Tantangan Perguruan Tinggi di 2021 yang Penuh dengan Ketidakpastian

0

Tantangan Perguruan Tinggi di 2021 yang Penuh dengan Ketidakpastian
Oleh: Nachrowi Djalal Nachrowi

 

DEPOK – (31/10/2020) Hal ini disampaikan oleh Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi, Ph.D., Ketua Senat Akademik UI (SA UI) dan juga Ketua Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum se Indonesia (MSA PTNBH), pada Sidang Paripurna MSA PTN BH dengan tuan rumah Universitas Hasanudin pada 31 Oktober 2020.

Sidang Paripurna MSA PTNBHN ini dibuka dan dihadiri oleh Rektor Universitas Hasanudin dan dihadiri hampir 120 peserta yang merupakan Pimpinan dan Anggota Senat Akademik dari 11 PTN BH (UI, ITB, UGM, IPB, ITS, UNAIR, UNDIP, UNPAD, UPI, USU, UNHAS) serta undangan lainnya.

Tahun 2020 akan segera berakhir dan tahun 2021 akan segera datang. Namun, kita masih belum tahu secara pasti apakah pandemi ini akan segera berakhir di akhir tahun ini ataukah akan masih berlanjut sampai tahun depan. Ketidakpastian ini perlu kita antisipasi secara serius karena keberadaan pandemi ini akan sangat berpengaruh kepada tata kelola perguruan tinggi di tahun depan.

Para ahli epidemologi memprediksi bahwa pandemi ini masih akan bersama kita paling tidak sampai semester I tahun 2021. Konsekuensinya, perguruan tinggi di Indonesia masih perlu melaksanakan perkuliahannya dan kegiatan-kegiatannya secara daring paling tidak sampai semester pertama tahun depan. Padahal kita telah sama-sama ketahui bahwa pembelajaran secara daring tidak sama efektifnya dengan pembelajaran secara luring. Oleh karena itu, para dosen perlu mencari terobosan-terobosan baru dalam pengajaran secara online agar metode pengajarannya lebih efektif sehingga lulusan perguruan tinggi tidak merosot kualitasnya. Ini, menurut saya, merupakan salah satu tantangan kita yang masih perlu diatasi.

Selain itu, meskipun pandemi baru merebak awal tahun ini, tetapi dampaknya terhadap kegiatan ekonomi dunia sudah sangat dahsyat. Apalagi kalau pandemi masih berlanjut sampai tahun depan, tentunya dampaknya akan makin menakutkan lagi. Saat ini, kegiatan perekenomian dunia tidak hanya melambat tetapi hampir terhenti. Hampir semua negara di dunia mengalami pertumbuhan negatif atau mengalami kontraksi dan bahkan banyak yang sudah mengalami resesi.

Dari hasil diskusi kami dengan Ketua Kadin (Kamar Dagang Indonesia) akhir-akhir ini terungkap bahwa, saat ini, semua sektor usaha lesu sehingga mereka meresponnya dengan mengurangi tenaga kerja melalui beberapa cara. Ada yg mengurangi jam kerja dan ada pula yang memberhentikan tenaga kerja secara sementara dan ada yang memberhentikannya secara permanen. Hal ini jelas merupakan mimpi buruk buat lulusan baru perguruan tinggi.

Dapatkah kita bayangkan bagaimana stresnya lulusan-lulusan baru Perguruan Tinggi yang memerlukan tempat bekerja baru dan pada saat yang bersamaan hampir semua perusahaan-perusahaan justru sedang memberhentikan tenaga kerjanya. Untungnya, menurut Ketua Kadin, masih ada dua sektor yang masih bisa tumbuh di tengah lesunya dunia usaha di Indonesia, yaitu sektor kesehatan dan sektor Information and Communication Technology. Selain itu, Ketua Kadin juga mengingatkan kepada kita bahwa kompetensi entrepreneurship perlu dimiliki oleh anak muda kita terutama para lulusan Perguruan Tinggi.

Kita perlu merenungkan kembali fenomena pergeseran kebutuhan kompetensi lulusan perguruan tinggi dalam memenuhi dunia kerja saat ini. Apakah semua mahasiswa Perguruan Tinggi perlu dibekali kompetensi ICT seperti digital economy dan digital enterpreneurship melalui suatu kurikulum yang terstruktur atau melalui pelatihan-pelatihan ataupun kuliah-kuliah umum sehingga lulusan Perguruan Tinggi bisa lebih adaptif terhadap perubahan pasar kerja dan dunia kerja. Hal ini, menurut saya, merupakan tantangan lain di tahun di masa datang.

Saat ini, ada masalah serius dalam proses hilirisasi hasil penelitian dan inovasi dari Perguruan Tinggi. Kenyataannya, memang banyak sekali hasil penelitian dari Perguruan Tinggi yang berupa paten maupun prototype dari suatu produk yang mangkrak dan seret untuk dipasarkan. Padahal, pada awalnya, penelitian tersebut mendapatkan pendanaan yang sangat signifikan dari donor. Salah satu sebabnya adalah pihak yang terkait termasuk pemerintah lebih memilih hasil yang sudah jadi dari produk import. Sementara peneliti terkait dibiarkan berkompetisi untuk mendapatkan sponsor guna memasyarakatkan hasil penelitiannya.

Hasil diskusi kami dengan Ketua Gakeslab juga menkonfirmasi pernyataan ini. Mereka membenarkan bahwa user senang produk impor dan regulasi ke arah hilirisasi hasil penelitian Perguruan Tinggi ke pasar sangat kurang kondusif. Dalam mengatasi masalah ini, kita perlu mengajukan usulan ke Mendikbud maupun Menristek guna mendorong adanya regulasi-regulasi yang memihak pada produk dalam negeri dan menciptakan pasar yang luas terhadap produk lokal hasil penelitian dari Perguruan Tinggi sehingga para pengusaha tertarik untuk memproduksi secara masal hasil penelitian maupun hasil inovasi dari Perguruan Tinggi. Ini juga merupakan tantangan kita yang harus segera diatasi.

Dalam kesempatan ini, saya juga akan mengangkat isu Kemerdekaan Dosen di kampus. Harapannya, isu ini bisa menjadi masukan diskusi Komisi 3 pagi ini. Menurut seorang peneliti dari University of Warwick England, suatu Tim Kerja yang menjalankan tugasnya dengan suasana riang gembira, produktivitasnya akan meningkat. Sebaliknya, suatu Tim Kerja yang mengerjakan tugasnya dengan penuh keterpaksaan dan dalam suasana batin yang penuh tekanan, produktivitasnya justru akan menurun.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah dosen di PTN BH sudah menikmati suasana kegembiraan dalam menjalankan tugas Tridarma Perguruan Tingginya. Bila belum semuanya dosen ini bisa menikmati pekerjaan sehari-harinya, maka produktivitas mereka masih belum optimal dan masih bisa ditingkatkan melalui jalur dosen merdeka ini.

Kenyataannya, suka atau tidak, saat ini, seluruh dosen di Perguruan Tinggi harus menjalankan Tridarma PT yang meliputi Pengajaran, Penelitian dan PengMas (Pengabdian pada Masyarakat). Kemendikbud berharap bahwa dosen di seluruh Indonesia menjadi manusia-manusia yang super yang bisa melakukan tiga tugas tersebut dengan sempurna. Secara rutin, dosen dievaluasi menggunakan ukuran standar yang sudah digariskan oleh Dikti yang meliputi pencapaian tiga tugas tersebut.

Dari pengalaman saya menjadi dosen di UI lebih dari 40 tahun, diakui atau tidak, ada dosen yang sangat bagus pada saat mengajar namun biasa biasa saja pada saat melakukan penelitiannya. Sebaliknya, ada dosen yang kurang bagus mengajarnya, tetapi hasil penelitiannya sangat luar biasa. Fakta ini menyadarkan kepada kita bahwa dosen itu mempunyai passion yang tidak sama dan oleh karenanya perlu diberi tugas utama yang berbeda-beda sesuai dengan selera dan kehebatannya. Konsekuensinya, dosen tersebut juga perlu dievaluasi secara berbeda sesuai tugas utama yang menjadi pilihannya. Bila hal ini bisa dilaksanakan, menurut peneliti tersebut, produktivitas dosen di PT bisa meningkat melalui cara ini.

Idealnya, dosen yang mempunya passion di penelitian, dosen ini diberi tugas utama meneliti dengan tugas tambahan mengajar dan melakukan pengabdian pada masyarakat. Sebaliknya, dosen yang mempunyai selera tinggi di pengajaran, dosen ini selayaknya diberi tugas utama mengajar dan diberi tugas tambahan meneliti dan malakukan pengabdian pada masyarakat. Sebagai konsekuensinya, kelompok dosen yang tugas utamanya meneliti, kelompok ini perlu dievaluasi dengan memfokuskan pada hasil penelitiannya. Sementara, kelompok dosen yang tugas utamanya mengajar, kelompok ini hendaknya juga dievaluasi dengan fokus pada pengajaran.

Dengan memerdekakan dosen untuk memilih tugasnya sesuai dengan pilihannya sendiri, setiap dosen akan bisa menikmati tugasnya sebagai tugas yang menyenangkan dan bila hal ini terjadi, produktivitasnya bisa meningkat. Menurut saya, isu ini juga merupakan suatu tantangan agar bisa dirumuskan lebih lanjut bagaimana agar dosen diperguruan tinggi bisa lebih produktif dengan memberi kesempatan kepada dosen yang bersangkutan untuk bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan passioannya dan dievaluasi secara proporsional sesuai tugas pilihannya. (hjtp)

 

Berita juga dimuat pada: https://rakyat.news/read/27771/unhas-tuan-rumah-sidang-tahunan-majelis-senat-akademik-ptn-bh-2020/