Ari Kuncoro: Ekonomi Tinggal di Rumah

0

Ari Kuncoro: Ekonomi Tinggal di Rumah

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Selasa (28/7/2020) Profesor Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia, merilis tulisannya yang dimuat Harian Kompas, kolom Analisis Ekonomi, yang berjudul “Ekonomi Tinggal di Rumah”. Berikut tulisannya.

“Ekonomi Tinggal di Rumah”

Dalam waktu yang sangat cepat, lebih kurang tiga bulan, pandemi Covid-19 telah memaksa dunia beradaptasi. Dalam ketidakpastian ini, mitigasi perlu dicari untuk menjamin ekonomi jalan terus. Dalam situasi seperti ini, kampus-kampus di dunia termasuk yang pertama melakukan pembelajaran jarak jauh atau schooling from home dan bekerja dari rumah atau work from home untuk memutus rantai penularan.

Bekerja dari rumah merupakan perjalanan jangka panjang setelah pertama ditemukan cara berbagi informasi antarkomputer dalam satu sistem di satu lingkungan kerja. Teknologi itu dikembangkan di Amerika Serikat pada awal 1960-an hingga terus menjadi surat elektronik (e-mail).

Perkembangan selanjutnya adalah integrasi berbagai sistem yang berbeda menjadi suatu jaringan ARPANET di mana berbagai universitas tergabung. Tujuan jaringan ini adalah menjamin kesesuaian perangkat lunak antarsistem yang kemudian melahirkan protokol sederhana transfer surel (simple mail transfer protocol/SMTP) yang kemudian ditambah lagi dengan protokol lain, POP3 dan IMAP, yang menjadi standar internet sekarang.

Proses belajar dan mengajar mendapatkan banyak manfaat dari kemajuan teknologi ini karena materi ajar, termasuk pekerjaan rumah dan daftar bacaan rujukan, dapat dikirimkn melalui surel kepada mahasiswa sebelum perkuliahan.

Penulis sendiri merasakan kebiasaan bekerja dari rumah ketika sedang mengambil gelar pascasarjana di AS awal 1990-an. Para guru besar yang mendapatkan hibah dana penelitian dari lembaga-lembaga bergengsi, seperti National Science Foundation (NSF) dan National Institute of Health (NIH), mencari cara agar para mahasiswa pascasarjana yang menjadi asisten peneliti dapat melakukan pekerjaannya secara terdesentralisasi di mana pun, baik asrama, apartemen, maupun tempat bahkan negara lain.

Keberlanjutan produktivitas

Dalam situasi pandemi saat ini, dari beberapa pengamatan anekdotal, bekerja dari rumah jelas membawa beberapa manfaat. Yang langsung dirasakan adalah penghematan alat/bahan habis pakai serta biaya listrik dan air. Pekerja kantoran yang melakukan tugas administrasi umum, keuangan, dan analisis data adalah yang paling mungkin bekerja dari rumah. Bagi mereka, manfaat utama adalah penghematan waktu dan biaya pulang pergi ke tempat kerja yang mengurangi polusi di perkotaan.

Tersedianya lebih banyak waktu membuat produktivitas meningkat. Irama pekerjaan antara bekerja dan beristirahat dapat diatur sendiri oleh setiap orang sesuai preferensinya sehingga proses kreativitas dan rekreativitas dapat saling mendukung.

Yang paling sesuai untuk model bekerja dari rumah adalah yang jenis pekerjaannya tidak tergantung dari lokasi kerja dan banyak mengandalkan teknologi informasi (knowledge workers), seperti konsultan dan analis data. Seperti pengalaman kelompok-kelompok periset di perguruan tinggi terkemuka dunia di atas, bahkan untuk pekerjaan seperti ini pun masih diperlukan komponen pertemuan tatap muka untuk menjaga keberlanjutan produktivitas.

Untuk keberlanjutan ekonomi, bekerja atau tinggal di rumah diperlukan model campuran di mana keperluan untuk bertemu secara fisik ditentukan oleh intensitas analisis. Semakin padat komponen pengetahuan dan analisis dalam suatu pekerjaan, semakin mandiri pekerjaan itu dan semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk hadir secara fisik di tempat kerja.

Bagaimana dampak bekerja di rumah terhadap perekonomian belum dapat terungkap secara makro. Data produk domestik bruto (PDB) triwulan II-2020 dari BPS, sampai artikel ini ditulis, belum dipublikasikan. Laporan dari sejumlah negara menunjukkan gejala peningkatan produktivitas yang makin turun (diminishing marginal return). Dengan kata lain, walaupun ada sebagian masyarakat yang mulai menyukai adaptasi baru ini, secara umum diperkirakan akan terjadi kenaikan produktivitas yang kemudian disusul oleh perlambatan kenaikan produktivitas. Hal ini terjadi jika bekerja dari rumah dilakukan seperti apa adanya.

Permasalahannya berkisar pada manusia sebagai makhluk sosial. Berbagai perusahaan di berbagai belahan dunia melaporkan adanya faktor yang hilang, yaitu pemupukan modal sosial (social capital). Faktor-faktor seperti kepemimpinan, pengawasan, kebersamaan, kesempatan berkolaborasi, dan bersosialisasi tampaknya tidak dapat dilakukan hanya dengan belajar dari rumah.

Pekerjaan yang mengandung pengulangan mungkin lebih baik dilakukan di perkantoran karena faktor kebosanan mengurangi produktivitas dan hanya dapat dikurangi dengan sosialisasi dengan teman-teman kerja. Hal yang juga baru disadari adalah gejala terbenam pada pekerjaan (overworked) dan mengasingkan diri di kamar kerja justru paling mungkin terjadi ketika bekerja dari rumah karena ketiadaan jadwal tetap seperti di kantor.

Dalam jangka pendek, dampak terbesar dari bekerja atau tinggal di rumah adalah efek tidak langsungnya terhadap sektor-sektor lain karena timbulnya kebiasaan baru. Fenomena semaraknya hobi olahraga bersepeda di sejumlah kota di Indonesia adalah suatu usaha menyeimbangkan hilangnya pembentukan modal sosial akibat bekerja di rumah dengan naluri manusia untuk memupuknya. (hjtp)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 28 Juli 2020. Kolom Analisis Ekonomi. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.