Ari Kuncoro: Pengendalian Resurgensi Pandemi

0

Pengendalian Resurgensi Pandemi

Oleh: Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., Rektor Universitas Indonesia

 

KOMPAS – (22/6/2021) Peningkatan kasus Covid-19 setelah liburan Lebaran mengulangi pola yang terjadi pada akumulasi beberapa liburan panjang pada triwulan IV-2020. Kejadian serupa dialami negara lain. Bahkan, beberapa negara yang sebelumnya disebut sukses mengendalikan pandemi, seperti Taiwan, Vietnam, Jepang, dan Korea Selatan, kini berjuang keras mengendalikan resurgensi.

Resurgensi pandemi hampir selalu dimulai dengan peningkatan mobilitas masyarakat yang tidak harus berasal dari sektor formal. Kegiatan yang punya aspek perayaan atau festival yang cenderung informal, bersifat kekerabatan (kinship), sering menjadi pemicu. Namun, dampaknya langsung menyentuh sektor formal akibat mobilitas antar sektor. India, misalnya, sebelum resurgensi pandemi pada triwulan I-2021 mencatat pertumbuhan tahunan positif 1,6 persen. Akibat resurgensi, pertumbuhan India pada triwulan II, menurut perkiraan Nomura Institute, akan terkontraksi sebesar 1,5 persen.

Resurgensi pandemi di Indonesia terjadi saat perekonomian mulai menunjukkan momentum pemulihan akibat rentetan ekspektasi positif yang saling terkait antara sisi permintaan dan sisi produksi. Sudah dua bulan berturut-turut Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dipublikasikan BI berada di zona optimis (di atas 100). Untuk April dan Mei 2021 tercatat skor 101,5, dan104,4. Indeks ini masih berada di zona pesimis di angka 93,4 pada Maret lalu.

Perbaikan IKK terutama didorong oleh Indeks Ekspektasi Konsumen yang mencerminkan prospek ke depan. Indeks pembelian barang tahan lama sudah membaik dari 84,6 pada April menjadi 87,8 pada Mei. Jika dilihat dari pengeluaran konsumsi dari Maret ke April, terjadi peningkatan proporsi konsumsi terhadap pendapatan dari 75,5 ke 75,8.

Tabungan turun tipis dari 14,8 ke 14,6 persen. Ini menunjukkan masyarakat mulai berbelanja. Daya beli tampaknya juga tidak menjadi masalah karena semua ekspektasi ke depan cukup optimistis. Tercatat indeks ekspektasi 6 bulan ke depan, seperti indeks ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha masing-masing, pada zona optimis (di atas 100).

Di sisi produksi besaran indeks manajer pengadaan sektor (PMI) manufaktur yang dipublikasikan IHS Markit juga menunjukkan ekspansi. Angka PMI Mei 2021 mencapai 55,3 yang merupakan rekor baru. Tiga bulan berturut-turut angka PMI naik setelah sejak November 2020 mencatat skor di atas 50, menandai ekspansi produksi.

Salah satu yang membantu kenaikan PMI adalah meningkatnya ekspor Indonesia, termasuk manufaktur yang pada Mei mencatat pertumbuhan tahunan 58,6 persen. Sisi impor tumbuh 68,6 persen secara tahunan, didominasi oleh impor bahan baku yang naik 68,68 persen.

Belajar dari pengalaman

Pada 17 Juni 2021, kasus positif baru Covid-19 tercatat 12.624 dengan rerata tujuh harian 9.191. Belajar dari pengalaman Januari lalu, saat penambahan kasus positif per hari menembus 14.000, terjadi penurunan IKK cukup tajam dari 96,5 pada Desember 2020 ke 84,9 di Januari 2021. Bulan berikutnya, Februari, angkanya praktis stagnan pada 85,8. Baru membaik ke 93,4 pada Maret setelah PPKM diterapkan pada Februari dan bisa menurunkan angka penambahan kasus positif harian.

Tampaknya ada pergeseran struktur ekspektasi jika dalam waktu singkat terjadi lonjakan kasus positif harian. Hal ini dapat berujung pada pola belanja yang lebih konservatif. Dampak lonjakan kasus positif baru pada Januari 2021 terlihat dari pertumbuhan tahunan konsumsi masyarakat triwulan I-2021 yang tetap negatif 2,23 persen. Membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, tetapi hanya mampu membawa pertumbuhan ekonomi pada minus 0,74 persen, belum masuk ke zona positif.

Sisi produksi juga mengalami penurunan angka PMI. Bedanya dengan IKK, PMI tidak sampai menyeberang ke zona kontraksi. Sebagian tertolong karena kegiatan ekspor-impor Indonesia yang meningkat pesat pada Mei 2021, dengan mulai menggeliatnya rantai pasokan dunia, khususnya di China dan AS. PMI mencatat angka 50,9 pada Februari, turun dari 52,2 pada bulan sebelumnya. Namun, kemudian segera melanjutkan tren positif sampai mencapai rekor tertinggi pada bulan Mei.

Ekspektasi positif saling terkait satu sama lain. Untuk mempertahankan prospek pemulihan jangka panjang, pemerintah perlu mencegah pembalikan ekspektasi. Belajar dari pengalaman Januari-Februari 2021, pengendalian resurgensi saat ini agar penambahan kasus positif per hari turun di bawah 10.000 harus menjadi prioritas.

Seperti halnya semua kebijakan, kredibilitas akan ditentukan oleh waktu implementasi dan efek pemberitahuan (Krebs dan Wilson, 1982). Efek pemberitahuan yang sering disebut juga sebagai headline effect atau media effect sukar diprediksi arahnya (Chen, 2020).

Efeknya cenderung negatif jika perubahan kebijakan terlalu drastis atau sama sekali baru. Di sisi lain, efek negatif terjadi jika aspek koordinasi dan implementasi kebijakan tidak terlihat (Backus dan Driffill, 1985). PSBB ketat di salah satu provinsi pernah dilakukan pada 2020 tanpa penjelasan cukup tentang koordinasi dan implementasi di lapangan dengan pemerintah pusat. Akibatnya, ekspektasi masyarakat bergerak menuju negatif.

Baru setelah implementasinya di lapangan diperjelas melalui komunikasi publik, ekspektasi berubah arah ke positif yang membantu pemulihan ekonomi. Berdasarkan hal itu, improvisasi dalam bentuk PPKM mikro dilakukan ketika resurgensi terjadi pada Januari 2021.

Resurgensi pandemi terjadi sangat cepat sehingga pilihan yang meminimalkan head line effects dan implementation policy delay adalah dengan lebih mengefektifkan/memperketat PPKM mikro dengan melibatkan aparat Kemendagri, TNI-Polri, sampai ke tingkat mikro (RT/RW) atau bahkan ke tingkat ultra mikro (rumah tangga). Penurunan disiplin masyarakat terjadi juga karena faktor kebosanan. Untuk menyadarkan masyarakat diperlukan pendekatan inovatif yang lebih langsung.

Beberapa mulai dilakukan di tingkat nasional dan lokal, seperti membatasi mobilitas penduduk antar aglomerasi, WFH mendekati 100 persen bagi pekerja non-essential, imbauan tokoh masyarakat, patroli prokes oleh pemda, vaksinasi di sentra produksi/pabrik/pasar/perkantoran. Masyarakat juga dilibatkan di tingkat ultra mikro sebagai penambah kredibilitas kebijakan. Apa pun payung kebijakan yang akan dipilih, substansi lebih penting, terutama koordinasi dan implementasi di lapangan.

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 22 Juni 2021. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.