Ari Kuncoro: Menjaga Daya Beli dan Rantai Pasokan

0

Ari Kuncoro: Menjaga Daya Beli dan Rantai Pasokan

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK ā€“ Selasa (14/4/2020), Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia merilis tulisannya yang dimuat di Harian Kompas, rubrik Analisis Ekonomi, yang berjudul ā€œMenjaga Daya Beli dan Rantai Pasokanā€. Berikut tulisannya.

“Menjaga Daya Beli dan Rantai Pasokanā€

Kericuhan di satu negara di Asia pada hari pertama lockdown untuk mencegah penyebaran Covid-19 memberikan pelajaran bahwa membuat kebijakan publik tidaklah sederhana. Masyarakat menjadi panik dan menyerbu toko-toko penjualan kebutuhan pokok, untuk mempersiapkan diri menghadapi logistik bahan kebutuhan pokok yang terganggu. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat miskin di negara tersebut lebih takut mati karena tidak bisa makan sehingga bersedia menanggung risiko terjangkit virus untuk mencari nafkah. Kerusuhan sosial itu berpotensi mengganggu tujuan utama lockdown, yakni memutus rantai penyebaran.

Manajemen ekspektasi

Lucas (1972) yang memperoleh Nobel tahun 1995 mengatakan, kebijakan publik sering mengasumsikan publik sebagai pelaku pasif. Asumsi ekspektasi masyarakat yang dinamis ini memaksa pembuat kebijakan untuk meninjau kembali praktik-praktik ini, karena masyarakat yang kena dampak kebijakan mempunyai fungsi reaksi (perilaku), yang membuat mereka dapat bereaksi sedemikan rupa sehingga suatu kebijakan menjadi tidak efektif. Untuk itu diperlukan manajemen ekspektasi masyarakat.

Kata lockdown, walau maksudnya baik untuk memutus rantai penularan, mempunyai efek pemberitahuan (announcemet effect) yang negatif. Pertama, bagi orang awam, kata tersebut berasal dari bahasa asing yang artinya tidak terlalu dipahami. Tidak mengherankan jika dalam foto-foto yang viral di media sosial ada masyarakat yang menutup jalan masuk ke permukiman dengan menggantungkan tanda sedang lockdont, bahkan sedang download. Kedua, masalah persepsi, bukan hanya lalu lintas manusia, melainkan juga lalu lintas barang akan dihentikan atau paling sedikit terhambat sehingga akan menimbulkan kelangkaan yang mendorong kenaikan harga-harga. Dapat dimengerti, pemerintah berhati-hati memilih kata-kata yang akan digunakan untuk judul payung kebijakan.

Sebagai alternatif pemecahan, pemerintah menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Berbeda dengan lockdown total, yakni orang tidak boleh keluar rumah dan transportasi harus berhenti, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, penekanan PSBB adalah mencegah penularan dengan membatasi jumlah orang di angkutan umum, membatasi angkutan penumpang antardaerah, menjaga jarak, bekerja dan belajar dari rumah, serta membatasi kegiatan masyarakat yang melibatkan kerumunan.

Misalnya, PT KAI Daop I Jakarta mengurangi drastis jumlah kereta api jarak jauh sehingga tinggal 7 perjalanan sehari. Sistem logistik barang kebutuhan sehari-hari akan tetap berjalan untuk membuat sisi rantai belanja dan produksi tetap berfungsi. Singkat kata, masih ada celah bagi masyarakat untuk mencari rezeki.

Menjaga habitat

Habitat sosio-ekonomi perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Di sisi permintaan, agregat untuk menjaga daya beli masyarakat, secara keseluruhan disiapkan jaring pengaman sosial Rp 110 triliun. Untuk menjaga rantai pasok, perbankan memberikan relaksasi kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang modal kerja serta permintaan terhadap produknya merupakan kunci keberlangsungan usaha.

Pada implementasi PSBB di Jakarta, direncanakan setiap rumah tangga akan mendapat bantuan rutin bahan pokok setiap minggu. Dalam situasi sulit, kreativitas manusia biasanya akan timbul. Misalnya, pasar tradisional di Ujung Berung, Kabupaten Bandung, sudah menerapkan transaksi tanpa tatap muka melalui aplikasi Whatsapp. Hal ini juga ditiru beberapa peritel modern lain, termasuk memanfaatkan transaksi dalam jaringan. Sangatlah baik jika pemerintah daerah berperan mempertemukan permintaan dan suplai transportasi daring ini. Hal ini sangat menyejukkan karena sungai nafkah tetap mengalir walau alirannya kecil, tidak seperti pada musim hujan.

Pemulihan cepat ala huruf V (V recovery) diperkirakan sulit terjadi karena kerusakan yang ditimbulkan perang dagang sebelumnya. Pemulihan ekonomi diperkirakan akan berbentuk seperti huruf U, bahkan tidak mustahil seperti huruf L, jika sistem rantai daya beli dan rantai pasokan masyarakat hancur atau dikorbankan.

Pelajaran dari kota yang status lockdown-nya sudah dicabut menunjukkan, masyarakat sulit membelanjakan uang. Penjual, produsen, petani, bahkan restoran tidak dapat buka atau berjualan karena rantai pasokan penyedia kebutuhan input untuk produksi rusak.

Bukan merupakan kebetulan kalau Economist Intelligence Unit (EIU) meramalkan hanya tiga negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi positif di Asia, yakni Indonesia, China, dan India. Ketiganya mempunyai jumlah penduduk dan sektor perdesaan/informal yang besar. Namun, pertumbuhan positif ini akan sangat tergantung dari kemampuan negara-negara tersebut mempertahankan daya beli masyarakat dan rantai pasokan yang sebagian besar ada di sektor informal.

Dalam penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19, ada empat hal yang dianggap penting, yaitu memutus mata rantai penyebaran, menjaga solidaritas sosial, menjaga ketertiban umum, dan menjaga penghidupan masyarakat. (hjtp)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 14 April 2020. Rubrik Analisis Ekonomi. Halaman 1 Bersambung ke-15.