Webinar Series LPEM FEB UI, IBEF, Nudge Plus, Behavioural Economics and Laboratory Experiment: Social Preference and Norms

0

Webinar Series LPEM FEB UI, IBEF, Nudge Plus, Behavioural Economics and Laboratory Experiment: Social Preference and Norms

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK-(27/01/2021) Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI berkolaborasi dengan Indonesia Behavioral Economics Forum (IBEF) dan Nudge Plus menggelar Webinar Series Behavioural Economics and Laboratory Experiment. Webinar seri kedua menghadirkan narasumber Muhammad Ryan Sanjaya, Ph.D., pengajar di Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gajah Mada (UGM) dengan topik “Social Preference and Norms” pada Rabu (27/01).

   

Sanjaya menjelaskan, “Dalam teori standar tentang preferensi, individu biasanya diasumsikan berperilaku secara rasional. Rasionalitas didefinisikan berdasarkan himpunan aksioma, dalam hal ini ada axioma completeness, transivity, continuity, strict monotonicity, dan strict convexity. Pada akhirnya, akan membentuk sebuah kurva indiferen (indifference curve).”

Rasionalitas individu oleh rumah tangga dan perusahaan dianggap sebagai kekuatan penggerak pertukaran pasar. Seluruh ekonomi arus utama dibangun di sekitar premis ekuilibrium parsial dan umum, hipotesis ekspektasi rasional, serta informasi yang sempurna. Akibatnya, segala sesuatu yang dianggap “irasional” seperti identitas individu dan identitas sosial menjadi kurang atau bahkan tidak penting.

Dalam teori non-standar tentang preferensi, preferensi yang dipengaruhi oleh sesuatu di luar individu (other-regarding preferences) terbagi menjadi tiga kategori, preferensi sosial (social preferences), preferensi yang saling bergantung (interdependent preferences), serta timbal balik berbasis niat (intention-based reciprocity). Preferensi sosial juga terdiri dari tiga tipe, yakni altruism atau menyukai tindakan sosial, inequity aversion atau menghindari ketimpangan, serta spite atau tidak menyukai tindakan sosial.

“Pada dasarnya, norma sosial menunjukkan perilaku seperti apa yang diharapkan dalam sekelompok orang. Ada beberapa masalah menarik terkait norma sosial. Pertama, kepercayaan dan terpercaya. Kedua, hubungan timbal balik, aturannya adalah perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan,” ujar Sanjaya.

“Kuran dalam “Ethnic Norms and Their Transformation through Reputational Cascades” menjelaskan bahwa individu dalam komunitas akan berusaha meningkatkan reputasi etnisnya untuk mendapatkan kredensial yang baik atau disebut dengan etnifikasi. Etnifikasi tidak terbatas pada perilaku sehari-hari, tetapi juga pada penggunaan atribut etnis. Kebencian etnis sebagai impilkasinya lebih kepada efek samping, bukan hasil atau akibat utama dari proses tersebut. Sementara itu, hasil dari norma sosial bisa menimbulkan tekanan dari rekan atau memanfaatkan identitas sosial,” sambungnya.

Sebelum menutup sesinya, Sanjaya menuturkan bahwa teori itu abstrak. Namun, teori dapat mendorong penelitian empiris yang baik untuk memahami atau memecahkan masalah dunia nyata. Penelitian empiris mungkin juga memiliki implikasi langsung terhadap kebijakan.