Kuliah Umum Magister Manajemen FEB UI: Strategi Perdagangan Internasional dan Upaya Indonesia Meningkatkan Perannya di Global Value Chain

0

Kuliah Umum Magister Manajemen FEB UI

Strategi Perdagangan Internasional dan Upaya Indonesia Meningkatkan Perannya di Global Value Chain

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK-(26/4/2021) Magister Manajemen FEB UI mengadakan kuliah umum bersama Kementerian Perdagangan. Menghadirkan Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan Republik Indonesia sebagai pemateri, dengan mengusung topik “Strategi Perdagangan Internasional dan Upaya Indonesia Meningkatkan Perannya di Global Value Chain” pada Senin (26/4). Hadir  Prof. Ari Kuncoro, Ph.D. (Rektor UI) membuka acara, serta Prof. Rofikoh Rokhim, Ph.D (Ketua Program Studi MM FEB UI) sebagai pemandu acara.

   

Dalam sambutannya, Prof Ari menuturkan, “Krisis pandemi COVID-19 yang semula hanya masalah kesehatan, kini merambat cepat menjadi pemicu masalah ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) menilai proyeksi ekonomi Indonesia tahun 2021 akan bertumbuh sebesar 4,8 persen. Kuliah umum ini untuk berbagi pemahaman seputar kebijakan pemulihan ekonomi Indonesia, melalui perdagangan di kancah internasional dan partisipasi di global value chain.”

Menteri Lutfi mengungkapkan, “Berdasarkan data milik BPS, selama 2020, kontribusi produk domestik bruto (PDB) terbesar ada pada sektor konsumsi sebanyak 58,96 persen. Disusul investasi 31,73 persen, ekspor 17,17 persen, belanja pemerintah 9,29 persen, perubahan inventori 0,63 persen, impor -16,02 persen, dan diskrepansi -1,76. Jadi, konsumsi termasuk penopang dan penggerak utama perekonomian Indonesia.”

Ia membandingkan data neraca perdagangan Indonesia, terutama bidang ekspor dan impor. Terlihat bahwa di tengah pandemi dan gejolak ekonomi global, neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2020 mencapai surplus yang mengejutkan sebesar USD 21,7 miliar. Namun, terjadi penurunan sektor konsumsi di bidang industri otomotif, penjualan sepeda motor menurun hingga 42 persen per tahun dan penjualan mobil menurun lebih dari 48 persen per tahun.

Menurut Lutfi, apabila konsumsi terganggu, maka penyerapan tenaga kerja pun terganggu. Tak menutup kemungkinan pula industri rantai pasokan di Indonesia akan dengan mudah memindahkan pabrik mereka ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif berupa pemangkasan pajak barang mewah mobil 1.500 cc ke bawah dan industri properti dengan modal di bawah 2 milliar.

     

Lalu, neraca perdagangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2021 mencapai surplus USD 5,52 milliar. Indonesia tengah melakukan revolusi, dari negara produksi barang mentah dan barang setengah jadi menjadi negara produksi barang industri dan barang industri berteknologi tinggi. Terbukti, impor barang konsumsi meningkat 14,26 persen, barang setengah jadi meningkat 10,16 persen, dan barang modal meningkat 11,47 persen.

Angka ekspor non-migas membukukan kenaikan sebesar 17,14 milliar dollar dengan produk unggulan besi baja, kendaraan dan suku cadang, serta perhiasan. Keberhasilan sektor non-migas Indonesia tak lepas dari kerja sama hilirisasi produk nikel dengan Cina. Kini, Indonesia menjadi negara penghasil produk stainless steel terbesar kedua di dunia.

Selain itu, negara kerja sama ekspor terbesar lainnya adalah Amerika Serikat, Jepang, Singapura, India, Belanda, Jerman, Switzerland, Italia, dan Spanyol. Saat ini, Kementerian Perdagangan telah membuat perjanjian perdagangan khusus dengan negara-negara lainnya, seperti European Chapter dan Turki Chapter.

“Pada masa mendatang, kolaborasi menjadi penting bagi ekonomi Indonesia dalam menghadapi super cycle economy, sebuah fenomena terjadinya kenaikan harga komoditas tertentu dalam jangka panjang. Sebagian besar negara sudah mulai menimbun komoditas penting dalam jumlah besar, terutama komoditas energi, makanan pokok, dan pakan ternak. Indonesia perlu melakukan hal yang sama untuk memitigasi risiko kelangkaan. Maka sudah seharusnya Indonesia melakukan hilirisasi industri secara cepat melalui kolaborasi industri dengan negara lain,” ujar Lutfi menutup sesinya. (hjtp)