Kiki Verico: Optimizing Indonesia’s dual engine of economic growth

0

Kiki Verico: Optimizing Indonesia’s dual engine of economic growth

Kiki Verico: Mengoptimalkan mesin ganda pertumbuhan ekonomi Indonesia

 

DEPOK – (23/11/2020)

Sebelum pandemi melanda perekonomian Indonesia pada kuartal kedua tahun 2020, kualitas pertumbuhan ekonomi negara terlihat jelas. Indikator seperti pengangguran terbuka menurun, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi aktual Indonesia lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi minimumnya untuk menciptakan lapangan kerja. Laju inflasi Indonesia pada saat itu menunjukkan optimisme pasar dengan inflasi aktual yang lebih tinggi dari inflasi yang diharapkan.

Selain itu, baik indikator ketimpangan pendapatan maupun angka kemiskinan juga mengalami penurunan. Dari perspektif kebijakan publik, selain investasi infrastruktur yang besar, fokus Indonesia terletak pada faktor endogen, sumber daya manusianya. Indonesia mengakui bahwa berinvestasi pada sumber daya manusia melalui kebijakan pendidikan dan kesehatan adalah kunci pembangunan. Indonesia mengakui transformasi ekonomi yang diciptakannya tidak akan berjalan maksimal tanpa pengembangan sumber daya manusia.

Namun, pada awal tahun 2020, wabah virus global menjadikan kinerja ekonomi yang kuat itu terbalik, termasuk di Indonesia. Pandemi ini menempatkan pertumbuhan endogen pembangunan dan kapita manusia pada risiko yang sangat tinggi.

Menurut data makroekonomi terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 5 November, perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga ini lebih baik daripada kuartal kedua. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah yang signifikan untuk mempercepat pengeluaran anggaran guna meredam dampak pandemi terhadap perekonomian.

Selain itu, juga menunjukkan ketangguhan dan ketangkasan ekonomi Indonesia. Pertama, karena pertumbuhan sektor manufaktur unggulan, belanja rumah tangga, dan Pulau Jawa pada triwulan III membaik dibandingkan triwulan II. Yang terakhir ini karena pertumbuhan ekonomi total tetap lebih baik dibandingkan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak signifikan telah mengalami diversifikasi produk untuk mengimbangi sumber pertumbuhan ekonomi utamanya.

Terdapat pertumbuhan ekonomi dual-engine di semua negara, termasuk Indonesia, yang dapat dioptimalkan oleh negara manapun menjelang tahun 2021. Mesin pertama adalah belanja konsumen dan belanja pemerintah, sedangkan mesin kedua adalah investasi dan ekspor bersih. Untuk menjaga tingkat penghematan, kedua mesin harus bekerja secara bersamaan. Jika mesin pertama berakselerasi, maka mesin kedua juga perlu dipercepat.

Mesin pertumbuhan pertama di Indonesia, belanja konsumen, memainkan peran utama. Kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia sekitar 59 persen dari produk domestik bruto (PDB). Belanja rumah tangga untuk kebutuhan dasar juga merupakan inti dari permintaan agregat Indonesia. Pandemi telah menurunkan permintaan agregat seperti terlihat pada penurunan tingkat inflasi yang konsisten dari 2,96 persen pada Maret menjadi 1,42 persen pada September 2020.

Oleh karena itu, kunci untuk memulai perekonomian terletak pada efektivitas stimulus belanja konsumen yang esensial. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor: pertama, pengendalian pandemi dan kedua, kemampuan pemasaran untuk tumbuh dengan sendirinya melalui ekonomi digital. Poin terakhir ini telah membantu menopang kegiatan ekonomi di tengah pembatasan aktivitas publik.

Dari mesin pertumbuhan kedua, Indonesia sebagai negara berkembang mengalami defisit transaksi berjalan karena adanya selisih tabungan-investasi. Kesenjangan ini ditutupi oleh derivatif jangka pendek dan investasi langsung jangka panjang.

Di tengah kenaikan harga produk primer di tingkat global pada 2008-2011, transaksi berjalan Indonesia mengalami surplus. Namun, seiring penurunan harga komoditas internasional, Indonesia kembali mengalami defisit transaksi berjalan. Faktor penting dalam mengoptimalkan mesin kedua adalah menghubungkan investasi dengan ekspor neto. Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia perlu meningkatkan daya saingnya dan secara intensif menghubungkan jaringan sektor manufaktur dan jasanya dengan rantai nilai global.

Model investasi dan ekspor bersih yang saya ajukan disebut V-Composite Index. Model ini menunjukkan bahwa sebagian besar ekonomi Indonesia terintegrasi dengan anggota ASEAN dan non-ASEAN, seperti China, Jepang, Amerika Serikat, India, Korea Selatan, Belanda, dan Australia. Beberapa dari anggota non-ASEAN ini sudah terhubung, baik dalam kerangka regional plus, seperti ASEAN Plus Free Trade Area (ASEAN + FTA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), atau melalui perjanjian ekonomi bilateral komprehensif, seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Sebagai negara penerima investasi neto dan dengan kebutuhan untuk meningkatkan daya saing perdagangannya, Indonesia harus menjaga hubungan ekonomi yang kuat dengan negara asal investasi seperti tersebut di atas. Ikatan ekonomi ini harus dibangun di bawah kepentingan bersama dan ditopang oleh prinsip win-win.

Di tengah pandemi global ini, tampaknya setiap negara berupaya mempertahankan economic multiplier-nya secara domestik. Indonesia juga ingin meningkatkan pasokan domestiknya dibandingkan produk impor. Namun, peningkatan belanja rumah tangga melalui ekonomi digital dan stimulus, dapat meningkatkan impor.

Dari sisi ekonomi digital, produk Indonesia harus bersaing dengan produk impor untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Sedangkan dari sisi kebijakan, salah satu cara yang dapat meringankan dampak impor adalah countertrade yang memiliki enam jenis model, dan yang paling sering digunakan adalah pembelian di konter, di mana satu negara melakukan perdagangan dengan negara lain tanpa menggunakan cadangan internasionalnya.

Misalnya, ada dua negara yang terlibat: negara A dan negara B. Perjanjian ini berlaku jika negara A membeli produk negara B hanya jika negara B membeli produk negara A. Perjanjian ini akan meningkatkan arus perdagangan produk permintaan akhir dan turunannya dan sekaligus menghemat cadangan internasional.

Singkatnya, negara mana pun dapat memutar kembali roda perekonomiannya ke masa sebelum pandemi dengan mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi double-engine dengan dua kondisi, yaitu bagaimana pandemi itu diatasi. Secara bersamaan, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menerapkan reformasi struktural dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Hal ini bukan tentang menemukan sektor ekonomi yang tepat, tetapi bagaimana kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan untuk meningkatkan produktivitas dan bagaimana reformasi struktural dapat menghasilkan lingkungan bisnis yang kondusif.

Setidaknya ada tiga hal yang dibutuhkan (sufficient condition) untuk mendukung terciptanya kondisi tersebut (necessary condition), yaitu: seperangkat lembaga yang andal, kerangka regulasi yang baik, dan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Necessary dan sufficient condition menjadi dasar bagi kedua mesin pertumbuhan ekonomi untuk bekerja secara optimal. (hjtp)

***

Penulis adalah penasihat khusus di bidang industri dan perdagangan internasional untuk menteri keuangan dan pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pandangan yang diungkapkan di sini adalah miliknya sendiri.

 

Sumber: https://www.thejakartapost.com/paper/2020/11/22/optimizing-indonesias-dual-engine-of-economic-growth.html