FEB UI Adakan Kuliah Tamu Daring, “Covid-19 Pandemic and Global Financial Market”

0

FEB UI Adakan Kuliah Tamu Daring, “Covid-19 Pandemic and Global Financial Market”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, menyelenggarakan Kuliah Tamu bersama Rizal Bambang Prasetijo, Chairman of Trimegah Securities mengangkat topik ”Covid-19 Pandemic and Global Financial Market” secara daring, dengan moderator Dony Abdul Chalid, Ph.D., dosen pada Departemen Manajemen FEB UI, pada Rabu (20/5/2020).

Rizal, memaparkan bahwa hiruk-pikuk informasi penyebaran pandemi Covid-19 saat ini, begitu mudah tersebar luas ke seluruh dunia berkat kemajuan teknologi. Covid-19 menyebabkan krisis perekonomian secara global tanpa didahului adanya over-leverage, baik dari sektor perbankan maupun korporasi. Krisis ini bermula dari sisi penawaran yang menyeret sisi permintaan, disebabkan oleh adanya lockdown atau PSBB.

Bila ditinjau dari US yield curve, yang merupakan perbedaan yield antara 10 tahun dan 2 tahun di Amerika Serikat (AS), dikatakan US yield curve negatif apabila imbal hasil obligasi 10 tahun berada di bawah imbal hasil obligasi 2 tahun. “Dalam sejarah AS, pada saat yield curve bersifat inverted artinya imbal hasil obligasi 10 tahun berada di bawah 2 tahun dan berlaku dalam jangka waktu 6-12 bulan ke depan, maka ekonomi di AS akan mengalami resesi,” kata Rizal.

Bagi pasar di negara maju (developed market), gross domestic product (GDP) tumbuh sebesar 1% sebelum mengalami krisis, setelah terjadi krisis akibat Covid-19, GDP akan tumbuh sebesar -5% pada 2020. Sementara, pasar di negara berkembang (emerging market) sebelum terjadinya krisis, GDP tumbuh sekitar 5% dan diperkirakan tumbuh menjadi 2,5% setelah krisis. Penurunan pertumbuhan ekonomi/GDP tersebut disebabkan oleh suku bunga.

“Misalnya, sebelum krisis, nominal GDP Indonesia pada 2021 nanti akan berada pada angka 19% di atas 2019 dan Earning per Share (EPS) sekitar 22% di atas 2019. Akan tetapi, setelah terjadi Covid 19, untuk 2021 nominal GDP kita akan berada 13% di atas 2019 dan EPS berada 6% di atas 2019,” ungkap Rizal.

Akibatnya, perekonomian mengalami keterpurukan. Dunia global melakukan fiscal and monetary stimulus. “Di Indonesia, fiscal stimulus sekitar 6,3%, bila dibandingkan dengan rata-rata negara maju sekitar 9,4%, negara berkembang (2,9%), dan ASEAN (8,2%). Fiscal stimulus ini diikuti oleh monetary stimulus. Monetary stimulus merupakan upaya Sentral Bank suatu negara untuk melonggarkan likuiditasnya,” tambah Rizal.

Pada dasarnya, pasar keuangan dunia saat ini mencoba memprediksi 6-12 bulan ke depan apa yang bisa dilakukan oleh koorporasi/perusahaan untuk bisa membatasi pandemi ini. Antara lain, melalui just in time (JIT) menjadi just in case (JIC) inventory, melakukan diversifikasi supply chain, menerapkan pertumbuhan vertikal organik, mengumpulkan uang tunai, mengurangi leverage, memperpanjang jangka waktu pendanaan, melanjutkan kerja dari rumah (WFH), dan evaluasi ketat pada proyek-proyek baru.

“Jadi, pasar keuangan dunia saat ini berpikir bahwa Covid-19 adalah unik (asalnya dari jatuhnya sisi penawaran dan bukan sisi permintaan), sulit menentukan harga baru (karena bentuk pemulihan akan ditentukan oleh norma-norma baru), tangguh bagi pemegang saham (ketahanan terhadap profitabilitas), peluang (de-globalisasi/terintegrasi/keterampilan tinggi), pelebaran premi untuk pertumbuhan yang stabil dan pendapatan yang stabil, dan pengingat bagi kami (untuk mengetahui reputasi kredit yang sangat baik tetapi risiko eksternal yang agak lemah),” tutup Rizal.