Ari Kuncoro : Kontra Siklus Perbankan Melawan Virus Korona

Ari Kuncoro : Kontra Siklus Perbankan Melawan Virus Korona

Sebagai unit ekonomi, perbankan dapat memiliki motif mencari keuntungan dan preferensi risiko sendiri yang memengaruhi alokasi dari dana yang telah dihimpun. Motif ini bisa menyebabkan kinerja sektor riil kurang optimal.

Perekonomian modern pada dasarnya merupakan suatu arus melingkar dari pendapatan. Dalam lingkaran ini selalu ada pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di lain pihak ada yang membutuhkan dana, baik untuk keperluan konsumsi maupun investasi.

Tanpa adanya perantara, kelebihan dana ini akan mengalir ke bawah bantal atau ke investasi yang tidak menambah kapasitas berharga seperti perhiasan, tanah, dan lain-lain. Perbankan mempunyai fungsi menghubungkan atau mengintermediasi antara pihak yang kelebihan dana dan yang membutuhkannya.

Sebagai unit ekonomi, perbankan dapat mempunyai motif mencari keuntungan dan preferensi risiko sendiri yang memengaruhi alokasi dari dana yang telah dihimpun. Motif ini bisa menyebabkan kinerja sektor riil menjadi kurang optimal.

Perbankan juga dapat menjadi terlalu konservatif untuk menghindari risiko. Dalam konteks ini, perbankan hanya mengikuti siklus perekonomian atau prosiklis sehingga tidak dapat berperan dalam mengompensasi siklus perekonomian (counter cyclical).

Sifat konservatif perbankan ini terlihat dari data produk domestik bruto (PDB) periode 1984-2018. Data itu menunjukkan, pertumbuhan ekonomi bergerak sedikit di depan perbankan, paling tidak dengan jeda satu triwulan.

Dengan demikian, prospek perekonomian menjadi acuan untuk menyalurkan kredit dan bukan sebaliknya. Sifat ini disebut prosiklis. Dampak dari suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) untuk perekonomian bergerak tidak langsung ke penurunan bunga kredit. Untuk dunia usaha, pergeseran dana dari deposito ke giro menunjukkan keinginan untuk meningkatkan produksi dan/atau investasi untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Kontra siklus

Dua minggu lalu, sebagai kontra siklus melawan dampak virus korona baru (Covid-19) terhadap perekonomian, BI telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen. Penurunan suku bunga acuan BI biasanya segera diikuti penurunan bunga deposito. Penurunan bunga deposito inilah yang menggerakkan pergeseran dana dari deposito ke tabungan dan tidak serta-merta menurunkan bunga kredit.

Tabungan inilah yang kemudian meningkatkan konsumsi masyarakat yang mendorong pertumbuhan. Bagi perbankan, pergeseran ini menurunkan biaya dana (cost of fund) sehingga meningkatkan margin bunga bersih (NIM).

Peningkatan NIM akan menyebabkan perbankan menyalurkan kredit lebih besar yang akhirnya memungkinkan bank menurunkan bunga kredit. Perbankan dapat melakukan langkah itu karena risiko sudah terbagi pada portofolio kredit yang semakin luas (Freixas dan Rochet, 2008). Faktor lain yang menyebabkan turunnya suku bunga kredit adalah persaingan dengan bank-bank lain.

Yang sedikit berbeda adalah bank dengan tipe transaksi yang mampu mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) lebih murah karena tidak selalu mengandalkan instrumen bunga untuk menarik dana (price competition). Yang diandalkan bank itu adalah pelayanan, kemudahan karena cabangnya tersebar, transaksi daring yang user friendly, dan pelayanan payroll untuk nasabah institusi (non-price competition).

Bank-bank tipe ini biasanya lebih gesit dalam penyaluran kredit dan berpotensi untuk melawan siklus bisnis untuk memperoleh jumlah nasabah dan DPK yang lebih besar.

Dari data bank-bank Buku 4 yang dibandingkan dengan industri, selalu saja ada bank yang secara individu melakukan kontra siklus dalam situasi perlambatan ekonomi. Strategi ini dilakukan untuk memperluas nasabah dan DPK dengan harapan situasi perekonomian akan segera membaik.

Namun, jika di tengah kondisi perlambatan ini, bank akan melihat kualitas portofolio kredit menurun atau tidak. Ini bisa diketahui dari penurunan status (downgrade) debitor, dari ”lancar” ke ”perhatian khusus” dan dari ”perhatian khusus” ke ”macet”.

Jika terjadi hal ini, bank tersebut akan mengerem ekspansi kreditnya demi menjaga agar kredit berisiko loan at risk tidak terus membengkak. Dengan demikian, secara naluriah perbankan adalah prosiklis.

Dari pengalaman periode 2015-2019, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) melalui perbankan mempunyai efek menggeser risk-appetite menjadi tidak terlalu konservatif karena adanya elemen balas jasa yang dijamin. Kebijakan KUR ini memasukkan banyak pelaku usaha sektor informal yang selama ini berada di luar arus utama pendapatan nasional. Selama ini mereka tidak pernah tersentuh bank.

Berdasarkan salah satu varian dari model produksi rumah tangga (household production model, Huffman, 2010), mereka berpotensi mempunyai kecenderungan mengonsumsi (marginal propensity to consume) dan kecenderungan berinvestasi (marginal propensity to invest) yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor formal. Bagi pelaku UMKM, kebijakan ini mengatasi kendala modal usaha, baik untuk modal kerja maupun untuk perluasan usaha (borrowing constraint), yang selama ini menghambat mereka naik kelas.

Bagi pelaku UMKM, kebijakan ini mengatasi kendala modal usaha, baik untuk modal kerja maupun untuk perluasan usaha (borrowing constraint), yang selama ini menghambat mereka naik kelas.

Bagi perbankan, hal ini juga merupakan potensi mobilisasi DPK sekarang dan di masa depan. Bagi perekonomian, kebijakan KUR ini juga ikut andil dalam mempertahankan momentum pertumbuhan pasca-bonanza komoditas dalam koridor 5 persen per tahun.

Dari sisi permintaan, strategi kontra siklus untuk mengompensasi perlambatan di sektor pariwisata-perdagangan akibat Covid-19 dilakukan dengan kombinasi antar-stimulus. Langkah yang dilakukan adalah merealokasi pengeluaran pemerintah dan penggeseran pengeluaran (expenditure switching) konsumsi masyarakat, dari segala lapisan, terutama untuk perjalanan, hotel dan restoran (leisure), dan konsumsi barang sehari-hari ke daerah-daerah, terutama yang menjadi tujuan wisata.

Pemerintah sebenarnya juga dapat menggeser pengeluaran perjalanan dinas dari ke luar negeri ke dalam negeri untuk mengompensasi penurunan wisatawan mancanegara. Dari sisi masyarakat, pergeseran gaya hidup ke arah mengonsumsi pengalaman menimbulkan permintaan untuk akomodasi kelas murah meriah.

Peranan perbankan

Untuk menghadapi potensi pergeseran permintaan ini, kapasitas produksi di daerah-daerah, seperti kualitas dan pelayanan penginapan, atraksi kuliner dan ketangkasan, produk garmen dan kerajinan tangan, harus ditingkatkan. Salah satunya dengan memperluas kredit untuk UMKM tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian.

Selain pinjaman untuk modal kerja dan ekspansi usaha, perbankan juga dapat membantu dalam hal perencanaan keuangan dengan metode akuntansi sederhana. Perguruan tinggi juga dapat membantu dalam hal pendampingan pelatihan keuangan untuk UMKM, peningkatan kualitas produk, pemasaran melalui laman e-dagang.

Naik kelas bagi UMKM bukanlah suatu perkara mudah karena menyangkut risiko keluar dari zona nyaman. Dalam kenyataan, suatu rantai pasokan tidak mengharuskan semua naik kelas karena menganut pola angsa terbang. Tidak semua unit usaha harus berada di garis depan, yang penting sebagai formasi, gugus angsa terbang ini harus bergerak menuju tujuan migrasi.

Suatu rantai pasokan tidak mengharuskan semua naik kelas karena menganut pola angsa terbang. Tidak semua unit usaha harus berada di garis depan, yang penting sebagai formasi, gugus angsa terbang ini harus bergerak menuju tujuan migrasi.

Melalui pengalamannya dalam pemberian kredit selama bertahun-tahun, perbankan dapat menyeleksi para pelaku usaha yang akan menjadi agen perubahan. Misalnya naik kelas menjadi usaha penginapan, kuliner yang terkenal di antero dunia melalui usaha-usaha pemasaran melalui asosiasi, konferensi internasional, dan platform e-dagang.

Proses targeting dapat dipermudah dengan menggandengkan perbankan yang sudah berpengalaman dalam pemberian kredit mikro, pegadaian, dan data mikro program penanggulangan kemiskinan yang ada di Badan Pusat Statistik, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dan pegadaian. Dengan demikian, prinsip keberhati-hatian dalam penyaluran kredit tetap terjaga.

(Rektor Universitas Indonesia)

Sumber : Harian Kompas, 03 Maret 2020