Syarifah Liza Munira: Ketahanan Produksi Vaksin Negara Berkembang dari Segi Pangsa Pasar dan Penetapan Harga

Syarifah Liza Munira: Ketahanan Produksi Vaksin Negara Berkembang dari Segi Pangsa Pasar dan Penetapan Harga

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menggelar Seminar Mingguan dengan topik pembahasan “Ketahanan Produksi Vaksin Negara Berkembang: Analisis Ekonomi Terhadap Pangsa Pasar dan Penetapan Harga” yang berlangsung di ruang Kartono Gunawan, LD, pada Rabu (28/11/2018).

Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan (MEKK), Syarifah Liza Munira, Ph.D., pemateri Seminar Mingguan kali ini, memaparkan bahwa lebih dari separuh vaksin yang digunakan di negara-negara berkembang adalah program imunisasi berasal dari produsen negara berkembang (DCMs). Namun, studi ekonomi tentang ketahanan produksi vaksin di negara berkembang masih terbatas.

Pemahaman yang lebih baik tentang produksi vaksin lokal akan membantu negara-negara berkembang menelusuri elemen-elemen penting saat ini yang memprediksi ketahanan produksi vaksin. Ini juga dapat membantu untuk mendukung kesehatan global dan pembuat kebijakan dalam menavigasi dan mengembangkan kebijakan yang dapat lebih mendukung produsen yang ada serta negara berkembang lainnya yang mempertimbangkan investasi ke dalam produksi vaksin lokal.

“Penelitian ini berfokus pada dua aspek yang terkait dengan produksi vaksin lokal, di antaranya kelayakan produksi vaksin DCM dan perilaku penetapan harga vaksin dari DCMs. Untuk penilaian pertama, ukuran pendapatan dan persentase pangsa pasar digunakan sebagai proksi kelayakan yang digunakan untuk mengukur pengaruh faktor ketahanan vaksin pada produksi di negara berkembang,” tutur Syarifah Liza Munira.

Model regresi multilevel dibangun menggunakan dataset hirarkis untuk tahun 2012 – 2014 untuk pasar global secara keseluruhan serta pasar domestik & ekspor secara khusus. Penilaian kedua pada harga vaksin membahas hambatan sisi permintaan terhadap vaksin yang diproduksi oleh negara berkembang dan mengamati pengaruh faktor pengadaan terhadap harga vaksin yang diproduksi oleh negara berkembang. Penilaian ini didasarkan pada regresi efek campuran pada kumpulan panel harga vaksin untuk tahun 2005 hingga 2015.

Temuan keseluruhan ini menunjukkan bahwa sementara pasar vaksin yang dihadapi produsen negara berkembang bukanlah pasar premium seperti yang ditemukan di negara-negara berpenghasilan tinggi, ini kemungkinan dikompensasi oleh ukuran luas pasar-pasar ini dan kurangnya persaingan domestik.

“Namun, kelayakan produksi mereka menjadi tertantang ketika memperluas produksi ke pasar ekspor dan saat memproduksi vaksin teknologi yang lebih baru. Dalam situasi seperti ini, pengetahuan tentang faktor kritis menjadi penting terhadap dampak mengenai status pasar tenaga kerja masa depan seseorang,” tutupnya. (Des)