Sosialisasi Hasil Survei Evaluasi Etika Pembelajaran Jarak Jauh Dosen dan Mahasiswa UI 2021

0

Sosialisasi Hasil Survei Evaluasi Etika Pembelajaran Jarak Jauh Dosen dan Mahasiswa UI 2021

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (18/6/2021) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI mengadakan “Sosialisasi Hasil Survei Evaluasi Etika Pembelajaran Jarak Jauh Dosen dan Mahasiswa UI 2021” pada Jumat (18/6). Menghadirkan Teguh Dartanto (Pj. Dekan FEB UI) sebagai pembuka, Prof. Dr. Wisnu Jatmiko (Ketua Program Magister dan Doktor Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer UI) sebagai pemateri, dan para Dewan Guru Besar.

Universitas Indonesia (UI) merupakan perguruan tinggi yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan perilaku, termasuk etika dalam proses pembelajaran. Sejak kehadiran pandemi, metode pembelajaran luring pun berubah menjadi daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ), proses pembelajaran dengan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan interaksi dosen dan mahasiswa untuk mewujudkan capaian pembelajaran. PJJ menggunakan metode daring synchronuous (interaksi aktif dosen dan mahasiswa) dan asynchronuous (video dan forum diskusi) maupun metode hybrid (bauran keduanya).

     

Wisnu menjelaskan, “Etika dalam proses PJJ mengandung nilai dan norma sebagai pedoman proses belajar mengajar untuk meningkatkan pengetahuan, pembentukan sikap, dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Ul, sesuai Peraturan Rektor no. 14 tahun 2019 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Ul.”

“Oleh karena itu, Komite 1 DGB UI merasa perlu melaksanakan survei untuk mengetahui pelaksanaan etika PJJ berdasarkan persepsi dosen dan mahasiswa serta menyusun rekomendasi kode etik dan kode perilaku PJJ, baik selama maupun setelah pandemi. Sementara tujuan khususnya, yakni menggali informasi profil responden menurut fakultas, jenjang, semester, jenis kelamin; memberikan gambaran pelaksanaan etika PJJ berdasarkan persepsi dosen, mahasiswa, dan perbedaan keduanya; menemukan kendala dan saran pelaksanaan etika PJJ,” lanjutnya.

Kerangka penelitian PJJ, bermula dari menentukan tujuan dan sasaran survei, operasionalisasi konsep, menentukan metode pelaksanaan survei, menentukan populasi dan sampel, melakukan survei, menganalisis hasil survei, hingga menentukan kesimpulan dan saran.

Terkait metodologinya, penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif melalui survei di webmail UI. Tim Komite 1 DGB UI mengembangkan instrumen kuisioner, meliputi 7 indikator dan 32 pernyataan berbentuk skala Likert 1 – 4 (tidak pernah – selalu). Indikator pelaksanaan PJJ berupa jadwal dan materi perkuliahan, persiapan perkuliahan, proses perkuliahan, penugasan, pelaksanaan ujian, bimbingan tugas akhir, dan pengharapan setelah pandemi.

     

Populasi penelitiannya adalah seluruh dosen dan mahasiswa UI. Terpilih sampel 743 orang dosen atau 40 persen dari total populasi pada Desember 2020 – Januari 2021. Penentuannya dari tingkat fakultas dan rumpun ilmu. Selain itu, 4936 orang mahasiswa atau 12,5 persen dari total populasi pada Januari 2021. Penentuannya dari angkatan, jenjang, fakultas, dan rumpun ilmu.

Analisis hasil survei menggunakan univariate dan bivariate. Analisis univariate menyajikan hasil analisis skor berbentuk kategorik baik (≥ 3,20) – kurang baik (< 3,20) dan signifikan (selisih > 0,40) – tidak signifikan (selisih ≤ 0,40). Lalu, komponen bivariate mahasiswa mencakup variabel angkatan (2016, 2017, 2018, 2019, 2020), jenjang (S1, S2, S3, Profesi, Spesialis), fakultas (FEB, FH, FIA, FIB, FIK, FISIP, FK, FKG, FKM, FMIPA, FPsi, FT, Farmasi, Fasilkom), dan rumpun ilmu (kesehatan, saintek, soshum).

Kemudian, Wisnu berbagi hasil surveinya, “Penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh dosen dan mahasiswa telah melakukan etika PJJ dengan baik. Berdasarkan angkatan mahasiswa, mahasiswa baru (2020) yang belum pernah ke kampus sangat menunjukkan apresiasi etika PJJ dan upaya dosen. Bahkan, mahasiswa baru 2020 cenderung mengharapkan sistem perkuliahan daring setelah masa pandemi selesai.”

“Sementara mahasiswa angkatan lebih lama (2016-2017) yang mayoritas sudah melakukan tugas akhir tidak cukup menunjukkan apresiasi etika PJJ karena membandingkan situasi interaksi kelas luring yang berbeda dengan iklim kelas daring,” tambahnya.

Kelompok mahasiswa pascasarjana (S2, S3, Profesi, dan Spesialis) lebih berminat pada PJJ dibandingkan mahasiswa sarjana (S1 Reguler, Paralel, dan Internasional). Dengan kata lain, jenjang pendidikan lebih tinggi lebih memilih fleksibilitas pendidikan daring, mengingat mayoritas mahasiswa pascasarjana telah memiliki pekerjaan atau kegiatan lainnya.

Meski demikian, masih perlu memerhatikan dan meningkatkan beberapa hal. Responden mahasiswa mengajukan beberapa saran, di antaranya tentang koneksi internet dan pulsa, memerhatikan penggunaan sistem jaringan yang lebih kuat dan bantuan kuota dari UI, terutama bagi mahasiswa di luar kota; jadwal pembelajaran, menghindari pembelajaran di luar jam kerja normal dan kesehatan jiwa (tidak pada tengah malem atau tanggal libur); beban penugasan, memberikan tugas secara rinci dan bertahap serta mengatur tugas sesuai SKS dan sistem synchronuosasynchronuos; pemberian umpan balik, mengingat komunikasi daring sering terhambat kendala, sebaiknya memberikan umpan balik sesegera mungkin; dan pelaksanaan ujian, mempertimbangkan penegakan nilai etika akademik secara konsisten, pengawasan efektif, penentuan waktu yang tepat, dan tingkat kesulitan pengerjaan soal.

Menutup paparan, Wisnu menyarankan, “Sebaiknya, unit pengelola pendidikan di UI sejak awal perkuliahan menetapkan ketentuan dan memberikan masukan tentang etika PJJ sebagai lesson learned melalui berbagai assessment sehingga perilaku yang berkaitan dengan etika lebih dapat diukur dan ditentukan konsekuensinya secara objektif. Peraturan yang ada tentang etika akademik dan non-akademik di UI belum mencakup etika dalam proses pembelajaran, penelitian, pengabdian masyarakat secara daring. Jadi, perlu mengidentifikasinya di unit akademik masing-masing yang lebih spesifik.”