LD FEB UI Sosialisasikan Hasil Studi Konsolidasi Tanah Vertikal DKI Jakarta

0

LD FEB UI Sosialisasikan Hasil Studi Konsolidasi Tanah Vertikal DKI Jakarta

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

JAKARTA – Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) layak dilakukan jika bermanfaat dan punya kepastian hukum, serta berkemajuan dan berkeadilan. Manfaat dari KTV harus dirasakan oleh peserta, pemilik tanah, pengembang maupun kreditur.

Dalam hal tersebut, akan dibahas dalam “Diserminasi Hasil Studi Konsolidasi Tanah Vertikal di Provinsi DKI Jakarta” yang diselenggarakan oleh Lembaga Demografi FEB UI bekerjasama dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Pemprov DKI Jakarta yang berlangsung di Hotel Ibis, Tamarin, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/12/2019).

Kegiatan ini diawali dengan sambutan dari Ilman Basthian selaku Kepala Seksi Perencanaan Kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta bahwa program sosialisasi ini merupakan kerjasama antara LD FEB UI dengan Pemprov DKI Jakarta, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Kerjasama ini dalam rangka merespon pembangunan & pengembangan permukiman di DKI Jakarta yang dibutuhkan dari resolusi kebijakan meliputi legalitas pertanahan, pemetaan dan pengelolaan bangunan/permukiman, sanitasi lingkungan, dan sebagainya.

Sesi Pemaparan Hasil Kajian, Diskusi, Pembahasan, dan Closing Remark

Pada sesi ini, dipimpin oleh moderator dari Wakil Kepala Bidang Penelitian dan Pelatihan LD FEB UI, Paksi C.K. Walandouw. Pemaparan hasil kajian, diskusi, dan pembahasan disampaikan oleh dua narasumber yang kompeten di bidangnya. Dan terakhir, ditutup oleh closing remark dari Direktur Pemanfaatan Tanah Pemerintah Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Peneliti Adjunct LD FEB UI, Joko Adianto memaparkan materi bahwa Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) terdapat tiga bagian, yakni produksi (terdiri dari bangunan, arsitek, perizinan, pajak, konstruksi, biaya bangunan, tanah/harga pasar), konsumsi (melihat aspek perpindahan dari desa menjadi di tengah kota, tepi kota, luar kota), dan distribusi. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Konsolidasi Tanah.

“Tujuan dan metode kajian ialah suatu metode yang menganalisis kajian pustaka dengan luaran model skema KTV yang dapat diterapkan. Masalah-masalah yang muncul dalam penerapan skema tersebut berdasarkan 3 tipe, yakni bermitra dengan BUMN BUMD dan masyarakat berdasarkan hasil Community Action Plan. Menyusun skema kerja KTV dalam perbaikan kampung sebagai program kerja yang berkesinambungan,” katanya.

Konsep kampung vertikal harus menyertakan aspirasi warga dalam rancangan hunian berupa penetapan lokasi yang menunjang penghidupan, tata letak ruang dalam & rencana tapak/siteplan, penetapan luas hunian & ruang bersama, komponen yang akan dibangun & anggarannya serta komponen yang harus diselesaikan oleh warga dalam jangka menengah.

“Salah satu contohnya, menurut Undang-Undang Pokok Agraria bahwa legalitas kepemilikan tanah harus dikuasai dengan bukti suatu hak atas lahan/tanah berupa sertifikat. Akibatnya, usaha ekonomi yang berkembang di Kampung Tanah Merah berada di lahan illegal yang terancam penggusuran dan menimbulkan kesulitan terhadap akses memperoleh bantuan program pembangunan infrastruktur pendukung hunian dari pemerintah,” ungkapnya.

Dampak dari hal tersebut terjadilah perubahan sosial seperti cause (suatu objek sosial yang diyakini menjawab permasalahan sosial), change strategy (cara mempengaruhi sasaran perubahan yang diadopsi oleh agen perubahan), change agency (kelompok/organisasi yang mendorong tujuan perubahan), channels (cara pengaruh dan respon dikirimkan antara agen & sasaran perubahan/media), dan change targets (individu, kelompok atau institusi yang menjadi sasaran dari upaya perubahan).

Tambah dia, agar KTV bisa benjalan dengan lancar maka 5 strategi, di antaranya perlu menyelesaikan permasalahan kepemilikan, penguasaan & pemanfaatan tanah seiring penyesuaian tata ruang guna pertelaannya. Menetapkan metode persuasi yang tepat untuk dapat menggali aspirasi perbaikan lingkungan bangun perumahan secara partisipatif bersama warga. Merencanakan & merancang hunian bertingkat melalui KTV melalui CAP agar TUB & TP dapat membantu pembiayaan MBR bertinggal di tengah kota. Memberdayakan penghuni MBR untuk dapat memanfaatkan TUB & TP untuk meningkatkan & memelihara kualitas perumahan. Dan penyediaan hunian vertikal dengan Program KTV melalui Program CAP dengan melibatkan lintas instansi OPD bahkan kementerian/lembaga.

Kepala Seksi Kerja Sama Direktorat Konsolidasi Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Andri Supriatna melanjutkan pemaparan materi bahwa isu pertanahan dan tata ruang terkait bidang perumahan dan kawasan permukiman yakni peningkatan supply perumahan 5 tahun ke depan, penanganan permukiman kumuh secara komprehensif & kolaboratif (termasuk informal and illegal settlement), Pemda sebagai nahkoda program perumahan, fasilitas pembiayaan perumahan & pemberdayaan masyarakat (akses), alokasi perumahan dan kawasan permukiman dalam tata ruang, dan adaptasi konsolidasi tanah dalam regulasi PKP (Perda).

Output Comprehensive Action Plan (CAP) mendasari pemetaan komunitas, merancang partisipatif, dan pemberdayaan komunitas. Sedangkan, output perencanaan mendasari kajian tata ruang & kebijakan program (pemetaan stakeholder), pemetaan sosial & analisis potensi wilayah, dan kesepakatan masyarakat dan kemitraan stakeholder.

“Penanganan permukiman kumuh tidak hanya fokus pada pembangunan fisik saja tetapi juga pemberdayaan masyarakat. Potensi KTV dalam penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman menjadi solusi alternatif strategis. Pengembangan KTV diharapkan dapat mengatasi kebutuhan tanah perumahan dalam keterbatasan tanah perkotaan,” tuturnya.

Dalam konteks KTV, nilai aset masyarakat sebagai dasar konversi nilai horizontal ke unit rusun (vertikal) dalam bentuk hunian & non-hunian serta share holders. “Struktur kepemilikan tanah dalam KTV tetap dipertahankan dengan pemberian kembali skema HAT. Kolaborasi pembiayaan KTV perlu dikemas dalam comprehensive action plan,” tambahnya.

Direktur Pemanfaatan Tanah Pemerintah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Iskandar Syah memberikan closing remark, hasil dari diskusi ini diharapkan bisa tersosialisasikan dan berjalan dengan baik.

“Saya berharap juga akan dilakukan rapat internal antara LD FEB UI dengan Pemprov DKI Jakarta terhadap dinas terkait untuk bisa dilakukan presentasi, sehingga kita bisa ditindaklanjuti terhadap lokasi kumuh tadi dengan pendekatan sekitar 30% dengan masyarakat sekitar di permukiman kumuh. Ke depannya, kita akan independen terhadap konsolidasi tanah dengan nilai yang wajar dan tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan untuk program baik pusat maupun daerah,” tutupnya. (Des)