LM FEB UI, Webinar BUMN Seri 1 dan 2: 8 Ways of Advancing SOEs Performance dan The Twisted Facts of Public Corporate Performance in 2020

0

LM FEB UI, Webinar BUMN Seri 1 dan 2:

8 Ways of Advancing SOEs Performance dan The Twisted Facts of Public Corporate Performance in 2020

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (28/5/2021) Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) menggelar webinar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui media Zoom dan siaran YouTube, pada Jumat (28/5).

Sesi pertama mengangkat tema “8 Ways of Advancing SOEs Performance” bersama Dr. Willem Makaliwe (Managing Director LM FEB UI dan Pakar Transformasi Strategis), Dr. Yasmine Nasution (Pakar Bisnis BUMN), Arza Faldy P, M.M. (Pakar Manajemen Risiko), dan As Syahidah Al Haq, M.P.P. (Pakar Kebijakan Publik).

   

Willem mengutarakan pandangan LM FEB UI mengenai program pengembangan kinerja BUMN. Kunci keberhasilan restrukturisasi BUMN terletak pada tindakan tegas pemerintah memilih metode paling sesuai dalam pencapaian hasil. Merujuk praktek di banyak negara, ada beberapa metode restrukturisasi, seperti penegakan hukum antara BUMN dan negara, pembentukan holding company (HC), pengelompokan BUMN, pengaruh stakeholders terhadap HC, penunjukkan Komisaris Independen BUMN, pelaksanaan dan penugasan public service obligation (PSO), serta penjualan saham kepada publik.

Bagi Yasmine, pembentukan HC merupakan pilihan paling baik dalam hal optimalisasi manajemen BUMN. HC adalah sebuah konsep kelompok perusahaan yang menempatkan perusahaan utama sebagai pemimpin dari kelompok perusahaan di bawahnya. HC BUMN terdiri atas induk perusahaan (IP) dan anak perusahaan (AP) yang berbentuk strategic HC atau financial HC.

Dalam jangka pendek, operational HC akan melepas unit operasional dan menjadi strategic HC agar fokus mengarahkan AP dari BUMN. Jika beberapa BUMN telah berubah menjadi HC, maka dapat tercipta pemerataan distribusi dukungan (share support) sumber daya manusia, peralatan, ataupun fasilitas teknologi dan informasi.

Pengelompokan BUMN (clustering) dalam HC dapat mengikuti skema berdasarkan rantai pasokan, kesamaan bisnis, atau pertimbangan lain. Penentuan skema merupakan wewenang Kementerian BUMN yang telah melakukan pendalaman. Adanya dinamika industri dan kompetensi manajemen HC menyulitkan dalam melakukan perbandingan skema. Oleh karena itu, urgensi pengelompokan terletak pada keputusan pemilihan skema dan implementasi skema secepatnya.

“Memang ada banyak rencana terkait pengelompokan BUMN. Pembentukan HC merupakan portofolio usaha milik negara. Nantinya, negara sebagai stakeholder harus memiliki sebuah lembaga untuk meningkatkan pengelolaan BUMN dan mengawasi pengelolaan portofolio usaha. Tak kalah penting, HC pun jangan sampai menjadi hambatan birokrasi ke depannya,” ujarnya.

   

Lalu, Arza membahas tentang kompetensi komisaris, “Penunjukan Komisaris Independen BUMN dan Direksi BUMN mengikuti prosedur fit and proper sehingga kompetensi menjadi syarat mendasar. Harapannya, setiap Dewan Komisaris memiliki kompetensi yang memadai dalam konteks pengawasan. Selain itu, mereka pun sebaiknya terus menambah wawasan seputar industri dan stakeholders.”

Ia beralih ke penegakan hukum seputar kerugian BUMN. Sebenarnya, kerugian BUMN akibat business judgement rule dalam kerangka good corporate governance bukanlah kerugian negara. Namun, performa BUMN yang terbukti menerima pengaruh motif persekongkolan jahat adalah kerugian negara. Maka, investigasi hukum harus menjalankan mekanisme tertentu untuk mengetahui motif persengkokolan jahat tersebut.

Syahidah menjelaskan perbedaan antara good judgement dan bad judgement di BUMN saat terjadi kerugian, “Pada dasarnya, ada beberapa indikator yang dapat menentukan suatu permasalahan termasuk good judgement atau bad judgement. Perusahaan boleh saja mengambil langkah business judgement rule, tetapi harus memenuhi seluruh persyaratan, misalnya keputusan besar telah melalui beberapa persetujuan dari pihak terkait. Apabila memenuhi aturan dan memiliki bukti, maka sudah masuk ke dalam kategori good judgement. Meskipun perusahaan mengalami kerugian akibat keputusan tersebut.”

Selanjutnya, sesi kedua mengangkat tema “The Twisted Facts of Public Corporate Performance in 2020” bersama Dr. Willem Makaliwe (Managing Director LM FEB UI dan Pakar Transformasi Strategis), Dr. R. Nugroho Purwantoro (Pakar Bisnis Global), dan Lisa Fitrianti Akbar, M.M., (Pakar Perbankan dan Sektor Keuangan).

Pakar yang hadir membicarakan fakta performa korporasi publik selama pandemi. Willem memaparkan beberapa catatan menarik milik LM FEB UI yang penting untuk dasar acuan restrukturisasi BUMN di masa depan. Ia menerangkan, “Dari 349 korporasi terbuka, 249 korporasi (71,3 persen) mencatatkan performa laba bersih dengan 103 korporasi di antaranya menunjukkan laba bersih yang meningkat. Sementara itu, 100 korporasi (28,7 persen) mengalami rugi bersih.”

Dari 17 BUMN yang telah publikasi laporan tahun 2020, 12 korporasi (70,6 persen) mencatatkan performa laba bersih dengan rincian 4 korporasi mengalami kenaikan laba bersih dan 8 mengalami penurunan laba bersih.

   

Lisa mengatakan, “Ada 5 korporasi BUMN mengalami kerugian bersih, yakni Jasa Marga, Angkasa Pura I, Waskita Karya, Timah, dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Di industri konstruksi memang terjadi kenaikan beban pinjaman yang tinggi, terutama beban pinjaman dalam mata uang asing. Pandemi menimbulkan dampak terhadap realisasi target pada 2020, misalnya dari 5 rencana ruas jalan tol, hanya 1 yang telah terealisasi,”

“Lalu, perusahaan penerbangan Angkasa Pura I terdampak karena adanya penurunan jumlah penumpang yang signifikan akibat pembatasan sosial. Kita mengetahui bahwa selama ini perusahaan timah telah merugi. Namun, perusahaan ini justru bisa menekan kerugian pada 2020,” tambahnya.

Kontraksi PDB menghantar penurunan sektor properti, perdagangan, dan infrastruktur. Data basis mikro korporasi menggambarkan kontraksi pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar -2,07 persen. Berbeda dengan krisis moneter 1998 yang memukul sisi permintaan dan sisi penawaran sekaligus, pandemi 2020 lebih mempengaruhi permintaan agregat.

Menurut Nugroho, situasi terburuk sudah terlewati. Saat ini, masyarakat Indonesia harus optimis akan ada perbaikan di masa mendatang. Namun, perbaikan memang membutuhkan proses. Saat ini, kebijakan pembatasan masih membuka kesempatan korporasi menjalankan usaha dengan protokol kesehatan yang ketat. Dengan kata lain, sejak pandemi terjadi, korporasi bisa menyesuaikan sehingga memperlihatkan performa bertahan, bahkan sebagiannya bertumbuh.

Seminar ini memuat hasil penelitian BUMN Research Group (BRG) LM FEB UI. BRG adalah sebuah unit strategis di bawah LM FEB UI untuk menghasilkan kajian dan publikasi—dari aspek akademis dan praktis—yang berkontribusi terhadap pengembangan daya saing BUMN di Indonesia. Seri seminar ini bertujuan mensosialisasikan penelitian BRG ke masyarakat, sebagai bentuk kontribusi nyata BRG kepada pembangunan bangsa dan negara, khususnya di bidang pengembangan BUMN.