Literasi Keuangan Goes to Campus, “Membangun Ekosistem Digital di Industri Asuransi”

0

Literasi Keuangan Goes to Campus, “Membangun Ekosistem Digital di Industri Asuransi”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (17/11/2020) Literasi Keuangan Goes to Campus dengan tema “Membangun Ekosistem Digital di Industri Asuransi” digelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, didukung oleh PasarPolis, BeritaSatu TV dan Majalah Investor, digelar secara virtual pada Selasa (17/11/2020). Acara dibuka oleh sambutan Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo RI dan Dr. Beta Yulianita Gitaharie, Pj. Dekan FEB UI.

Beta Yulianita Gitaharie, memberikan sambutan bahwa perkembangan asuransi di Indonesia semakin pesat karena adanya teknologi digital. Nantinya, industri asuransi akan banyak didukung oleh big data, artificial intelligence, dan ditopang oleh Internet of Things. Namun, yang perlu diperbaiki ialah masih rendahnya tingkat literasi asuransi di Indonesia. Hal ini didukung oleh survei OJK, yang menunjukkan tingkat literasi keuangan di tahun 2019 baru sekitar 38%. Sedangkan, literasi asuransi lebih rendah lagi, hanya 19,4%. Maka, penting sekali untuk terus mensosialisasikan program literasi keuangan, termasuk literasi asuransi kepada masyarakat.

Literasi Keuangan Goes to Campus ini menghadirkan tiga pembicara yang ahli di bidangnya, yaitu Kristianto Andi Handoko, Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II OJK, Cleosent Randing, CEO & Co-founder PasarPolis, Dr. Willem Makaliwe, Kepala Lembaga Manajemen FEB UI, dipandu oleh host Primus Dorimulu, News Director BeritaSatu Media Holdings dan Chakry Miller.

Kristianto Andi Handoko, sebagai pembicara pertama, menyampaikan bahwa sudah terjadi pergeseran pada industri asuransi sekarang dari skema tradisional atau konvensional, menjadi berbasis ekosistem digital. Adanya Covid-19 juga dilihat sebagai kesempatan yang besar bagi industri asuransi untuk melakukan pergeseran secara menyeluruh. Pelaku industri asuransi juga memang sudah seharusnya memperbaiki proses asuransi, seperti inovasi dan pembuatan produk, harga, penjaminan emisi, dan penanganan klaim. Hal tersebut bisa dilakukan dengan membangun teknologi digital atau kolaborasi bersama ekosistem lainnya. Dengan begitu, produk asuransi yang dijajakan akan lebih ringkas, cepat dipasarkan, mudah dimengerti nasabah, bahkan berpotensi dijual lebih murah.

“Dari sisi regulasi, OJK sudah menerbitkan Surat Edaran pada pertengahan 2020, yang mengizinkan perusahaan asuransi jiwa untuk memasarkan produk unit link secara online. Pada dasarnya, OJK mempersilahkan industri asuransi jiwa berinovasi dengan memanfaatkan ekosistem digital, tetapi perlindungan konsumen tetap menjadi prioritas utama. Selain itu, OJK juga sedang menyiapkan Peraturan OJK, dengan maksud untuk mendukung pergeseran industri asuransi dari konvensional atau tradisional menjadi digital,” ujar Kristianto.

Cleosent Randing, dari PasarPolis sebagai pembicara kedua, mengatakan bahwa banyaknya investor luar negeri yang masuk ke industri asuransi di Indonesia, menjadi tantangan dan peluang untuk terus mengembangkan bisnis, termasuk ketika merancang produk asuransi. Kita tidak hanya membuat produk asuransi, seperti yang ada di negara lain. Literasi untuk membuat produk-produk yang cocok di Indonesia juga harus dominan.

Cleo menuturkan, PasarPolis sudah mengembangkan produk asuransi unik yang hanya ada di Indonesia, yang diperuntukan bagi pengendara ojek online. Pihaknya juga terus berupaya bekerja sama dengan regulator dan industri asuransi demi mempercepat berkembangnya produk-produk asuransi lainnya untuk mendorong inklusi dan literasi asuransi di Indonesia.

Willem Makaliwe, sebagai pembicara ketiga, menjelaskan bahwa literasi keuangan pada perbankan menunjukkan 92 juta dari 182 juta penduduk dewasa belum tersentuh layanan perbankan (berdasarkan databoks, 2019) dan hanya 60% yang memiliki rekening bank. Sedangkan, literasi keuangan pada asuransi menunjukkan nasabah yang terproteksi asuransi jiwa sebanyak 58,75 juta orang (berdasarkan AAJI, semester I-20200) termasuk 16 – 17 juta secara individu.

“Permasalahan yang terjadi pada perbankan, meliputi perbedaan suku bunga, sunk cost (inovasi dan kreativitas), dan pengembangan produk. Sementara, permasalahan pada asuransi berupa the sunset industry (perkembangan teknologi bisa mematikan industri apabila tidak terjadi inovasi), intense competition, dan minimnya ekosistem digital. Hal ini menjadi PR besar bagi industri asuransi untuk bisa mendorong pertumbuhan dengan beralih ke ekosistem digital,” demikian Willem menutup sesinya. (hjtp)