ILUNI FEB UI Jadi Narasumber dalam UI Prominent, “Survival of the Fittest”

0

ILUNI FEB UI Jadi Narasumber dalam UI Prominent, “Survival of the Fittest”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Jumat (12/6/2020) Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (ILUNI FEB UI) bersama UI Prominent yang merupakan anak usaha dari UI Corpora melakukan webinar, yang berjudul “Survival of the Fittest: The World has Changed, How about Your Business?”

Narasumber pada webinar ini adalah Drs. Prodjo Sunarjanto, S.P., Presiden Direktur ASSA sekaligus Dosen FEB UI, dan Mas Achmad Daniri, Ketua KNKG (2014-2019) sekaligus Senior Partner Mitra Bhadra Consulting, dengan moderator Syahnan Poerba yang didampingi oleh Co-moderator Vivi Hadijaya.

Prodjo Sunarjanto, sebagai narasumber pertama, memaparkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian dunia mengalami resesi. Tahapan krisis ini meliputi kesehatan, pangan, ekonomi dan keuangan, sosial, keamanan dan ketidakpercayaan. Perekonomian yang terkena dampak Covid-19, di antaranya perdagangan, keuangan, pertanian, peternakan, perkebunan, industri, perusahaan, properti, jasa (service), dan life style.

Dalam hal ini, sisi permintaan mengalami penurunan, karena ketakutan akan penyebaran virus yang merebak, permintaan global komoditas yang turun, pengetatan pasar keuangan global dan capital outflow, jalur distribusi dan konsumsi tertutup, pengeluaran masyarakat/daya beli menurun, dan ketidakpastian masa depan. Selain itu, sisi supply mengalami penurunan, dikarenakan supply chain terganggu, skala ekonomi tidak feasible, larangan untuk bekerja, cost yang meningkat, jalur distribusi terganggu, impor bermasalah, dan sumber dana. Penyumbang terbesar perekonomian Indonesia, yaitu property dan related value chain, automotive dan related value chain, minyak dan gas, jasa keuangan, manufaktur, pertambangan dan perkebunan, dan value chain pertanian.

“Dalam memulihkan perekonomian Nasional, pemerintah mengeluarkan anggaran berjumlah Rp598 triliun yang dialokasikan untuk sisi permintaan sebesar Rp205,2 triliun berupa perlindungan sosial (sembako, bansos, kartu prakerja, BLT, dan sebagainya), dan sisi penawaran sebesar Rp393,4 triliun berupa penempatan dana untuk restrukturisasi, penjaminan belanja, penanaman modal Nasional, insentif perpajakan, dukungan pemda, pariwisata, program padat karya, subsidi bunga (di dalamnya ada subsidi sebesar Rp35,28 triliun untuk 60,66 juta rekening),” kata Prodjo.

Lanjut Prodjo, sementara itu, dampak new normal terhadap dunia usaha, yakni cost of doing business meningkat secara relatif drastis, keseimbangan supply demand akan shifting dengan base yang rendah, menggeser item harga tiket pasar yang tinggi¸ standard of living yang menjadi normal, less competition tetapi barang substitusi akan muncul, way of doing business akan berubah, promosi digital dibutuhkan, keterampilan kerja baru, dan budaya saving.

“Perusahaan harus melakukan strategi untuk tetap bertahan dengan cara review business model perusahaan, lakukan stress test apabila kondisi skenario terburuk untuk 6-12-24 bulan, lakukan revenue stream assessment terhadap produk/divisi/jasa mana yang membebani dan perlu diamputasi, bisnis baru dengan metode light asset, fokus pada permintaan domestik, memanfaatkan teknologi, cari sumber pendanaan alternatif di luar bank, sebagian karyawan tetap WFH, melakukan reorganisasi dan payroll cut, menciptakan peluang bagi karyawan untuk menjadi rantai nilai,” ungkap Prodjo.

Melihat itu, peluang bisnis yang sesuai kebutuhan saat ini, meliputi rantai nilai makanan, sumber daya terbarukan atau produk hijau, wase management, saluran e-commerce untuk pemasaran produk, melakukan inovasi untuk berubah dari barang dasar menjadi produk bernilai lebih tinggi (sisi pengemasan ulang, pengembangan, pendampingan, pembinaan, pelatihan, sumber daya berkualitas, cari bisnis yang memiliki revenue stream yang panjang dan stabil untuk jangka panjang dan diperlukan publik, logistik, bantu UKM untuk ekspor, dan kolaborasi dengan bisnis yang sudah berkembang pesat. “Menghasilkan uang adalah seni, dan bekerja adalah seni. Tetapi menghasilkan uang dari bisnis yang baik adalah seni terbaik,” pesan Prodjo di akhir pemaparannya.

Mas Achmad Daniri, sebagai narasumber kedua, menyampaikan mengenai penguatan budaya Governance Risk Compliance (GRC) menuju normal baru. Konsep GRC dipandang sebagai himpunan semua kemampuan yang diperlukan untuk mendukung kinerja utama pada setiap level organisasi. Membumikan GRC bisa melalui cara  melibatkan seluruh insan perusahaan dalam penyusunan kode etik dan pedoman perilaku yang mudah dipahami, dan membudayakan kode etik dan pedoman perilaku mulai dari level teratas hingga terbawah.

“Penegakan GRC dilakukan untuk komitmen pakta integritas termasuk saat login ke komputer, membuat sistem pelaporan melalui online via smartphone, memberikan akses langsung pelaporan pegawai kepada direksi, membangun sistem reward dan punishment, memakai aplikasi online untuk pengadaan barang/jasa, dan mengkondisikan untuk saling mengawasi,” imbuh Achmad Daniri. (hjtp)