Peneliti FEB UI Upayakan Literasi Digital Untuk Maksimalkan Penjualan Bunga di Pasar Rawa Belong

Peneliti FEB UI Upayakan Literasi Digital Untuk Maksimalkan Penjualan Bunga di Pasar Rawa Belong

 

Melva Costanty – Humas FEB UI

JAKARTA – Diawali dengan keprihatinan terhadap sepinya pasar bunga tradisional yang berada di depan tempat tinggalnya, Elvia R. Shauki, Ph. D, peneliti dan staff pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, menyadari bahwa perilaku antara UKM (dalam hal ini pedagang bunga) dan teknologi digital belum menunjukkan sinergi yang baik.

Kebanyakan pedagang masih mengandalkan cara berjualan secara konvensional dengan menunggu konsumen datang ke kios. “Biaya sewa kios yang tidak murah tidak seimbang dengan penghasilan. Sudah investasi sebesar itu, tapi tidak ada pembeli, karena sekarang itu zaman main jari. Semua sudah lewat internet,” ujar Elvia.

 

 

 

 

 

Tuhu Nugroho Dewanto, Internal Advisor on Digital Marketing, mengatakan internet bisa digunakan untuk banyak hal dan memberikan banyak sekali ide. Selain itu, Tuhu juga memperkenalkan ternologi alternatif, live streaming dalam marketplace. “Fiturnya semacam home shopping, tapi sekarang tidak perlu ke televisi. Di Cina, hal itu sudah dilakukan.” Tuhu juga menyarankan agar tidak memberikan harga produk tidak terlalu murah. “Kalau ketemu konsumen langsung, dia terbiasa mendapatkan harga tiga kali lipat, saat dikasih harga 1/3 harga biasa, justru curiga. Dipikirnya barang jelek. Bapak dan Ibu terbiasa untuk ketemu pedagang lagi, tidak ketemu dengan konsumen terakhir. Ini juga harus dipirkan, kira-kira konsumen mau bayar berapa untuk satu buket bunga,” tambah Tuhu.

 

 

 

 

 

Dalam sesi fotografi, Angkoso Sudiantoro, fotografer, juga membagikan wawasan untuk memaksimalkan penggunaan fitur kamera pada telepon pintar. Angle atau sudut pengambilan gambar, sumber cahaya, komposisi gambar serta variasi warna sebaiknya diperhatikan. “Kebanyakan orang ‘kan ada objek, langsung difoto. Kita melupakan beberapa hal penting. Perlu diperhatikan adalah angle dan sudutnya. Kemudian, sumber cahaya. Ada matahari dibelakang atau lampu sorot di belakang atau jendela dengan cahaya terang seperti ini. Itu akan menghasilkan objek yang lebih gelap. Untuk itu dibantu lampu blitz tambahan.” Selain itu, komposisi gambar juga penting. Terkadang kita melakukan foto, kita fokus di objek dan melupakan di sekelilingnya. Kadang-kadang ada orang jualan. ada kabel, ada ember. Dalam sesi ini, peserta juga diajak untuk mencoba memfoto objek dengan telepon pintar mereka.

 

 

 

 

 

Amanda Iskandar, florist sekaligus ketua Dewan Perwakilan Cabang Ikatan perangkai Bunga Indonesia (IPBI) Jakarta Pusat, menyampaikan untuk mengikuti tren bisa dilihat melalui media sosial “Kalau lihat di Instagram, lagi tren Korean Wrapping, warnanya soft-soft kalem-kalem. abnarnya kalau di lihat rangkaian itu sama sama yang kita rangkai bertahun-tahun. yang membedakan hanya cara kita memadu padan warna kombinasi bunga dan juga cara kita menata bungkusannya.” Selain itu, Amanda juga membagikan tips menentukan harga untuk konsumen. “Seperti tadi Pak Tuhu bilang mahal itu relatif. Kalau kita jual bunga potong misalnya satu ikat 75 ribu atau 95.000 itu kan harga kita modal. kita atur aja dia mau apa, harga modal kali 2 itu konsepnya. Nggak usah khawatir itu kan gimana kita nego di pasar,. antara 10-20% maksimum. Jadi (harganya) itu juga nggak jomplang banget.” Selain membagikan tips, Amanda juga mempraktekkan cara membungkus bunga tangan. Mulai dari menyusun rangkaian dengan teknik silang, mempersiapkan bunga agar tetap segar sampai pada konsumen, hingga membungkus dengan tren saat ini, yaitu Korean Wrapping.

 

 

 

 

 

Tak hanya pemberian materi, workshop diakhiri dengan kompetisi merangkai bunga. Mengangkat tema Hari Batik, peserta workshop berkompetisi untuk merangkai bunga meja. Mendukung tema yang diangkat, semua bahan, seperti bunga hingga aksesoris yang disediakan  merupakan produk lokal. Waktu yang diberikan pada peserta untuk merangkai bunga adalah 1 jam. Hampir seluruh peserta terampil merangkai bunga. Hasil rangkaian bunga akan dinilai dan rangkaian bunga terbaik  mendapatkan hadiah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ilham Permana Sidik, pedagang bunga yang menjadi pemenang pertama lomba merangkai bunga meja, mengaku senang dengan kegiatan ini. “Sangat mendukung dan menyenangkan pedagang,” ujarnya. Mengangkat konsep minimalis dalam rangkaian bunga meja buatannya, Ilham mengaku kerapihan dan ketelitian menjadi strategi. “Harus rapi kalau bunga itu. Biar indah seperti apa, teliti gitu. Kalau merangkai bunga kebanyakan warna, dicampu-campur jelek juga. Harus bener-bener bisa memadukan, nggak harus dipake semua (bahan)-nya.”

Kegiatan ini diinisiasi oleh Elvia beserta tim, Eva Oktaviani dan Tiara Pradani, mahasiswa S2 Pascasarjana Ilmu Akuntansi, FEB UI, menginisiasi kegiatan workshop utk mengenalkan digitalisasi sekaligus membuat strategi untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan kali ini diadakan di Gedung Pengelola Pasar Rawa Belong, Jakarta Pusat. Sekitar 20 pedagang diundang untuk berpartisipasi dalam workshop ini. Selain aksi peduli dalam upaya literasi digital, kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat melalui UI Peduli untuk membantu pedagang dan perangkai Bunga di Pasar Bunga Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kegiatan ini melibatkan praktisi dan ahli, serta mendapatkan dukungan dari Komunitas Happy Fit, serta unsur pemerintah daerah, Dinas Ketahanan dan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. (des)