FEB UI Luncurkan Tax Education and Research Center

FEB UI Luncurkan Tax Education and Research Center

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan Launching “Tax Education and Research Center” didukung oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat dan Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi yang berlangsung di Auditorium Pascasarjana, pada Rabu (28/11/2018).

Dekan FEB UI, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., mengatakan dalam sambutan pembukaannya bahwa pendirian Tax Education and Research Center (TERC) FEB UI merupakan bagian dari tanggungjawab sivitas akademika untuk mengkaji dan berkontribusi langsung ataupun tidak langsung pada perumusan dan implementasi kebijakan perpajakan di Indonesia yang lebih baik.

“Misalnya, kondisi masih belum optimalnya rasio tax to GDP bisa disebabkan oleh banyak hal yang merupakan area kajian yang cukup luas, antara lain masih banyaknya individu dan badan yang tidak masuk dalam tax system (tax net yang terbatas), tax avoidance dan tax evasion yang dilakukan oleh wajib pajak yang menggerus penerimaan negara, tidak efisiennya sistem administrasi perpajakan, dan konteks pola pengeluaran pemerintah,” ucap Ari Kuncoro.

Salah satu implikasinya adalah bahwa PTN-BH juga akan dikenakan PPh atas sisa lebih yang tidak diinvestasikan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan dalam waktu 4 tahun serta terdapat perubahan perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh dosen dan tenaga kependidikan.

“Dalam hal PPN, PTN-BH yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak wajib mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, bendaharawan PTN-BH tidak lagi mempunyai kewajiban untuk memungut PPh Pasal 22 dan PPN atas pembelian barang atau jasa,” tutup Ari Kuncoro.

Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Administrasi Umum, Prof. Sidharta Utama, Ph.D., juga menambahkan bahwa TERC ini memberikan masukan-masukan untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam menyejahterakan perekonomian Indonesia. Salah satunya dengan pajak yang sangat berguna sebagai fungsi anggaran negara, stabilitas negara, retribusi pendapatan, dan pengaturan regulasi.

“Perguruan tinggi khususnya UI mengapreasikan kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung kelangsungan hidup PTN-BH dengan melakukan investasi atau meningkatkan kualitas SDM dalam hal pendidikan, riset, dan pengabdian,” kata Sidharta Utama.

 

Sesi Seminar: Kebijakan Pajak PTN Badan Hukum (PTN-BH) di Indonesia

Wahyu Santosa selaku Kasubdit Peraturan PPh Badan Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan bahwa realisasi penerimaan pajak Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Sesuai dengan amanat UUD 1945, negara mendukung pendidikan di Indonesia sebesar 20%. PTN-BH merupakan subjek pajak sesuai dengan PPh, meliputi orang pribadi dan badan. Badan merupakan satu bagian yang melakukan suatu usaha maupun tidak melakukan usaha.

“Pajak yang diberikan oleh negara untuk PTN-BH, meliputi hibah, bantuan, sumbangan bidang pendidikan, dan beasiswa. Ke depannya, pemerintah dengan Badan Kebijakan Fiskal sedang menyusun suatu aturan, yaitu ‘super deduction’ yang merupakan tambahan biaya untuk melakukan penelitian atau riset bagi dunia pendidikan vokasi,” ujar Wahyu Santosa.

Sementara itu, sisa lebih dana pendidikan yang diterima oleh badan atau lembaga nirlaba yang begerak di bidang pendidikan dalam kurun waktu 4 tahun bisa digunakan untuk sarana dan prasarana yang menunjang dan mendukung kemajuan dunia pendidikan.

Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si., selaku Direktur Keuangan IPB juga menyampaikan sumber dana yang diperoleh oleh IPB (PTN-BH) berasal dari dana campuran antara negara dan masyarakat. Sistem keuangan terintegrasi yang dilakukan oleh IPB, meliputi sistem GL terdiri dari sistem anggaran online dan sistem pendapatan. Selain itu, mekanisme penerbitan faktur pajak penerimaan yang bisa digunakan untuk menjaring kerjasama dengan pihak swasta sebesar 70%.

Namun, kendala yang dialami oleh IPB, yaitu lokasi wajib pajak yang berbeda KPP, mitra kementerian masih menganggap PTN-BH sebagai bendahara pemerintah (tidak memperhitungkan PPN, meminta potongan PPh 22 dan PPh 21 final), kerjasama diklat/pelatihan/seminar masih dipertanyakan apakah dapat dikategorikan sebagai kerjasama pendidkan yamg tak dikenakan PPN, dan melakukan pajak dipunggung untuk layanan unit terkecil.

“Kendala lainnya, jasa LN (e-journal, e-book, e-commerce) masih dipertanyakan apakah diberikan insentif yang tak dikenakan PPh 26, penerimaan hibah LN untuk konsorsium perguruan tinggi, perpajakan hibah dari perseorangan, dan produk hasil usaha,” jelas Indah Yuliasih.

Dr. Ir. Erry Ricardo Nurzal, MT, MPA selaku Kepala Biro Perencanaam Kemenristek Dikti menambahkan bahwa peran Perguruan Tinggi dalam pembangunan negara, yaitu meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan penguasaan IPTEK, dan meningkatkan inovasi. Dalam hal ini Kemenristek Dikti mendorong Perguruan Tinggi untuk bisa menjadi World Class University, karena sampai saat ini hanya 3 perguruan tinggi yang sudah mengantongi itu, di antaranya UI (peringkat 292), IPB (peringkat 359), dan UGM (peringkat 391).

“Usulan mengenai perlunya insentif pajak bagi PTN-BH, di antaranya pemerintah mulai fokus pada pembangunan sumber daya manusia. Untuk itu, pemerintah bersama masyarakat perlu meningkatkan upaya dan alokasi sumber daya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Selain itu, jumlah PTN-BH yang masuk WCU baru 3 perlu ditingkatkan, alokasi sumber daya diukur dari pengeluaran pemerintah dan masyarakat untuk pendidikan tinggi masih relatif rendah (terendah di antara negara-negara yang diteliti oleh OECD), dan berbagai pajak yang harus dibayar PTN-BH mengakibatkan pola pengeluaran perguruan tinggi menjadi kurang sehat (kemampuan membangun endowment funds berkurang, kualitas infrastruktur laboratorium yang rendah, dan semakin sulitnya perguruan tinggi mendapatkan SDM terbaik). Oleh karena itu, insentif pajak bagi PTN-BH perlu disediakan untuk mengembangkan dan mendapatkan SDM terbaik, membangun sarpras melakukan kegiatan R&D, dan membangun endowment fund, kata Erry Ricardo Nurzal.

Yulianti Abbas, Ph.D., selaku Ketua Program Studi PPIA menambahkan sebagian besar Perguruan Tinggi Negeri dan swasta adalah entitas bebas pajak. Di Amerika hampir semua Perguruan Tinggi mempunyai dana untuk endowment yang dianggap bisa digunakan untuk penelitian atau riset. Apabila menggunakan tax, endowment terkena pajak sebesar 1,4%.

Selain itu, biaya UBIT dapat dikurangkan jika diizinkan sebagai pengurangan bisnis berdasarkan kode pajak dan jika terhubung langsung dengan perdagangan atau bisnis yang tidak terkait terkadang diperlukan alokasi. “Dalam hal ini, Perguruan Tinggi mempertahankan wakaf untuk secara langsung mendukung kegiatan mereka sebagai lembaga pendidikan tinggi. Umumnya, penghasilan dana endowment dibebaskan dari pajak penghasilan federal,” tutup Yulianti Abbas sebagai pembicara terakhir sesi seminar ini. (Des)