Webinar TERC Tax Update: Indonesia Tax Expenditure Report

0

Webinar TERC Tax Update: Indonesia Tax Expenditure Report

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK-(28/01/2021) Tax Education and Research Center (TERC) FEB UI menggelar “Webinar TERC Tax Update: Indonesia Tax Expenditure Report” pada Kamis (28/01). Menghadirkan narasumber Pande Putu Oka Kusumawardhani, S.E., M.M., M.P.P., CA, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI dan Vid Adrison, Ph.D., Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI. Webinar dipandu oleh Riatu Mariatul Qibthiyyah, Ph.D., Kepala LPEM FEB UI.

     

Oka dalam materinya “Indonesia Tax Expenditure Report: Overview TER 2019” memaparkan, “Di situasi pandemi saat ini, berbagai negara di dunia mengalami tekanan kesehatan yang punya efek domino terhadap sektor-sektor ekonomi. Dalam pemulihan ekonomi nasional, perlu melakukan kebijakan fiskal, salah satunya adalah pelebaran defisit. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk dari sisi aspek perpajakan tanpa menggerus kemampuannya untuk terus berkelanjutan.”

Kementerian Keuangan mulai berinisiatif merilis informasi laporan belanja perpajakan sehingga dapat diakses oleh semua masyarakat. Penyusunan dokumen dalam rangka menyediakan informasi terkait besarnya penerimaan pajak yang tidak terkumpul akibat adanya kebijakan khusus.

Belanja perpajakan (tax expenditure) dapat dipahami sebagai penerimaan perpajakan yang hilang atau berkurang sebagai akibat dari adanya ketentuan khusus yang berbeda atau deviasi dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system) kepada subjek dan objek pajak dengan persyaratan tertentu. Basis data pengumpulannya berasal dari laporan wajib pajak dalam SPT tahunan.

Insentif perpajakan terbagi menjadi dua jenis, yakni termasuk dalam kategori belanja perpajakan dan tidak termasuk dalam kategori belanja perpajakan. Pajak akan masuk dalam kategori belanja perpajakan apabila sesuai dengan cakupan dan benchmark yang telah ditentukan.

“Adapun metode yang digunakan untuk mengestimasi besaran belanja perpajakan adalah metode revenue forgone, yaitu dengan menghitung selisih antara potensi penerimaan pajak yang diperoleh tanpa adanya belanja perpajakan dengan penerimaan pajak akibat adanya ketentuan belanja perpajakan,” jelas Oka.

Kementerian Keuangan terus menyempurnakan laporan belanja perpajakan dengan menambahkan cakupan jenis pajak, bab evaluasi fasilitas tax allowance, dan bab baru terkait fasilitas yang tidak termasuk belanja perpajakan. Hal ini karena belanja perpajakan bertujuan menyejahterakan masyarakat dan UMKM.

Hasil estimasi belanja perpajakan terbagi ke dalam lima kategori, yakni berdasarkan jenis pajak, subjek, sektor perekonomian, tujuan, serta fungsi belanja pemerintah dalam APBN. Estimasi belanja perpajakan berdasarkan fungsi belanja pemerintah mencakup bidang ekonomi, pelayanan umum, perlindungan sosial, kesehatan, pendidikan, perumahan dan fasilitas umum, perlindungan lingkungan hidup, serta agama,” tutup Oka.

     

Vid dalam materinya “Belanja Perpajakan: Konsep dan Pemanfaatannya” menjelaskan, “Dari sisi  ekonomi, tujuan kebijakan publik hanya memperbaiki efisiensi alokasi sumber daya (economic efficiency) dan distribusi kesejahteraan (equity). Saat terjadi perubahan perilaku agen ekonomi, maka akan terjadi pula perubahan economic efficiency dan equity sehingga implikasinya pada penerimaan atau biaya.”

Belanja perpajakan (tax expenditure) memiliki instrumen untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, seperti peningkatan investasi, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, untuk meningkatkan distribusi kesejahteraan, seperti penurunan ketimpangan pendapatan antar sektor, region, atau kelompok masyarakat.

“Dalam penerapan belanja perpajakan, sebenarnya tidak ada aturan praktis atau rule of thumb terkait dengan pemberian fasilitas belanja. Lebih baik memandang aturan praktis sebagai prosedur analitis untuk menentukan penerapan kebijakan. Pemberian fasilitas pajak sangat tergantung dari tujuan suatu kebijakan,” ujar Vid.

Kementerian Keuangan melaporkan belanja perpajakan sebagai bentuk untuk memenuhi aspek tranparansi, akuntabilitas, serta instrumen pengawasan dan evaluasi. Selanjutnya, dokumen belanja perpajakan tersebut diinformasikan kepada publik secara berkala.

“Saya mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan untuk memberikan laporan belanja pajak. Seperti yang diketahui, tax ratio Indonesia kian menurun. Oleh karena itu, pemberian fasilitas perpajakan harus tepat, hindari redundancy, dan hindari ineffective policy. Apabila sudah memahami perilaku agen ekonomi dengan baik, maka akan mudah menghindari redundancy dan ineffective policy serta mengidentifikasi sistem insentif kebijakan agar tercipta perubahan perilaku agen ekonomi ke arah yang diinginkan,” tutup Vid.