MEKK FEB UI bersama Visiting Professor Nanyang Technological University Seri-1: Behavioral Economics

0

MEKK FEB UI bersama Visiting Professor Nanyang Technological University

Seri-1: Behavioral Economics

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (17/4/2021) Prof. Yohanes Eko Riyanto (Nanyang Technological University, Singapura) menjadi pemateri dalam rangkaian acara Visiting Professor untuk Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan (MEKK) FEB UI. Seri pertama mengusung topik “Behavioral Economics” pada Sabtu (17/4).

   

Yohanes menyampaikan, “Ekonomi mempelajari tentang pelaku ekonomi, baik konsumen, produsen, maupun perusahaan dalam mengambil keputusan, berupa penggunaan barang atau pengambilan tindakan. Studi mengatakan bahwa pelaku ekonomi bersifat rasional (mengambil pilihan dengan keuntungan lebih banyak), konsisten (mengambil pilihan yang sama atau tetap), dan egois (memikirkan kesejahteraan diri sendiri). Pelaku ekonomi akan melihat peluang dan kendala pengambilan keputusan untuk memaksimalkan utilitasnya.”

“Berbeda sudut pandang dengan ekonomi, psikologi mempelajari tentang pikiran seseorang dalam mengambil keputusan. Psikologi akan mengidentifikasi pengaruh fungsi mental pada perilaku. Studi mengatakan bahwa seseorang memiliki batasan psikologis, misalnya keterbatasan persepsi, kognisi, perhatian, dan emosi. Pandangan kedua teori tersebut terhadap seseorang tentu bertentangan,” sambungnya.

Kombinasi antara ekonomi dan psikologi menciptakan ekonomi perilaku, yang mempelajari pengaruh keterbatasan psikologis terhadap pengambilan keputusan ekonomi. Ekonomi perilaku secara teori berarti pemodelan matematis pengambilan keputusan individu. Individu memaksimalkan fungsi objektif (misalnya utilitas) yang menggabungkan aspek perilaku untuk mendapatkan prediksi teoritis. Ada beberapa tokoh penting dalam bidang ekonomi perilaku, seperti Daniel Kahneman, Richard Thaler, dan Amos Tversky.

Ekonomi mengasumsikan bahwa individu memiliki preferensi (utilitas) yang stabil dan koheren. Lalu, mereka memaksimalkan nilai harapan dari preferensi tersebut sehingga mengarah pada keputusan rasional. Sementara itu, ekonomi perilaku berupaya memberikan dasar yang lebih realistis dan menjelaskan alasan seseorang mungkin membuat keputusan yang tampaknya tidak rasional.

Yohanes menjelaskan topik luas dalam ekonomi perilaku, yakni rasionalitas terbatas (bounded rationality), pengendalian diri terbatas (bounded self-control), dan kepentingan diri terbatas (bounded self-interests).

Rasionalitas terbatas, model ekonomi standar yang memandang seseorang membuat keputusan yang tampaknya tidak rasional karena keterbatasan kognitif, ketidakmampuan mengolah informasi kompleks, dan sebagainya. Pengendalian diri terbatas, model ekonomi standar yang memandang seseorang memaksimalkan utilitas seketika dari pengambilan keputusan pada setiap periode waktu. Kepentingan diri terbatas, model ekonomi standar yang memandang seseorang memaksimalkan utilitas dari kekayaan materi sendiri.

Yohanes mengingatkan bahwa tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan signifikan antara teori ekonomi dengan kebijakan ekonomi pada kehidupan nyata, “Misalnya saja, teori ekonomi mengasumsikan bahwa seseorang dapat mengevaluasi prospek berisiko berdasarkan kekayaan (bersih) keseluruhan, peluang terjadi, dan prediksi utilitas yang berasal dari kekayaan bersih ini. Kenyataannya tidak benar, seseorang justru tidak melihat kekayaan secara keseluruhan, melainkan hanya pada untung dan rugi. Mereka menanggapinya secara berbeda.”

Kebanyakan orang menghindari risiko dalam keuntungan dan mencari risiko dalam kerugian. Penghindaran kerugian (loss aversion) berarti seseorang cenderung memilih untuk menghindari kerugian daripada memperoleh keuntungan yang setara.

Yohanes memaparkan penelitian Babcock, Loewenstein, dan Thaler (1997) terhadap pengemudi taksi di kota New York mengenai penghindaran risiko. Sopir taksi menyewa taksi dari sebuah perusahaan selama 12 jam dengan pembayaran di muka. Pengemudi dapat mengumpulkan bayaran dari penumpang sesuai penetapan tarif sebelum waktu sewa berakhir. Ternyata, pengemudi taksi merencanakan waktu bekerja untuk mencapai target pendapatan harian.

Mereka enggan merugi karena cenderung tidak suka merasa kehilangan uang daripada menerima keuntungan, meski dengan jumlah yang sama. Akibatnya, para pengemudi tidak mau berhenti kerja sebelum mencapai target hariannya. Namun, ketika sudah mencapai target tersebut, mereka tidak begitu antusias untuk naik lebih tinggi.

“Seseorang memperlakukan keuntungan dan kerugian secara berbeda. Teori ekonomi standar mengatakan bahwa pilihan harus konsisten karena keduanya merupakan masalah yang identik. Setiap orang menunjukkan berbagai bias dan batasan perilaku sistematis yang mengarah pada pilihan yang tampaknya tidak rasional. Memahami bias dan batasan perilaku tersebut dapat memperkaya dan menawarkan beberapa perspektif tentang teori ekonomi. Keduanya memiliki dampak besar pada keputusan ekonomi masyarakat dan keberhasilan kebijakan publik,” tutupnya.(hjtp)