Ari Kuncoro: Ekonomi Vaksin

0

Ari Kuncoro: Ekonomi Vaksin

Ā 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK ā€“Ā Selasa (8/9/2020), Profesor Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia, merilis tulisannya yang dimuatĀ Harian Kompas,Ā rubrik Analisis Ekonomi, berjudul ā€œEkonomi Vaksinā€. Berikut tulisannya.

ā€œEkonomi Vaksinā€

Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari pemberlakuan isolasi wilayah atauĀ lockdownĀ di Eropa yang dapat dibagi antara wilayah mata uang euro dan Uni Eropa. Sebab, ada beberapa negara yang tidak mengadopsi mata uang euro.

Pertama, biaya ekonomi yang besar dalam bentuk kontraksi pertumbuhan disertai pengangguran. Perekonomian di wilayah mata uang euro tergerus minus 12,1 persen dan minus 11,7 persen di negara-negara Uni Eropa (UE). AdapunĀ tingkat pengangguran masing-masing naik 2,8 persen dan 2,6 persen. Hal ini menambah keterpurukan ekonomi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh minus 3,6 persen untuk wilayah Euro dan minus 3,2 persen untuk UE.

Pelajaran kedua adalah peningkatan jumlah kasus positif baru secara drastis setelah karantina wilayah dicabut atau direlaksasi. Di Spanyol terjadi gelombang penularan kedua yang diduga berasal dari perilaku berisiko kesehatan tinggi dari aktivitas yang sering diberi label secara halus sebagai social gathering. Sejak Jumat pada pekan terakhir Agustus, tercatat 23.000 kasus positif baru. Hal ini seakan-akan membuat salah satu usaha lockdown terketat di dunia yang banyak dipuji dunia menjadi sia-sia.

Sederet bintang dari berbagai klub sepak bola terkenal Eropa dinyatakan positif Covid-19 setelah berlibur. Dalam situasi pandemi, harus ada pengendalian diri secara perorangan dan penegakan disiplin oleh pemerintah setempat.

Efek deklarasi vaksin

Saat ini, kebijakan karantina wilayah absolut tidak lagi menjadi pilihan. Setelah keterpurukan ekonomi pada triwulan II-2020, tidak kurang Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan,Ā lockdown kedua hanya akan membawa bencana. Ini sejalan dengan tren kebijakan umum di Inggris, Spanyol, dan Perancis. Alasannya, keberlanjutan sektor kesehatan. Perekonomian yang terpuruk dan pengangguran yang meningkat pada akhirnya akan mengganggu pembiayaan sektor kesehatan.

Sebagai langkah awal, sejumlah negara di dunia menyampaikan kemajuan terkini dari uji klinis vaksin Covid-19. Tujuannya, memberi horizon waktu dan harapan sehingga ekspektasi masyarakat, yang sangat penting untuk berjalannya perekonomian, dapat tetap terjaga.

Deklarasi vaksin adalah implementasi konsep Lucas (1972) dan Arrow-Debreu (1954) untuk penyesuaian ekspektasi. Hal ini dilakukan untuk membuat perekonomian dapat menggeliat sebelum vaksin benar-benar siap.

Yang menjadi masalah, masih ada jeda waktu antara berbagai uji klinis yang harus dilakukan dan mendapatkan vaksin yang dapat diberikan secara masal. Untuk menghentikan jeda waktu, diambil kebijakan yang lebih terdesentralisasi, tergantung dari kondisi setempat, serta langsung pada sumber penularan, misalnya protokol kesehatan di kafe, rumah jompo, dan asrama mahasiswa.

Sesuai hipotesa forward looking behavior (Lucas, 1978), efek segera dari kebijakan ini adalah peningkatan pemesanan sepeda motor skutik di kantong-kantong turis di Eropa oleh bisnis penyewaan sepeda motor.

Di Indonesia, pemberitahuan uji klinis vaksin Covid-19 terjadi sekitar pertengahan Juli, baik yang didatangkan dari China maupun vaksin yang dikembangkan di dalam negeri. Patut dicatat, hal ini didahului relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada awal Juli sehingga efeknya merupakan kombinasi dari keduanya.

Hingga artikel ini ditulis, belum ada publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik untuk variabel-variabel agregat utama dalam produk domestik bruto (PDB). Oleh sebab itu, dampak dari pemberitahuan soal vaksin ini hanya dapat ditelusuri dari beberapa indikator awal.

Yang sangat jelas membedakan antara Juli dan Agustus adalah purchasing manager index (PMI) dari sektor manufaktur. Dari Mei, Juni, ke Juli, indeks ini berturut-turut membaik dari 28,6 menjadi 39,1 dan 46,9. Namun, masih di bawah angka 50 yang berarti belum ada ekspansi produksi. Indeks ini mencatat angka 50,8 pada Agustus, yang berarti mulai ada ekspansi di bulan Agustus. Indikator awal berikutnya adalah dari Danareksa Institute (DRI) yang mencatat kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Agustus untuk pertama kalinya sejak April 2020. IKK naik dari 71,4 pada Juli ke 74,0 pada Agustus.

Daya ungkit awal

Berkebalikan dengan hasil tes usap,Ā hasil positif sangat diharapkan perekonomian dalam dua sisa triwulan di 2020. Pergerakan beberapa indikator awal konsisten dengan survei ekspektasi konsumen yang dilakukan pada Juli 2020. Perbaikan PMI mengindikasikan perbaikan di sektor manufaktur yang menunjukkan perbaikan minat konsumen untuk membeli barang-barang tahan lama.

Walaupun masih dalam zona pesimistis, indeks pembelian barang tahan lama yang dikeluarkan Bank Indonesia sudah menunjukkan perbaikan pada Juli, terutama untuk golongan berpendapatan Rp4 juta ke atas. Kelompok dengan pendapatan Rp1 juta hingga 2 juta juga membaik signifikan, disusul kelompok berpendapatan Rp3,1 juta sampai dengan Rp4 juta. Sementara, dari segi usia, kelompok konsumen berusia di atas 30 tahun memperlihatkan perbaikan indeks yang paling besar.

Rentang prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2021 yang disampaikan dalam Nota Keuangan 2021, yakni 4,5-5,5 persen, mencerminkan waktu vaksinasi. Pemerintah memperkirakan akan dilaksanakan pada Januari 2021 dengan peluang dipercepat ke Desember 2020.

Kaitan belanja barang tahan lama terutama dengan sektor manufaktur, perdagangan, akomodasi, dan restoran, yang mempunyai porsi sekitar 41 persen dari PDB. Ketiga sektor ini terkontraksi 6,49 persen, 6,71 persen, dan 22,31 persen pada triwulan II-2020. Untuk transportasi, data terakhir konsumsi bahan bakar minyak sudah mencapai 122.000 kiloliter per hari atau sudah di bawah 7 persen dari situasi normal. Bersama sektor transportasi, ketiga sektor ini berperan besar, apakah pertumbuhan positif dapat dihasilkan pada triwulan III dan IV pada 2020.

Daya ungkit konsumsi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah sangat tergantung pada penyerapan dana pemulihan ekonomi nasional. Sementara, untuk masyarakat menengah-atas, ketakutan berlebihan terhadap pandemi harus dikurangi. Caranya, antara lain, melalui berita positif prospek vaksinasi massal, protokol kesehatan di sarana transportasi umum dan fasilitas pariwisata yang dipantau dan ditegakkan pemerintah daerah. (hjtp)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 8 September 2020. Rubrik Analisis Ekonomi. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.