Toto Pranoto: Bocoran Pointer RUU BUMN, Rangkap Jabatan-BUMN ‘Mati Suri’

0

Bocoran Pointer RUU BUMN, Rangkap Jabatan-BUMN ‘Mati Suri’

 

Jakarta, CNBC Indonesia – (23/6/2021) Rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih terus bergulir.

Rencana revisi tersebut diinisiasi oleh Komisi VI DPR RI lantaran UU tersebut dinilai butuh penyegaran karena telah berusia 17 tahun sehingga tak lagi sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.

Proses ini pun telah dimulai oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI dengan meminta masukan dari pakar BUMN pada Rabu (23/6/2021) kemarin.

Rapat ini ditujukan untuk meminta masukan pakar terhadap naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang tentang BUMN.

Narasumber yang dihadirkan antara lain Tanri Abeng, Toto Pranto dan Fajar Harry Sampurno.

Tanri Abeng merupakan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN periode Maret 1998-Oktober 1999, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VII dan dilanjutkan pada masa Presiden BJ. Habibie di Kabinet Reformasi Pembangunan.

Tanri juga mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).

Kemudian, Toto Pranoto merupakan akademisi dari Universitas Indonesia sekaligus pengamat BUMN.

Terakhir, Fajar Harry Sampurno sebelumnya merupakan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN periode 2015- 2019. Saat ini Fajar merupakan Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero), setelah pernah menjadi Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) pada 2011-2012 dan Direktur Utama PT Dahana (Persero) pada 2012-2015.

Berikut beberapa hal yang dibahas dalam rapat panja tersebut:

1. Rangkap Jabatan Direksi BUMN

Dalam rapat tersebut, anggota DPR menyinggung mengenai adanya rangkap jabatan yang menyebabkan terjadinya double income dari setiap orang yang menjalankan posisi tersebut.

Namun hal yang perlu dipertimbangkan adalah penempatan tersebut sebagai fungsi pengawasan oleh tersebut terhadap anak usahanya.

Masukan pertama yang disampaikannya adalah pembatasan bahwa direksi BUMN hanya bisa menjadi komisaris atau rangkap jabatan hingga batas anak usaha saja. Bukan hingga cucu perusahaan.

“Di BUMN ini ada anak cucu, bisa bisa direksi di holding masuk ke cucu jadi kalau memang diperkenankan sebaiknya dibatasi hanya kepada anaknya saja,” kata Tanri, Rabu kemarin (23/6).

Masukan selanjutnya adalah, jika direksi dari perusahaan holding menjadi komisaris di anak usaha, sebaiknya tidak usah mendapatkan honor atau gaji ganda. Sebab pengelolaan perusahaan sudah menjadi tugas dari direksi tersebut.

“Yang kedua make sure bahwa tidak ada pembayaran honorarium yang double karena seorang direktur sudah dibayar untuk itu. Jadi kalau dia kerja ke bawah itu memang bagian dari tugasnya, itu tidak jadi masalah. Kira-kira solusinya kalau saya seperti itu,” jelasnya.

2. Penutupan BUMN yang Sudah Tak Operasional

Perihal penutupan BUMN yang sudah tak operasional ini disampaikan oleh ketiga pakar yang dihadirkan dalam rapat tersebut.

Fajar mempertanyakan mengenai kondisi perusahaan-perusahaan BUMN yang saat ini sudah tak beroperasi, namun tidak dibubarkan hingga saat ini.

Bahkan 10 perusahaan masih diperlakukan layaknya perusahaan biasa dan mengikuti kegiatan layaknya perusahaan lain.

“Tapi kita juga ingin melihat bahwa BUMN yang tadinya memang sudah BUMN kenapa sih ngga dilepas aja. Apalagi ada BUMN yang udah mati, yang sudah tidak operasi, kenapa kok ngga ditutup, dibubarkan selesai jadi tidak lagi diatur,” kata Fajar.

Dia menyebut beberapa diantaranya seperti, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Kertas Kraft Aceh, PT Kertas Leces, PT Iglas, PT Industri Soda Indonesia.

Padahal perusahaan-perusahaan ini, kata Fajar, sudah tidak beroperasi, bahkan tidak memiliki karyawan. Namun tetap memiliki direksi dan komisaris yang masih diundang dalam rapat-rapat.

Selain tak beroperasi, perusahaan-perusahaan ini juga sudah tak berdampak pada hajat hidup orang banyak sehingga tidak ada salahnya jika perusahaan ini segera dibubarkan.

Sejalan dengan itu Tanri juga menyebutkan menegaskan bahwa perlu dilakukan penutupan BUMN yang saat ini sudah tidak beroperasi.

“Sebenarnya memang sudah harus, kuburannya sudah ada cuma belum dikubur.”

Penutupan BUMN yang sudah tak beroperasi ini ditujukan agar kementerian bisa berfokus pada perusahaan yang saat ini memiliki prospek baik. Sehingga bisa melakukan penempatan sumber daya manusia yang baik dengan memberikan tanggungjawab yang sesuai untuk menjalankan perusahaan.

“Mana yang kita fokus ini badan usaha yang kita fokus, bagaimana manajemen, bagaimana penempatan authority dan responsibility-nya supaya dia bertanggungjawab dan jangan bongkar pasang,” tegasnya.

Adapun pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan, penutupan BUMN ini dilakukan dalam konteks bahwa perusahaan tersebut produk dan jasa sudah tidak strategis. Selanjutnya, secara internal kesehatan perusahaan tersebut juga sudah tidak baik.

“Nah kalau dalam kategori ini kalau menurut saya sebaiknya dilikuidasi saja,” imbuh dia.

3. Studi Tentang BUMN ke Luar Negeri

Pengamat BUMN Toto Pranoto membandingkan kondisi BUMN RI dengan BUMN China. Dia menyebutkan dalam kunjungan yang dilakukannya ke State-owned Assets Supervision and Administration Commission (SASAC) China, badan negara tersebut mengelola BUMN yang bergerak di sektor riil.

Pengelolaan ini dilakukan setelah melakukan privatisasi, dengan beberapa BUMN dikelola oleh daerah, sedangkan yang besar dikelola SASAC.

Dia menyebutkan, SASAC menjadi poin penting dalam pengelolaan BUMN sehingga perusahaan-perusahaan tersebut bisa berkancah dalam dunia internasional.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengambil profesional untuk mengelola SASAC, yang bersumber dari diaspora China yang berpengalaman di Amerika dan Eropa.

Manajemen ini dikombinasikan dengan anggota Partai Komunis China (PKC) sebagai representasi pemerintah dalam perusahaan tersebut.

“Jadi kombinasi antara pemerintah dan representasi negara lewat PKC duduk. Dewan komisaris kalau kita istilahkan di sini, pengawas,” kata Toto.

Perusahaan BUMN ini lalu menangkap peluang dari masuknya penanaman modal asing (PMA) dengan cepat dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk terus berkembang. Salah satunya dengan ketentuan transfer teknologi, namun saat ini ketentuan tersebut sudah dihapuskan.

Hal ini digantikan oleh pembangunan industri untuk mendukung berkembangnya pabrik hasil PMA tersebut.

“Misalnya Tesla ambil dua tahun lalu mereka punya pabrik di Shanghai, Beijing. Jadi bilang kami ga perlu Tesla bilang bahwa kami akan transfer teknologi, kami akan macam-macam itu ngga, tapi dia bilang bahwa Tesla tidak mungkin akan tumbuh sendiri tanpa bantuan supporting industry. Supporting industry-nya itu kemudian yang dibuat oleh pemerintah China,” jelasnya.

Supporting industry-nya itu yang kemudian dibuat oleh pemerintah China, sehingga harapannya seluruh supporting industry untuk mendorong kepada electric vehicle [baterai listrik/EV] ini, Tesla sebagai saya bilang maestronya EV ini bisa kemudian diambil oleh pemerintah China sehingga pada saat dia sudah kuasai itu maka kemudian tinggal selangkah lagi masuk untuk menjadi pesaingnya Tesla.”

Cara ini juga dilakukan China di industri telepon genggam sehingga muncul perusahaan-perusahaan besar China dan bersaing dengan merek besar dunia.

4. Usulan National Holding Company

Tanri Abeng pun mendorong dilakukannya konsolidasi BUMN dan dibentuknya National Holding Company untuk membawahi banyak sektor yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut.

Hal ini, kata dia, perlu diputuskan dalam waktu dekat, terutama dalam RUU BUMN yang baru, mengingat perlunya waktu persiapan pembentukan holding ini yang cukup panjang.

“Saran saya kalau menurut saya sebaiknya sudah ada jadwal untuk melakukan konsolidasi BUMN ini melalui National Holding Company di mana di bawahnya nanti ada sektoral holding yang dikelola secara profesional, itu saran saya yang utama,” kata Tanri.

“Jadi kalau bisa masuk di UU saya tidak tahu, tapi kita harus masuk ke sana potensi BUMN kita masih luar biasa tapi sangat rancu pengelolaannya sekarang ini,” imbuhnya lagi.

5. Pemisahan BUMN Investasi dan PSO

Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya pernah menyampaikan bahwa revisi UU tersebut perlu ditekankan mengenai penggunaan dana penyertaan modal negara (PMN).

Perlu dilakukan pemisahan antara PMN yang diberikan untuk tujuan investasi dan tujuan public service obligation (PSO).

“Sepakat dengan revisi UU BUMN, petakan apa itu penugasan dan investasi. Dari 90% PMN itu kebanyakan penugasan yang akhirnya ada persepsi negatif, PMN itu jelek. Tapi kalau liat dasarnya itu bukan investasi tapi penugasan,” kata Erick usai rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (22/9/2020).

Adapun poin lainnya yang akan direvisi dari UU BUMN ini adalah pendirian perusahaan anak dan cucu BUMN yang selama ini belum diatur dalam UU yang sudah ada.

Kepala Pusat Perancangan UU Badan Keahlian DPR RI Inosentius mengatakan perihal pendirian anak usaha BUMN ini dinilai perlu diatur secara tegas mengingat selama ini tidak ada aturan khusus mengenai pembentukan perusahaan tersebut.

“Pada Bab IX akan diatur tentang anak perusahaan BUMN. Pada ketentuan tentang anak perusahaan, BUMN diperbolehkan membuat anak perusahaan dengan penyertaan modal pada badan usaha lain.”

“Hal itu baik bagi perusahaan yang sudah berdiri maupun perusahaan akan berdiri. Pendirian anak perusahaan tersebut diatur minimal saham BUMN sebesar 51%,” kata dia pekan lalu.

Namun demikian, anak usaha BUMN ini dilarang untuk membentuk anak usaha lainnya alias cucu usaha BUMN melalui penyertaan modal kepada perusahaan yang sudah berdiri maupun yang akan dibentuk.

 

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20210624104047-17-255555/bocoran-pointer-ruu-bumn-rangkap-jabatan-bumn-mati-suri/