LPEM FEB UI Gelar Talkshow “Menakar Kekuatan Sektor Pertanian Sebagai Penopang Ekonomi Nasional”

0

LPEM FEB UI Gelar Talkshow “Menakar Kekuatan Sektor Pertanian Sebagai Penopang Ekonomi Nasional”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK (23/2/2021) Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengadakan Talkshow dengan topik “Menakar Kekuatan Sektor Pertanian Sebagai Penopang Ekonomi Nasional” yang digelar melalui virtual, pada Selasa (23/2/2021). Acara ini dibuka oleh Riatu M. Qibthiyyah, Ph.D., Kepala LPEM FEB UI.

Narasumber Talkshow ini adalah Nur Indah Kristiani, M.S.E., Koordinator Fungsi Konsolidasi Neraca Produksi Nasional di Badan Pusat Statistik, Dr. Ir. Riyanto, M.Si., Peneliti Senior LPEM FEB UI, Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D., Dewan Guru Besar FEB UI, Dr. Jamhari, S.P., M.P., Dekan Fakultas Pertanian UGM, DR. Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, DESS, M.Sc., Anggota Komisi IV DPR RI, dengan moderator Mohamad D. Revindo, Ph.D., Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM FEB UI.

Nur Indah Kristiani, narasumber pertama, menyampaikan sektor pertanian di masa pandemi Covid-19 mampu mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Pada 2020, sub sektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian tumbuh 1,75%, sedangkan kehutanan minus 0,03% dan perikanan tumbuh 0,73%. Sementara, lapangan usaha di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada 2020 tercatat tumbuh di beberapa daerah. Misalnya, Jawa naik 34,96%, Sumatra naik 2 berbagai 39%, Kalimantan naik 0,26%, Sulawesi naik 0,37%, dan Maluku dan Papua naik 0,15%.

Apabila kita lihat dari perdagangan produk pertanian ke luar negeri juga mengalami kenaikan sebesar 14% dengan tiga komoditas utamanya, berupa kopi, tanaman obat dan rempah. “Ke depannya, sektor pertanian mempunyai peluang besar untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Kenyataannya sampai saat ini rata rata pendapatan petani mencapai 1,9 juta dan membuat lapangan usaha pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 13 persen,” ucap Indah.

Riyanto, narasumber kedua, menjelaskan bahwa pertanian memiliki kekuatan lebih besar dari industri, karena memiliki produk unggulan, pangan dan perkebunan, dan perikanan. Efek pengganda dari sektor pertanian bisa dirasakan untuk seluruh sektor, khususnya industri. Berdasarkan perhitungannya, setiap 1% pertumbuhan pertanian berarti ada 1,36% pertumbuhan di industri. Artinya, pertanian itu selalu menjadi bahan baku industri. Makanya hulu ke hilir memiliki dampak positif. Maka, subsektor manufaktur yang seharusnya didorong ialah pertanian.

“Pertanian selalu berkontribusi dalam menopang dan mampu menghela nafas ketika ekonomi sedang krisis. Tapi, sebaliknya ketika dalam kondisi normal, orang sering melupakan kontribusi pertanian. Maka dari itu, pemerintah harus bekerja ekstra terhadap sektor pertanian agar kecenderungan ekspor dan membatasi impor,” kata Riyanto.

Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, narasumber ketiga, memaparkan bahwa sektor pertanian dapat menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang terkena dampak langsung Covid-19 berkepanjangan. Semua elemen bangsa untuk menjaga dan merawat ketersediaan pangan nasional yang sejauh ini masih dalam kondisi baik.

Dorodjatun mengungkapkan masalah-masalah Indonesia dalam jangka-panjang dan mungkin akan mulai terlihat gelagatnya sejak tahun 2022 adalah yang sudah diketahui lama berada di dalam sitkon struktural kegiatan sektor pertanian pada umumnya. Isu ‘Kesenjangan Kepemilikan Lahan dan Marjinalisasi Masyarakat Petani’, yang sejak dulu sangat mencolok merupakan isu Jawa secara keseluruhan, dewasa ini mulai merayap ke beberapa provinsi di luar Jawa. Maka ke depan mayoritas petani Indonesia akan merupakan ‘petani gurem’ yang prospeknya serba sulit, baik di dalam maupun di luar sektor pertanian.

“Seperti yang disampaikan oleh sebuah studi terkini tentang ‘agriculture households’ di Indonesia, yang dikaitkan dengan isu-isu ‘land and labor mobility on welfare and poverty dynamics’, kejadian tersebut akan mempersulit upaya-upaya Indonesia di masa akan datang yang tampak pada sitkon food security,” tandas Dorodjatun.

Jamhari, narasumber keempat, mengatakan sektor pertanian memiliki peran berupa penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, penyedia bahan pakan dan bioenergi, sumber utama pendapatan rumah tangga pedesaan, penyumbang PDB, dan penghasil devisa negara. Pada dasarnya, pertanian tidak bisa dilepaskan, baik dalam kondisi normal maupun tidak normal. Kita lihat saja sekarang tidak akan ada restoran, mie instan, dan industri manufaktur lainya tanpa adanya tanaman padi dan pertanian lainnya.

“Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan tanam dan membentuk karakter konsumsi pangan lokal secara masif di masing-masing daerah. Hal ini, supaya pangan kita beragam dan mengkapitalisasinya dengan pangan lain,” tutur Jamhari.

Endang Setyawati Thohari, narasumber kelima, menambahkan kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran Kementerian Pertanian hingga Rp6 triliun sangat disayangkan dan membuktikan bahwa political will negara tidak menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas.

“Ke depan, political will yang berpihak pada sektor pertanian akan kita perjuangkan. Sebab bangsa yang kuat adalah bangsa yang berdaulat terhadap pangan. Pangan sebagai soal mati hidupnya sebuah bangsa,” demikian Endang menutup sesinya.

 

Berita juga dimuat pada: http://share.babe.news/s/MRyYdeQdvR