Seri Kuliah Umum MPKP FEB UI, “Evidence-Based Fiscal Policies at Micro Level: Lessons from Australia”

0

Seri Kuliah Umum MPKP FEB UI, “Evidence-Based Fiscal Policies at Micro Level: Lessons from Australia”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (22/4/2021)  Associate Professor (National Centre for Social and Economic Modelling, Institute for Government and Policy Analysis) University of Canberra, Yogi Vidyattama, Ph.D., menjadi narasumber dalam Seri Kuliah Umum Magister Perencanaan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (MPKP) FEB UI untuk mata kuliah Forum Pembangunan Indonesia, bertajuk “Evidence-Based Fiscal Policies at Micro Level: Lessons from Australia” yang dipandu oleh Muhammad Halley Yudhistira, Ph.D., Ketua Program Studi MPKP FEB UI, pada Kamis (22/4/2021).

Dalam paparannya, Yogi Vidyattama, menyampaikan bahwa kebijakan berbasis bukti dapat diartikan bahwa untuk mencapai suatu kebijakan pemerintah perlu mengumpulkan dan memperlihatkan bukti yang melandasi kebijakan tersebut. Namun bukti tidaklah menjadi alat utama pengambilan kebijakan karena pengambilan kebijakan diambil dalam ranah politik dimana berbagai kepentingan diperbandingkan. Oleh sebab itu, bukti yang berkenaan dengan kebijakan berbasis bukti berkaitan dengan nilai yang dianggap penting dan akan ditawarkan oleh pemerintahan kepada konstitusinya termasuk dalam hal peraturan fiskal di Australia. Apabila pemerintah menganggap pertumbuhan ekonomi yang paling penting maka bukti yang dipersiapkan berhubungan dengan pertumbuhan tersebut sebagai pelengkap negosiasi politik.

Pada kenyataannya, bukti seringkali berhubungan dengan apa yang ingin ditawarkan oleh pemerintah atau apa yang diperjuangkan dari masyarakat atau pihak oposisi. Oleh karena itu, sering kali dipelajaran ekonomi, kita bicara suatu masalah yang positif dan normatif. Positif sesuatu yang bisa dibuktikan sedangkan normatif berdasarkan suatu norma-norma tertentu. Dalam proses politik untuk menjadi suatu kebijakan kedua hal ini memegang peran, norma apa yang akan dipegang, tujuan apa yang akan dicapai dan adakah bukti bahwa kebjakan yang diambil dapat mencapainya. Jadi, bukti tidaklah menjadi pertimbangan terakhir dalam pengambilan kebijakan.

Terlebih lagi, bukti yang berdasarkan model bertitik pada penyederhanaan masalah, waktu kejadian, dan momentum yang tepat. Karena itu peran bukti dalam pengambilan kebijakan hanyalah sebagai alat bukan penentu.

“Bukti dalam kebijakan terdapat tiga bagian, yaitu berkenaan dengan target, pilihan yang ada dan dampak. Dampak berhubungan dengan kerugian dan keuntungan. Kerugian bisa berupa defisit anggaran, berkurangnya penerimaan, dan lainnya. Sedangkan, keuntungan bisa berupa kenaikan penerimaan anggaran, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Target berhubungan dengan siapa saja bagian masyarakat yang sebenarnya dirugikan atau diuntungkan. Sedangkan pilihan yang ada disiapkan untuk memperlihatkan beberapa kemungkinan kebijakan yang bisa diambil termasuk juga bila tidak ada kebijakan baru yang diambil. Perhitungan akan dampak dari berbagai pilihan itu terhadap masyarakat akan menjadi bukti akan ditawarkan oleh siapa yang akan menjalankan kebijakan tersebut,” demikian Yogi menutup sesinya.