Research Seminar: Understanding Consumer Culture Through Critical Realist Lens

0

Research Seminar: Understanding Consumer Culture Through Critical Realist Lens

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (27/5/2021) Anya Safira, S.E., M.Com., pengajar Departemen Manajemen FEB UI menjadi pemateri dalam acara Research Cluster Organizational Transformation, People, and Society bertajuk “Research Seminar: Understanding Consumer Culture Through Critical Realist Lens” pada Kamis (27/5).

   

Anya membagikan kisah pencarian topik yang bermula dari ketertarikannya pada teknik pemasaran Islami dan periklanan. Ia menggabungkan keduanya sehingga menangkat topik periklanan Islami (Islamic advertising).

Lalu, ia menemukan literatur Farm dan Waller (2006) berjudul “Identifying Likeable Attributes: A Qualitative Study of Television Advertisements in Asia” yang membandingkan karakteristik masyarakat di beberapa negara Asia, termasuk Jakarta – Indonesia. Ternyata, masyarakat Jakarta menyukai iklan yang bersifat menawan, menghibur, menampilkan impian, memiliki alur cerita hangat, menyajikan visual indah, dan mengandung nilai religius (terutama nilai Islam).

“Penelitian ini berasumsi bahwa Jakarta – Indonesia memiliki penduduk yang homogen dengan dominasi suku Melayu. Nyatanya, suku yang mendominasi Jakarta terdiri dari Jawa, Sunda, Betawi, dan suku lain di sekitarnya. Selain itu, justru Melayu termasuk suku dengan proporsi kecil di Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan tinjauan pustaka, ia mengidentifikasi keterbatasan penelitian mengenai perspektif dan ekspektasi konsumen terhadap iklan Islami. Kemudian, penelitian topik ini masih kurang menjelajahi konteks di luar Timur Tengah. Padahal, Mayoritas populasi Muslim di dunia bukan di Timur Tengah, melainkan di Asia. Bahkan, menurut data Pew Research Center (2017) tentang 10 negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia, Indonesia menduduki posisi pertama.

Penanaman nilai Islam di Indonesia pun berbeda dengan negara-negara Timur Tengah. Ada potensi interaksi antara Islam dan budaya lokal di Indonesia yang dapat mempengaruhi persepsi umat Islam Indonesia dalam memegang prinsip agama di situasi sehari-hari, seperti saat melihat iklan.

“Penelitian ini mencoba mengisi kesenjangan tersebut dengan menggali lebih jauh persepsi konsumen Muslim Indonesia tentang iklan Islami. Saya melakukan analisis dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya perbedaan persepsi antara Muslim Indonesia dengan karakteristik demografis yang berbeda, seperti perbedaan usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis lokal,” tuturnya.

Menurut Kuhn (1962), paradigma menjadi landasan bidang penelitian karena mengatur apa yang ingin diteliti (what to study), mengapa menelitinya (why to study), dan bagaimana menelitinya (how to study). Guba dan Lincoln (2004) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat keyakinan dasar yang berhubungan dengan prinsip-prinsip inti, spektrumnya mulai dari positivism, post-positivism, critical theory, hingga constructivism.

Ia menjelaskan, “Paradigma merupakan perspektif penelitian yang berisi pandangan peneliti dalam melihat realita, mempelajari fenomena, memilih teknik, mengungkap masalah, dan menafsirkan temuan. Dalam penelitian, saya memilih paradigma post positivism. Post positivism mempercayai adanya kebenaran objektif, tetapi kemampuan tidak akan pernah sempurna karena pengaruh faktor sosial. Peneliti paradigma ini memang cenderung menggunakan teknik kualitatif.”

Anya menyetujui pernyataan Creswell (2003) bahwa dalam praktiknya, penelitian merupakan serangkaian langkah logis, yakni kepercayaan peneliti dalam berbagai perspektif dari para partisipan dan metode pengumpulan dan analisis data kualitatif yang ketat.

Kemudian, ia memilih ontologi critical realism. Sebuah karya Wilkinson (2013) bertema “Islamic Critical Realism” memuat perspektif relevan karena berkaitan dengan sistem kepercayaan Islam yang mempercayai adanya non-material tak terlihat.

Dalam Guba dan Lincoln (2004), epistomologi berarti peneliti dapat menelusuri kebenaran, tetapi tidak dapat menafsirkan sepenuhnya karena keterbatasan. Penelitian “Islamic Critical Realism” memiliki ontologi realisme dan epistemologi relativisme. Umat Islam memandang Al-Quran merupakan bentuk ontologi realisme. Namun, tindakan membaca dan menafsirkan Al-Qur’an merupakan bagian epistemologi relativisme karena menekankan potensi kesalahan manusia dalam menilai dan memutuskan.

Menutup paparannya, Anya telah mengajukan pertanyaan kepada para partisipan dan mengambil kesimpulan. Pertama, arti iklan Islami bagi konsumen Muslim Indonesia, di antaranya mematuhi syariah, mengandung nilai-nilai Islam universal, memuat strategi pemasaran, mencitrakan merek dan produk, serta mewakili tokoh masyarakat. Kedua, faktor budaya dapat mempengaruhi pemahaman dan persepsi konsumen Muslim Indonesia terhadap iklan islami. Terlihat adanya perbedaan karakteristik masyarakat yang signifikan akibat pengaruh budaya timur, budaya barat, dan budaya lokal. Ketiga, ada kemungkinan iklan Islami sesuai atau tidak sesuai dengan konsumen Muslim Indonesia.