Lembaga Manajemen FEB UI: BUMN Perlu Antisipasi Potensi Pasar Australia

Lembaga Manajemen FEB UI: BUMN Perlu Antisipasi Potensi Pasar Australia

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas talent di BUMN adalah penguatan aspek bisnis Internasional. Pemahaman atas global business savvy, managing diversity dan kemampuan memahami karakteristik pasar tujuan ekspor merupakan elemen penting. Karenanya dibutuhkan kegiatan semacam Executive Education yang dikombinasikan dengan Business Network Forum untuk meningkatkan kualitas negosiasi dan pemahaman pasar global.

Berkaitan dengan hal tersebut, Lembaga Manajemen FEB UI bersama Crowe Global telah menyelenggarakan kegiatan Global Savvy Training Program angkatan ke-5 yang dilaksanakan di Sydney, Australia, pada (28 Oktober – 1 November 2019).

Pada event tersebut, peserta diberikan materi tentang Strategy of Global Expansion, Australia Economic and Business updates, How doing business in Australia, dan melakukan diskusi panel bersama Australia-Indonesia Business Council, Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC) Sydney, Indonesia Investment Centre Sydney, serta pelaku bisnis yakni Livingstone Group.

Gambaran awal tentang bisnis di Australia diberikan oleh Konjen RI di Sydney, Heru Hartanto. Dalam penjelasannya disampaikan bahwa Australia-Indonesia memiliki hubungan ekonomi cukup baik. Hal itu terlihat dari minat Australia menanamkan modal di Indonesia telah mencapai total sekitar 2,1 Miliar dollar di 2018 maupun transaksi dagang di antara dua negara. Disamping itu, pasar Australia masih terbuka bagi produk Indonesia meskipun regulasi impor cukup ketat.

Pihak ITPC menyebutkan bahwa meskipun transaksi ekonomi Indonesia-Australia selalu defisit di Indonesia, namun kecenderungannya semakin menurun. Transaksi ekonomi ke 2 negara tahun 2018 bernilai 6 Miliar dollar, dimana defisit di pihak Indonesia senilai sekitar A$ 3 miliar. Ekspor utama Indonesia adalah barang manufaktur, permesinan dan produk olahan kayu serta plastik.

Sementara ekspor Australia didominasi oleh hasil pertanian seperti gandum, daging sapi, susu serta produk pertanian lainnya. Investasi Australia di Indonesia terkonsentrasi di sektor pertambangan dan logam, dimana Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur ialah lokasi utama investasinya. Di sisi Australia posisi Indonesia sebagai mitra dagang berada di urutan ke 14. Indonesia harus bersaing dengan Thailand, Malaysia,Singapura dan Vietnam yang berada di atasnya.

Penjelasan tentang regulasi dan kondisi pasar Australia saat ini diberikan oleh Matthew Morgan, konsultan senior di Crowe Australasia. Dia menjelaskan bahwa secara umum kondisi ekonomi Australia cukup baik dan menawarkan banyak kemungkinan investor untuk datang termasuk kerjasama bisnis dengan pihak Australia.

Indikator ekononomi menunjukan angka positif dimana tingkat pertumbuhan 2%-4% dalam 10 tahun terakhir, inflasi sekitar 3% serta angka GDP per capita mencapai A$ 56,000 per tahun dengan populasi sekitar 25 juta penduduk. Dia menekankan bahwa dengan segera akan diberlakukannya implementasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) akan sangat mendorong bisnis antar 2 negara bertumbuh pesat.

Menurut Matthew salah satu bidang usaha yang akan berkembang pesat di Australia adalah bisnis renewable energy, sektor pertambangan dan migas, serta property. Wilayah utama tujuan FDI di Australia berada di negara bagian Victoria, Queensland dan New South Wales. Investasi asing di Australia, misalnya oleh BUMN yang dikategorikan sebagai ‘foreign government investment’ harus mendapat persetujuan dari Foreign Investment Review Board (FIRB).

Pengusaha Indonesia yang cukup sukses di Australia adalah Ivan Paulus. Kelompok bisnis Livingstone di bawah kendalinya telah memiliki beberapa perusahaan dengan 5 kantor cabang dan 9 warehouses di seluruh Australia pada 2018. Bidang bisnis meliputi produk health care ramah lingkungan dan pengelola rumah sakit.

Menurut Ivan kunci sukses pengelolaan bisnisnya adalah kemampuan mengidentifikasi kebutuhan pasar dan quality produk yang prima sesuai standar yang ditetapkan, serta quick response terhadap kebutuhan konsumen. Dengan pengalaman bisnis lebih dari 20 tahun Ivan berencana untuk bisa memulai memasarkan produk Indonesia ke pasar Australia dan sangat terbuka bekerjasama dengan BUMN yang akan menjelajah pasar Australia.

Dalam forum bisnis didiskusikan beberapa hal terkait potensi ekspor-impor produk Indonesia. Pihak Biofarma misalnya berencana untuk segera masuk pasar Australia meskipun saat ini masih berkutat dengan soal perijinan yang belum tuntas. Pihak PKT telah melakukan ekspor pupuk ke Australia dan berusaha untuk bisa melakukannya secara langsung untuk mengurangi peran trader.

Di sisi lain Petrokimia berencana mengamankan sumber pasokan bahan baku berupa phospat dengan mulai melakukan penjajagan di Northern Territory. Penjelasan dari Joseph Rustam, Ketua Indonesia Business Council di Sydney sangat membantu dalam memberikan input terkait pengalaman perusahaan Indonesia dalam berbisnis di Australia.

ke depan tentu kita ingin menargetkan lebih banyak BUMN bisa go global. Peran para leader dituntut lebih keras dalam mewujudkan hal tersebut. Global business savvy experience sangat dibutuhkan dalam mewujudkan hal tersebut. (Des)