigning and Reshaping the Media and Entertainment Industry in a More Digitalized Society

Sesi kedua menghadirkan narasumber Government Relation Director-PWC Advisor Media Group John Daniel Rembeth, MBA, dengan moderator Arviansyah, Ph.D., Dosen Departemen Manajemen FEB UI.

John Daniel Rembeth, MBA, narasumber ketiga, menyampaikan tentang hasil analisis yang dilakukan oleh PWC dan kondisi industri media entertainment pada emerging market secara global untuk beberapa tahun (post pandemi Covid-19). Seluruh industri bisnis di dunia secara global mengalami dampak shock of the century dari pandemi. Butuh beberapa tahun bagi industri untuk bangkit kembali dari situasi pandemi. Hal ini juga menciptakan berbagai ketidakpastian dan tantangan untuk industri salah satunya industri media dan entertainment. Digitalisasi merupakan sebuah keyword yang sudah populer dalam 10 tahun terakhir, tetapi implementasi dari digitalisasi pada sektor bisnis baru dapat dirasakan dalam 3 tahun terakhir.

Lanjut John Daniel, setiap tahunnya, PWC secara global mengoleksi serta menganalisis data dari global revenue dan annual growth pada berbagai jenis perusahaan dan industri. Dari hasil analisis ini, nantinya PWC akan memberikan prediksi dan peringatan jika adanya situasi leverage ataupun dropping pada sektor tertentu. Pada 2021, PWC dalam analisisnya terdapat 14 sektor industri dari 53 negara diantaranya Amerika, Korea Selatan, India, China, termasuk Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan PWC menghasilkan 3 Future Tipping Point yakni layar mobile display akan menggantikan wired-internet advertising pada tahun 2022, games akan meningkatkan jumlah konsumsi data pada tahun 2024, dan akses mobile internet akan mengalami peningkatan revenue sebesar 68% pada tahun 2024.

Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa video games dan E-Sports memiliki andil besar dan memiliki dampak terbesar selama pandemi Covid-19. Pasar Amerika Serikat dipimpin oleh video games sosial / kasual untuk pertama kalinya pada 2020. Podcast juga disebutkan segmen yang lebih popular dibandingkan radio dan musik, lalu pendapatan bioskop (box office) beralih ke platform streaming di masa depan. Artinya, digitalisasi dan teknologi menjadi faktor penentu terbesar dalam masa pandemi untuk sektor industri entertainment dan media.

“Strategi bisnis yang tepat dan cocok pada era digital ialah transformasi digital, membangun organisasi yang berpusat pada pelanggan, membangun agility, skalabilitas dan ketahanan, mengevaluasi fokus strategis dan model operasi, serta mencari pertumbuhan yang menguntungkan pada emerging market,” demikian John Daniel menutup sesinya.