Departemen Akuntansi FEB UI: Kuliah Umum Wajib Pajak Orang Pribadi

0

Departemen Akuntansi FEB UI: Kuliah Umum Wajib Pajak Orang Pribadi

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (2/6/2021) Natalia Yamin (Direktur Pelayanan Perpajakan KPMG Indonesia) menjadi pemateri dalam Kuliah Umum Perpajakan 1, Departemen Akuntansi FEB UI, dengan  topik bahasan “Wajib Pajak Orang Pribadi” pada Rabu (2/6).

     

Natalia menerangkan, “Orang pribadi (OP) yang wajib memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP) adalah seseorang yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas paling lama 1 bulan setelah usaha berjalan. Lalu, jumlah penghasilan mereka sampai dengan suatu bulan yang terhitung setahun telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Oleh karenanya, OP tersebut wajib mendaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya.”

Berdasarkan PPh Pasal 17, penetapan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi setiap wajib pajak (WP) OP dalam negeri berbeda. Sejak 1 Januari 2009, PKP setahun berdasarkan rupiah (IDR), mulai dari 0-50.000.000 sebesar 5 persen, 50.000.001-250.000.000 sebesar 15 persen, 250.000.001-500.000.000 sebesar 25 persen, hingga 500.000.001 ke atas sebesar 30 persen.

Pengurang penghasilan dalam surat pemberitahuan (SPT), yakni bantuan keagamaan dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Ketentuan bantuan atau sumbangan keagamaan telah tertulis di Peraturan Pemerintah (PER-11/P/2018), di antaranya Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ), Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS), LAZ skala provinsi dan skala kabupaten, atau Lembaga Pengelola Dana Sosial Keagamaan Buddha, Katolik, Kristen, dan Hindu.

WP yang membayar pajak penghasilan (PPh) di awal periode berarti telah melakukan kredit pajak. Jumlah pajak ini merupakan akumulasi dari pajak yang dipungut pihak lain dan dikurang pajak terutang, termasuk PPh yang terutang di luar negeri. Kredit pajak mencakup pajak yang telah dipotong pemberi kerja, dana pensiun, dll (PPh Pasal 21); pajak yang telah dipotong sehubungan dengan pembayaran bunga, royalti, jasa, sewa kendaraan, dll (PPh Pasal 23); pajak yang telah dipotong atau dibayarkan di luar negeri (PPh Pasal 24); dan angsuran yang dibayar oleh WP (PPh Pasal 25).

Natalia juga berbicara mengenai daftar harta dan kewajiban, “Sejak tahun 2001, WP wajib melapor harta dan kewajiban (utang) pada akhir tahun, baik milik sendiri, istri, hingga anak atau anak angkat yang belum dewasa. Terkecuali harta dan kewajiban milik istri yang telah hidup berpisah, istri yang membuat perjanjian pemisahan harta, atau istri yang mempunyai NPWP sendiri dan memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.”

“Apabila suami dan istri hidup bersama tetapi mengadakan perjanjian pisah harta atau menghendaki menjalankan hak dan kewajibannya sendiri—NPWP suami istri terpisah—maka perhitungan kena pajak pada masing-masing suami istri sebesar perbandingan penghasilan neto. Lalu, apabila suami istri hidup berpisah, maka mereka melakukan perhitungan kena pajak dan pengenaan pajak sendiri-sendiri,” lanjutnya.

Indonesia mengenal pembagian subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan subjek pajak luar negeri (SPLN).  Mengacu pada UU Cipta Kerja (Omnibus Law), SPDN merupakan OP warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang bertempat tinggal di Indonesia. Mereka telah berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia. Ke depannya, mereka memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sementara itu, SPLN merupakan OP WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan. Dengan demikian, perolehan penghasilannya dapat terkena pajak oleh otoritas terkait di negara tersebut.

Berikutnya, seseorang yang membayar PPh di LN boleh mengkreditkan PPh terutang di Indonesia. Mereka harus mengkreditkan PPh Pasal 24 di tahun pajak yang sama dengan tahun perolehan penghasilan. Kerugian di LN tidak boleh menjadi pengurang penghasilan lainnya. Pengkreditan perhitungan pajak adalah angka pajak yang lebih kecil, antara pajak yang sebenarnya di LN, pajak yang terutang menurut perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), atau pajak yang terutang menurut undang-undang (UU).

Pada akhir sesinya, Natalia memaparkan beberapa studi kasus seputar perpajakan agar para mahasiswa lebih memahami materi.(hjtp)