LM FEB UI Umumkan Daya Saing Indonesia 2020

0

LM FEB UI Umumkan Daya Saing Indonesia 2020

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (16/7/2020) International Institute for Management Development (IMD) yang berpusat di Swiss telah menerbitkan laporan daya saing global selama lebih dari 30 tahun dengan menggunakan sumber hard data, business survey, dan data background. Pengumpulan data dilakukan melalui kerjasama dengan partner di masing-masing negara, salah satunya Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) sebagai partner IMD di Indonesia.

Pada tahun ini, IMD World Competitiveness Ranking melakukan pemeringkatan daya saing terhadap 63 negara, untuk menentukan bagaimana sebuah negara mengelola kompetensi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang, demi menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.  Pengukuran dilakukan terhadap 4  faktor, yaitu kinerja perekonomian, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.

Pada Kamis (16/7/2020), LM FEB UI sebagai partner IMD di Indonesia mengumumkan melalui Zoom maupun Youtube, hasil pengukuran  “Peringkat Daya Saing Indonesia 2020” dengan pembicara Dr. Toto Pranoto, Senior Advisor LM FEB UI, dan Dr. Willem Makaliwe, Kepala LM FEB UI, dengan moderator Bayuadi Wibowo, S.T., M.T., Kepala Divisi Riset LM FEB UI.

Toto Pranoto, menyampaikan bahwa Lembaga Manajemen FEB UI sudah 3 tahun bekerjasama dengan International Institute for Management Development (IMD) dalam melakukan pemeringkatan daya saing di Indonesia, dan pemeringkatan ini merupakan  program tahunan dalam rangka World Competitiveness Ranking.

Melihat hasil penilaian IMD World Competitiveness Ranking 2020, peringkat daya saing Indonesia, yang tahun lalu sempat menempati posisi 32 dari 63 negara, mengalami penurunan ke posisi 40. Bila dibandingkan dengan negara ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun, Indonesia masih lebih baik posisinya dibandingkan dengan Filipina yang berada diperingkat 45 dari 63 negara.

Sementara, di level Asia Pasifik, posisi Indonesia berada diperingkat 11 dari 14 negara. Selain itu, peringkat kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2020 berada pada posisi 26, sedikit menurun dibandingkan tahun 2019 di posisi 25.

“Posisi Indonesia pada tahun ini mengalami penurunan, empat faktor utama  daya saing Indonesia merosot, yaitu kinerja perekonomian, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur,” ucap Toto.

Lanjut Toto, peringkat efisiensi pemerintahan  mengalami penurunan dari  ranking 25 pada 2019 menjadi 31 pada 2020. Peringkat infrastruktur juga beranjak dari posisi 53 di tahun 2019 menjadi posisi 55 pada 2020. Di sisi lain, komponen yang mengalami penurunan paling drastis adalah efisiensi bisnis yang menurun dari peringkat 20 di tahun 2019 menjadi 31 pada 2020.

Pengukuran di atas, apabila dilihat dari factor and sub-factors ranking, dapat diuraikan lagi yakni pertama, kinerja perekonomian yang tertinggi ialah employment berada pada peringkat 11, dan terendah terletak pada international trade di peringkat 50. Kedua, efisiensi pemerintahan tertinggi ialah tax policy berada di peringkat 6, dan terendah terjadi pada business legislation di peringkat 50. Ketiga, infrastruktur yang tertinggi ialah basic infrastructure berada diperingkat 42  dan terendah terjadi di health and environment peringkat 58. Keempat, efisiensi bisnis untuk tertinggi yakni labor market berada di peringkat 4 dan terendah terletak pada productivity and efficiency di peringkat 47.

Willem Makaliwe, sebagai pembicara kedua, menambahkan indikator turunnya daya saing Indonesia, salah satunya usaha kecil menengah (mikro) yang terdampak pandemi Covid-19,  usahanya mengalami gulung tikar sehingga terjadi peningkatan pengangguran. Maka, pemerintah dituntut untuk mendukung dan membantu usaha mikro, karena pada sub faktor bisnis efisiensi dan teknologi infrastruktur tergolong rendah diperingkat 53 dari 63 negara.

Indikator lainnya, ekspor yang masih rendah diperingkat 58. Hal ini disebabkan bukan efek pandemi, melainkan efek dari ketergantungan dengan Tiongkok. Di satu sisi, pada efisiensi bisnis relatif menurun dengan catatan pada produktivitas tenaga kerja berada di peringkat 44 dan kapasitas perbankan berada di peringkat 58.

“Daya saing infrastruktur juga masih perlu ditingkatkan terutama berkaitan dengan kesehatan, komunikasi, dan hak cipta. Aspek yang menjadi kekuatan pada komponen kinerja perekonomian yakni pertumbuhan Produk Domestik Bruto, kestabilan harga bahan bakar, dan pertumbuhan investasi,” ujar Willem. Pada komponen efisiensi pemerintahan, aspek yang menjadi faktor kekuatan, antara lain penerimaan pajak dan peningkatan jaminan sosial. Penilaian komponen terhadap infrastruktur yang menjadi kekuatan ialah biaya telekomunikasi seluler dan rasio pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

“Catatan tantangan 2020 bagi Indonesia yang harus segera dituntaskan ialah perlambatan ekonomi pada semester 1, dan bagaimana pemulihan, lonjakan pengangguran dan tingkat kemiskinan karena ketidakpastian ekonomi, penurunan kegiatan ekspor/impor karena penurunan permintaan/pasokan global, strategi pemerintah yang tidak jelas untuk mendukung usaha kecil menengah karena kurangnya pemetaan data Usaha Kecil Menengah (UKM), dan potensi krisis sektor keuangan yang disebabkan oleh peningkatan kredit macet,” demikian Willem menutup sesinya. (hjtp)