Omas Bulan Samosir : Tipologi Bonus Demografi

Omas Bulan Samosir : Tipologi Bonus Demografi

Siapa pun yang akan terpilih memimpin negeri ini pada periode 2019-2024, hendaknya pembangunan yang akan dilaksanakan merupakan kelanjutan dari pembangunan pada periode 2014-2019 dan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2020-2025.

Janji untuk fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) hendaknya ditepati agar menghasilkan penduduk Indonesia yang aktif dan berdaya saing di tingkat dunia. Pembangunan yang berpusatkan penduduk merupakan suatu keharusan bagi pemerintahan pada periode 2019-2024.

Isu penting pembangunan yang berpusatkan penduduk pada saat ini dan yang akan datang adalah bonus demografi. Bonus demografi diawali dengan penurunan tingkat kelahiran dan tingkat kematian, yang mengakibatkan perubahan struktur umur penduduk berupa peningkatan persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun).

Jumlah anak yang lebih sedikit per rumah tangga secara umum menyebabkan investasi yang lebih besar per anak, kebebasan lebih besar bagi perempuan untuk memasuki lapangan pekerjaan formal, dan tabungan keluarga yang lebih besar untuk masa tua. Hal ini semua memberikan imbalan yang besar terhadap ekonomi nasional. Inilah yang disebut bonus demografi.

Negara-negara dengan kesempatan demografis yang paling besar adalah mereka yang sedang memasuki suatu periode di mana penduduk usia produktif memiliki kesehatan yang baik, pendidikan berkualitas, dan pekerjaan yang layak, serta memiliki persentase anak-anak usia 0-14 tahun yang lebih rendah. Bagaimana pencapaian bonus demografi di Indonesia? Apakah semua provinsi di Indonesia sedang menikmati bonus demografi? Apakah ada kabupaten/kota yang belum menikmati bonus demografi?

Bank Dunia (2016) meluncurkan tipologi bonus demografi negara-negara di dunia. Ada dua indikator yang digunakan untuk menetapkan klasifikasi bonus demografi suatu negara, yaitu pertumbuhan persentase penduduk usia produktif pada periode 2015-2030 dan angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) pada 1985 dan 2015. TFR adalah banyak anak rata-rata yang akan dimiliki seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya. Pertumbuhan persentase penduduk usia produktif pada periode 2015-2030 dikelompokkan menjadi (i) negatif atau nol dan (ii) positif. TFR dikelompokkan menjadi (i) lebih kecil dari 2,1 anak per perempuan pada 1985, (ii) lebih besar atau sama dengan 2,1 pada 1985, (iii) lebih kecil dari empat pada 2015, dan (iv) lebih besar atau sama dengan empat pada tahun 2015.

Tahap awal bonus demografi

Tipologi bonus demografi diklasifikasikan menjadi (i) pascabonus demografi jika pertumbuhan penduduk usia produktif negatif atau nol dan TFR lebih kecil dari 2,1 pada 1985, (ii) akhir bonus demografi jika pertumbuhan penduduk usia produktif negatif atau nol dan TFR lebih besar atau sama dengan 2,1 pada 1985, (iii) awal bonus demografi jika pertumbuhan penduduk usia produktif positif dan TFR lebih kecil dari empat pada 2015, dan (iv) prabonus demografi jika pertumbuhan penduduk usia produktif positif dan TFR empat atau lebih kecil dari empat pada 2015.

Klasifikasi pendapatan negara-negara berdasarkan pengelompokan Bank Dunia juga disertakan dalam penyusunan tipologi bonus demografi, yaitu rendah, rendah-menengah, menengah-tinggi, dan tinggi. Secara umum, negara-negara yang sudah memasuki masa pascabonus demografi adalah negara berpendapatan menengah-tinggi dan tinggi.

Berdasarkan tipologi bonus demografi tersebut, Indonesia diklasifikasikan sebagai negara pada tahap awal bonus demografi karena pertumbuhan penduduk usia produktif Indonesia diproyeksikan positif pada periode 2015-2030 dan TFR Indonesia lebih kecil dari empat anak per perempuan pada tahun 2015. Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menghasilkan bonus demografi yang besar jika kebijakan pembangunan SDM, terutama kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan pemerintahan mendukung.

Penulis melakukan studi pengelompokan pencapaian bonus demografi provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan pendekatan yang sama. Untuk tingkat provinsi, indikator yang digunakan adalah pertumbuhan persentase penduduk usia produktif pada periode 2015-2020, TFR menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa minyak dan gas per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2013. Untuk tingkat kabupaten/kota, indikator yang digunakan adalah pertumbuhan persentase penduduk usia produktif periode 2012-2017, TFR menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015, dan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku tahun 2017.

Hasil studi menunjukkan bahwa DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara merupakan provinsi yang sedang dalam era akhir bonus demografi. Pertumbuhan penduduk usia produktif sudah negatif di keenam provinsi ini dan TFRnya masih 2,1 atau lebih anak per perempuan. Sebanyak 28 provinsi lain sedang dalam tahap awal bonus demografi karena pertumbuhan penduduk usia produktifnya masih positif dan TFR-nya sudah lebih kecil dari empat anak per perempuan. Jadi, di Indonesia, belum ada provinsi yang sudah memasuki masa pascabonus demografi dan semua provinsi sedang dalam era bonus demografi, awal atau akhir.

Hasil studi juga menunjukkan bahwa 24 kabupaten/kota (4,7 persen) dalam tahap prabonus demografi, 367 kabupaten/kota (71,4 persen) yang dalam tahap awal bonus demografi, 123 kabupaten/kota (23,9 persen) yang dalam tahap akhir bonus demografi. Kabupaten/kota yang dalam tahap prabonus demografi tersebar di Sumatera Utara (5), Nusa Tenggara Timur (2), dan Papua (17). Kabupaten/kota yang dalam tahap awal dan akhir bonus demografi tersebar di semua provinsi.

Tantangan bonus demografi

Setiap tahap bonus demografi memiliki tantangan yang berbeda. Era akhir bonus demografi disikapi dengan mengantisipasi penuaan penduduk dengan cara menyiapkan penduduk untuk memasuki usia lanjut dengan kualitas SDM yang sehat, terdidik, produktif, dan berinvestasi, agar dapat menyumbang pada bonus demografi kedua yang disebabkan meningkatnya penduduk usia lanjut.

Era awal bonus demografi disikapi dengan kesempatan untuk pembangunan SDM penduduk usia produktif yang sehat, terdidik, produktif, dan berinvestasi, agar dapat berkontribusi terhadap pencapaian bonus demografi pertama yang disebabkan karena penurunan persentase penduduk usia muda 0-14 tahun. Era prabonus demografi disikapi dengan penyiapan penduduk untuk memasuki masa awal bonus demografi melalui penanganan tingkat kelahiran dan pembangunan kualitas SDM.

Pembangunan SDM pada periode 2019-2024 hendaknya ditujukan untuk menghasilkan Indonesia, provinsi, dan kabupaten/kota dengan penduduk usia produktif yang memiliki kesehatan yang baik, pendidikan berkualitas, dan pekerjaan layak, dengan persentase anak-anak usia 0-14 tahun lebih rendah.

Omas Bulan Samosir Pengajar FEB UI, Peneliti Senior Lembaga Demografi FEB UI, Staf Pengajar Program Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan FEB UI

Sumber : Harian Kompas 14 Juni 2019