Budi Frensidy: Pilah-Pilih Saham Bagus dari Perusahaan Bagus

0

Budi Frensidy: Pilah-Pilih Saham Bagus dari Perusahaan Bagus

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB UI, Budi Frensidy merilis tulisan yang dimuat di koran Kontan, Kolom Bursa-Wake Up Call, Halaman 2, pada Senin (2/3/2020) bahwa ketika membeli saham di pasar modal, banyak investor gagal untuk membedakan antara saham bagus dan perusahaan bagus.

Saham bagus tidak sama dengan perusahaan bagus. Saham yang bagus (good stocks) adalah saham berharga bagus atau saham yang menjanjikan return yang besar di masa depan sedangkan perusahaan bagus (good company) ukuran sederhananya adalah perusahaan yang mempunyai peringkat yang bagus, minimal tripel B sebagai batas peringkat layak investasi.

Sementara itu, majalah Fortune mendefinisikan perusahaan bagus sebagai perusahaan yang mempunyai sifat berikut yaitu: manajemen bermutu, produk dan jasa yang dihasilkan berkualitas, inovasi tinggi, keuangan sehat, tanggung jawab sosial tinggi, penggunaan harta perusahaan bijak (good governance), dan sumber daya manusia yang kompeten.

Berdasarkan jawaban 8000 eksekutif senior terhadap 311 perusahaan di 32 industri pada periode tahun 1990-an, Fortune menemukan kalau perusahaan yang memiliki sifat-sifat di atas umumnya adalah perusahaan besar dengan rasio nilai buku terhadap nilai pasar yang rendah (atau PBV yang tinggi). Hasil ini kemudian digunakan seorang pakar behavioral finance, Hersh Shefrin, untuk mengelompokkan perusahaan bagus atau tidak berdasarkan besarnya (size) dan rasio nilai buku terhadap nilai pasar.

Mengapa banyak investor menganggap saham bagus adalah saham dari perusahaan bagus? Kahneman dan Tversky menyebutkan kejadian ini sebagai bias representatif. Bias ini berhubungan dengan fenomena manusia yang seringkali mengambil keputusan berdasarkan stereotype. Banyak sekali kita menemui contoh bias ini dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak dari orang tua yang pendek dipercaya akan juga pendek, calon pelamar kerja yang indeks prestasinya (IPK) tinggi (rendah), dianggap akan berprestasi tinggi (rendah) juga dalam pekerjaannya.

“Dikaitkan dengan saham, perusahaan bagus dianalogikan dengan lulusan ber-IPK tinggi dan perusahaan jelek dengan yang ber-IPK rendah. Sedangkan return saham disamakan dengan prestasi kerja. Dengan pendekatan stereotyping seperti ini, perusahaan bagus diharapkan akan memberikan return yang bagus atau menjadi saham bagus,” ujar Budi Frensidy.

Dalam berinvestasi, idealnya, kita memegang saham bagus yang perusahaannya juga bagus dan menghindari saham jelek (bad stocks) yang perusahaannya juga jelek (bad companies).

Warren Buffett pernah mengatakan kalau yang perlu dilakukan investor adalah memilih saham bagus pada harga bagus dan terus memegangnya selama perusahaannya tetap bagus. Dengarkan juga apa yang dikatakan George Reis dari Reis Investment Group. ‘A good company is not always a good stock, and conversely, a beaten-down stock could be a good purchase’.

“Ada yang langsung bertanya, ‘Bagaimana mungkin ada perusahaan bagus yang sahamnya dibilang jelek?’ atau ‘Kok ada yach perusahaan jelek yang sahamnya bagus?’ Jawabannya mudah saja, saham bagus atau jelek harus dilihat terpisah dari perusahaannya, artinya mesti dilihat dari murah atau mahalnya harga saham itu di pasar pada saat tertentu. Akibat optimisme dan pesimisme yang berlebihan, saham perusahaan bagus kerap menjadi kemahalan dan saham perusahaan jelek kemurahan,” paparnya.

Dalam kondisi normal apalagi ketika pasar bullish, kita sulit mendapatkan saham bagus dari perusahaan bagus. Yang tersedia saat itu biasanya adalah saham jelek dari perusahaan bagus dan saham bagus dari perusahaan jelek. Namun, di akhir minggu lalu ketika IHSG menyentuh 5.288, terendah dalam 37 bulan terakhir atau tepatnya setelah tanggal 23 Januari 2017, ada banyak pilihan saham bagus dari perusahaan bagus di depan kita. Bursa saham kita benar-benar sedang mengalami tekanan berat, lebih besar daripada guncangan di bursa-bursa saham lainnya.

Saat pasar kembali ramai nanti, jarang-jarang ada perusahaan bagus yang harga sahamnya juga bagus. Ketika masa itu datang, jangan menyesal jika sudah tidak ada lagi diskon untuk saham dari perusahaan-perusahaan bagus. Yang ada justru harga premium untuk saham-saham itu.

Lanjut dia, ketika Jumat lalu Anda membeli saham-saham top ten big cap seperti BBNI di Rp6.675 (dengan PER 8 dan PBV 1), ASII di Rp5.525 (PER 10,9 dan PBV 1,5), dan UNVR di Rp6.725, downside risk yang Anda hadapi sudah sangat terbatas. Untuk Anda ketahui, itulah harga-harga terendah ASII dan UNVR dalam empat tahun terakhir.

Mungkinkah IHSG masih akan turun lagi ke 5.000-an? Tidak ada yang tidak mungkin tetapi jika Anda sudah mendapatkan diskon besar saat membelinya ketika IHSG di kisaran 5.300, Anda mestinya bersyukur. Meskipun ternyata ada investor yang lebih beruntung lagi karena akan memperoleh diskon lebih besar jika IHSG kembali terpuruk ke 5.000-an.

Kapankah kondisi normal yang diharapkan itu datang? Tidak ada yang tahu pasti. Akan tetapi, selama pertumbuhan ekonomi kita positif di kisaran 5% yang kurang lebih mencerminkan rata-rata pertumbuhan riil korporasi di Indonesia, proses rebound dan recovery itu tidak akan memerlukan waktu tahunan. “Contohnya, saat Amerika Serikat mengalami krisis subprime mortgage tahun 2008, bursa kita juga kena imbasnya sehingga IHSG terjun bebas 50,6% di tahun itu,” ungkapnya.

“Namun, karena pertumbuhan ekonomi kita masih positif 6,1% dan 4,5% pada tahun 2008 dan 2009 lalu, bursa saham kita pun langsung melesat naik 87% dan 46% di tahun 2009 dan 2010. Tidak ada nyali, tidak ada kejayaan (no guts, no glory),” tutupnya. (Des)

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 2 Maret 2020. Kolom Bursa-Wake Up Call. Halaman 2