Buddi Wibowo: Indonesia Harus Segera Memiliki Lembaga Penjamin Obligasi

Buddi Wibowo: Indonesia Harus Segera Memiliki Lembaga Penjamin Obligasi

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

Berdasarkan regulasi baru Otoritas Jasa Keuangan mengatur tentang prosedur emisi obligasi di Indonesia. POJK No. 11/2018 yang mengatur prosedur emisi obligasi di Indonesia bahwa durasi emisi jauh lebih cepat dibandingkan dengan aturan yang berlaku sebelumnya. Regulasi ini sangat penting dalam mendorong percepatan peningkatan kapasitas dan kedalaman pasar obligasi korporasi kita.

Perlu diketahui bahwa size dari pasar obligasi korporasi kita sangat kecil, yaitu hanya 2,21% saja relatif terhadap besarnya Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai lebih 40% dari PDB atau Korea Selatan (Korsel) yang lebih dari 90% PDB (data Asian Bond Online, ADB).

Regulasi merupakan komponen penting yang sangat menentukan perkembangan pasar surat utang korporasi di setiap negara. Peran regulator dalam membuat berbagai aturan terkait pasar surat utang korporasi akan sangat menentukan sejauh mana negara tersebut memiliki pasar surat utang korporasi yang baik. Aturan terkait dengan durasi izin proses penerbitan surat utang korporasi dan jangka waktu penawaran umum berkelanjutan (shelf registration) surat utang korporasi menjadi concern banyak negara.

“Durasi proses penerbitan dan penawaran umum berkelanjutan surat utang korporasi di beberapa negara Asia menunjukan proses emisi obligasi di Indonesia termasuk yang paling lama. Korsel merupakan negara dengan durasi proses penerbitan yang paling cepat di Asia. Proses penerbitan surat utang korporasi di Korsel dan Hong Kong hanya membutuhkan waktu 3-5 hari kerja, tergantung dari jenis surat utang korporasi yang diterbitkan,” kata Buddi Wibowo dalam rilis tulisannya di koran Bisnis Indonesia, (7/12/2018).

Di negara–negara Asean seperti Malaysia merupakan negara dengan waktu proses penerbitan paling singkat, yaitu hanya 14 hari kerja. Aturan penerbitan surat utang korporasi tersebut jauh lebih cepat dibandingkan dengan aturan yang berlaku di Indonesia dan Filipina yang masing-masing membutuhkan waktu 45 hari sejak seluruh dokumen dinyatakan lengkap. Pada praktiknya izin efektif emisi obligasi rata-rata baru diperoleh selama 3-5 bulan.

Durasi proses perizinan menentukan seberapa mudah dan cepat proses penerbitan surat utang korporasi di suatu negara. Dalam pembangunan pasar surat utang korporasi, proses penerbitan akan sangat mempengaruhi keputusan korporasi untuk mengeluarkan obligasi setelah menimbang kondisi pasar surat utang dan situasi makroekonomi masing-masing negara.

Jika issuer menilai kondisi pasar cukup kondusif untuk menerbitkan surat utang korporasi, issuer akan memilih surat utang korporasi sebagai sumber dananya. Jika proses penerbitan lama sementara kondisi pasar berubah cepat, calon emiten obligasi akan mengubah keputusan dari menerbitkan surat utang menjadi pinjam ke bank lagi saja.

Kepincangan peran pasar obligasi dibandingkan dengan perbankan akan makin parah. “Oleh karena itu, proses penerbitan yang makin cepat dan singkat akan sangat mempermudah para pelaku pasar, baik issuer, investor maupun unterwriter dalam mendorong proses penerbitan surat utang korporasi lebih banyak lagi di Indonesia,” ujar dia.

Data IOSCO menunjukkan bahwa Indoenesia memiliki waktu proses penerbitan lebih lama jika dibandingkan dengan rata-rata pasar obligasi negara-negara lain di dunia yang hanya membutuhkan waktu 25 hari. Alhasil, proses penerbitan suatu surat utang korporasi berkemungkinan batal manakala terdapat perubahan signifikan di pasar. Emisi obligasi menjadi berisiko cukup tinggi. Proses penerbitan yang cepat dan singkat akan sangat membantu perkembangan pasar surat utang korporasi di Indonesia.

“Regulator sudah berupaya menyelesaikan masalah lamanya waktu izin emisi bond dengan membuat kebijakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB). PUB memungkinkan issuer menerbitkan beberapa seri surat utang dalam jangka waktu tertentu hanya dengan satu kali permohonan izin pernyataan efektif,” tambah dia.

Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Bapeppam No. IX.A.15 Tahun 2010 tentang Penawaran Umum Berkelanjutan, dinyatakan hal itu hanya dapat dilaksanakan dalam periode paling lama 2 tahun sejak efektifnya pernyataan pendaftaran. Selain itu, POJK No. 11 memberikan peluang kepada investor profesional untuk membeli obligasi dalam hitungan hari.

Pembangunan pasar obligasi korporasi tentu tidak hanya membutuhkan regulasi yang memangkas waktu emisi tetapi kesiapan dan keberadaan institusi pendukung juga sangat menentukan. “Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Indonesia harus segera mengambil kebijakan untuk mempunyai lembaga penjamin obligasi seperti Malaysia, India, dan Brasil,” tutupnya. (Des)

 

Sumber: Koran Bisnis Indonesia. Edisi: Jumat, 7 Desember 2018. Kolom Opini. Halaman 2