TERC LPEM FEB UI Berkolaborasi dengan OnlinePajak: ”Pajak Daerah di Indonesia Pasca Pandemi”

0

TERC LPEM FEB UI Berkolaborasi dengan OnlinePajak:
”Pajak Daerah di Indonesia Pasca Pandemi”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Tax Education and Research Center – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (TERC-LPEM FEB UI,) berkolaborasi dengan OnlinePajak mengadakan webinar, bertajuk ”Pajak Daerah di Indonesia Pasca Pandemi” yang berlangsung pada Rabu (1/7/2020).

Narasumber pada webinar ini adalah Deni Hendana, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bogor, Riatu M. Qibthiyyah, Ph.D., Kepala LPEM FEB UI, Khoirunurrofik, Ph.D., Wakil Kepala Bidang Diklat LPEM FEB UI, Dr. Hendriwan, M.H., M.Si., Direktur Kapasitas Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, dengan Christine Tjen, S.E., Ak., M.Int.Tax, CA., Koordinator TERC-LPEM FEB UI.

Dr. Beta Yulianita Gitaharie, Pj. Dekan FEB UI membuka dengan mengapresiasi penyelenggaraan webinar yang merupakan kerjasama antara TERC-LPEM FEB UI dengan OnlinePajak, dengan topik “Pajak Daerah di Indonesia Pasca Pandemi”. Ia berharap kolaborasi ini bisa berlanjut dan memberikan edukasi pajak bagi publik serta bermanfaat bagi semua.

Dewi Mulia Karnadi, CEO Indonesia OnlinePajak, dalam keynote speech mengatakan OnlinePajak menghadirkan platform teknologi berintegritas yang bisa memudahkan para pelaku usaha/bisnis/industri dalam memanfaatkan semua keringanan pajak yang diberikan pemerintah, baik dari pemerintah pusat, lalu dikucurkan ke pemerintah daerah beserta inisiatif lainnya.

Deni Hendana, sebagai narasumber pertama, mengatakan strategi pengamanan pendapatan pajak daerah selama Covid-19 di kota Bogor, adalah dengan memperkuat koordinasi pemerintah pusat dan daerah tentang koordinasi kebijakan fiskal dalam konteks desentralisasi, tax relief berupa relaksasi pembayaran, tax incentive berupa pengurangan dan penghapusan denda. Semua bertujuan untuk memberikan stimulus dan insentif bagi masyarakat serta mempertahankan kesinambungan kas daerah.

“Kebijakan pajak/fiskal daerah di kota Bogor pada semester 2 dari Maret hingga Juni 2020, meliputi tax relief, berupa penundaan jatuh tempo pembayaran, tax incentive berupa penghapusan denda, bertujuan untuk memberikan stimulus dan insentif bagi masyarakat dan mempertahankan kesinambungan kas daerah. Sementara itu, kebijakan ekonomi dengan adaptasi kebiasaan baru bagi kluster-kluster ekonomi akan dimulai, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, dan refocusing anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) menyesuaikan kebutuhan pemulihan ekonomi oleh Gugus Tugas Covid-19 bidang ekonomi,” ucap Deni.

Riatu M. Qibthiyyah, sebagai narasumber kedua, memaparkan bahwa kondisi fiskal dan pajak daerah menunjukkan sebagian besar pajak daerah buoyant, dan sensitive (pro-cyclical) terhadap business cycle. Penurunan pendapatan asli daerah, khususnya dari pajak daerah secara persentase, kemungkinan akan lebih besar untuk tingkat kabupaten dan kota dibandingkan tingkat provinsi. Risiko shortfall lebih pada pemda yang relatif dominan penerimaan pajaknya.

Sebagian besar penerimaan pajak memang terkonsentrasi di beberapa wilayah saja. Jenis pajak daerah yang mengalami risiko penurunan tinggi, ialah jenis pajak konsumsi dibandingkan dengan basis kekayaan. Kebijakan relaksasi pajak daerah di Indonesia, pada tahun 2015 di beberapa daerah dapat dibayar melalui ATM dan online payment, informasi (website) informasi kebijakan pajak daerah, e-filling system untuk beberapa pajak daerah, dan menerapkan electronic transaction tracking (cash register) sejak 2011.

“Di periode pemulihan ekonomi, perlu dimanfaatkan penguatan administrasi dan perbaikan kebijakan pajak daerah. Tax relief yang diberikan pemda tidak saja pemutihan tetapi juga pembebasan sementara (pengurangan) pajak. Untuk sebagian besar daerah di Indonesia, electronic tax administration system masih terbatas pada payment system, maka perlu ditingkatkan,” ujar Riatu.

Khoirunurrofik, sebagai narasumber ketiga, menyampaikan, Covid-19 berdampak bagi perekonomian dan fiskal daerah dengan adanya kebijakan pemerintah mengatasi/mengurangi penyebaran, melalui larangan perjalanan, social distancing, perintah tinggal di rumah, penutupan unit usaha/jam operasional dibatasi. Selain itu, juga terjadi perubahan perilaku masyarakat dan disrupsi konsumsi barang dan jasa non-esensial, seperti perubahan status pekerjaan, fleksibilitas jam kerja, perubahan dan keterbatasan suplai, sikap kehati-hatian dan menghindari resiko terinfeksi.

“Pemerintah daerah harus mengubah dirinya tidak hanya sebagai unit administrasi pemerintahan, tetapi juga unit perekonomian daerah yang berinovasi dan merespon perubahan dengan digitalisasi. Kepala daerah haruslah yang mempunyai visi dan berjiwa wirausaha dan mampu menciptakan sistem yang berkesinambungan. Selain itu, menjadikan perekonomian lokal ‘layak’ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sehingga dapat menjadi kutub pertumbuhan ekonomi lokal. Kerjasama ekonomi antar daerah, dalam hal ini provinsi berperan penting dalam menciptakan economics of scale. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bukan lagi menjadi tujuan akhir pembangunan ekonomi daerah, tetapi meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” tutur Khoirunurrofik.

Hendriwan, sebagai narasumber keempat, menuturkan bahwa langkah-langkah umum persiapan Electronic Trading Platform (ETP) dalam Permendagri tentang Pedoman APBD 2021, di antaranya melakukan pengumpulan data dan informasi perkembangan transaksi pendapatan dan belanja pemda, analisis dan identifikasi permasalahan, menyusun roadmap tahapan pelaksanaan ETP yang dituangkan dalam Peraturan/Keputusan Kepala Daerah, menyusun business model, mengupayakan akses telekomunikasi dan informasi melalui kerjasama dengan Kominfo, menyelenggarakan infrastruktur sistem pemerintah berbasis elektronik Nasional, menyediakan layanan pengaduan konsumen, membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat dan aparat pemda, monitoring dan evaluasi atas implementasi ETP, dan melakukan pengawasan pendapatan dan belanja daerah.

Di sisi lain, optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) di masa new normal bisa melalui penyuluhan dan sosialisasi terhadap seluruh WP dan WR tentang kewajiban perpajakan dan pelayanan retribusi, pendataan ulang dan uji potensi WP serta peningkatan intensifikasi pajak dan retribusi daerah, penerapan reward and punishment terhadap WP dan WR serta penagihan piutang pajak daerah. Hal-hal yang mendukung optimalisasi, di antaranya kerjasama dan inovasi, perluasan kanal pembayaran, digitalisasi pengelolaan pajak, dan sarana pelayanan dan SDM.

“Oleh karena itu, perlu melakukan koordinasi PAD antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam hal payung hukum pelaksanaan pengelolaan PAD, pelaporan data secara real time, kebijakan pemda terkait pengelolaan pajak dan retribusi daerah, program kegiatan penerimaan, pengelolaan, belanja daerah, dan inovasi pemda dalam rangka optimalisasi PAD,” tutup Hendriwan. (hjtp)