Menko Maritim Luhut Bicara Dalam Sarasehan BEM FEB UI 2018

Menko Maritim Luhut Bicara Dalam Sarasehan BEM FEB UI 2018

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Bidang Departemen Kajian dan Aksi Strategis menyelenggarakan Sarasehan untuk Negeri (Seruni) dengan tema ‘The Runner: Medicating our Motherland’ yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat, pada Kamis (4/10/2018).

Acara ini diawali dengan sambutan Syekhan Adesia Ramadhan selaku Ketua BEM FEB UI. Ia menyampaikan bahwa Sarasehan untuk Negeri (Seruni) merupakan salah satu acara diskusi publik sebagai respons terhadap isu-isu strategis di Indonesia dan diadakan dalam bentuk diskusi dengan para ahli dari berbagai latar belakang yang berbeda untuk membahas isu strategis yang diangkat.

“Seruni dilaksanakan dalam dua sesi, yaitu sesi pertama dengan pembahasan ‘Inspecting Past Public Policy’ yang diisi oleh pembicara dari kalangan pemerintah & akademisi yang berpengalaman dalam membuat kebijakan publik. Sesi kedua dengan pembahasan ‘Prospecting the Glory on Youth’s Hand’ yang diisi oleh pembicara dari tokoh akademisi yang pernah menjadi bagian dari kalangan pemerintah,” ucap Syekhan.

Sebagai pembuka resminya Seruni, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., selaku Dekan FEB UI memberikan sambutan dilanjutkan dengan pemukulan gong. Di dalam sambutannya, Ia mengatakan lingkungan global yang terus berubah dan membutuhkan kemampuan adaptasi, inovasi terkait ketidakpastian, kerentanan, kompleksitas, dan kemenduaan.

“Salah satu partisipasi FEB UI untuk negara ini ialah para alumni atau lulusan kami penyumbang pembuatan/pengambil keputusan kebijakan publik, karena beberapa dari mereka bekerja di sektor pemerintahan. Maka dari itu, FEB UI mencanangkan keseimbangan antara keunggulan keilmuan dan relevansi praktis bagi mahasiswa millenial,” tutur Ari Kuncoro.

Dilanjutkan dengan keynote speech yang disampaikan oleh Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, MPA selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang baik dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang sehat, inflasi yang rendah, menurunnya tingkat kemiskinan & rasio gini, dan didukung dengan pengolahan kebijakan fiskal yang hati-hati.

“Selama hampir 4 tahun terakhir, pemerintah fokus kepada upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, antara lain melalui pembangunan infrastruktur konektivitas guna mendorong pertumbuhan dan pemerataan. Selain itu, berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat di pedesaan melalui dana desa. Kebijakan tersebut telah menunjukkan hasilnya antara lain ditunjukkan dengan penurunan stunting terhadap angka pengangguran dan kemiskinan,” ungkap Luhut.

“Untuk menanggulangi masalah BOP, Pemerintah fokus pada 3 strategi utama, yaitu implementasi B20 untuk mengurangi defisit transaksi bahan bakar, meningkatkan pariwisata untuk mendapatkan pendapatan USD lebih banyak lagi, dan meningkatkan Tingkat Kompenen Dalam Negeri (TKDN) & memberikan insentif perpajakan bagi sektor swasta untuk berinvestasi,” tutup Luhut.

Kemudian, pemaparan sesi pertama yang disampaikan oleh dua pemateri. Pertama, disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie (Ketua MK periode 2003 – 2008). Ia mengatakan bahwa seluruh kurikulum di FEB UI maupun Fakultas lainnya harus mengalami revolusi dan fundamental.

“Selain itu, generasi penerus bangsa ini khususnya mahasiswa FEB UI harus dibekali dan dilatih untuk menjadi ekonom yang berpikiran maju dan dewasa demi memajukan perekonomian Indonesia di masa mendatang,” jelas Jimly.

Pemateri kedua disampaikan oleh Prof. Anwar Nasution, Ph.D. (Deputi Senior BI periode 1999 – 2004 sekaligus Guru Besar FEB UI). Untuk mengatasi krisis ekonomi tahun 1997-98, Indonesia mengintrodusir 3 bentuk kebijakan yang saling terikat, yakni mengubah kebijakan moneter & kredit perbankan, merubah kebijakan fiskal termasuk otonomi daerah & administrasi keuangan negara, dan melakukan strukturalisasi di sektor riil.

“Ada tiga penyebab utama krisis perbankan di Indonesia, yakni credit risk, market risk, dan operational risk. Selain itu, governance dan efisiensi perbankan dari segi teknologi, SDM, tata kelola dan efisiensi 16 bank-bank swasta nasional yang dibeli oleh investor asing menjadi semakin membaik,” kata Anwar Nasution.

Dilanjutkan dengan sesi kedua, yaitu diskusi panel dengan tiga narasumber yang membahas ‘Pemuda dan Politik’ yang dimoderatori oleh Muhammad Syaeful Mujab selaku Abang Jakarta 2018. Narasumber pertama disampaikan oleh Dr. Emil Elestianto Dardak, M.Sc., selaku Bupati Trenggalek. Ia menyampaikan generasi millennial masih belum memikirkan ke arah dunia politik.

“Alasan pemuda masih enggan memikirkan dunia politik, karena mereka menganggap tidak mempunyai networking atau relasi. Selain itu, mereka tidak mau mencampuri urusan politik dengan kehidupannya,” ujar Emil Elestianto Dardak.

Narasumber kedua disampaikan oleh Julian Aldrin Pasha (Juru Bicara Kepresidenan periode 2009 – 2014). Ia mengatakan bahwa politik diibaratkan sebagai pemegang kekuasaan. Kaitannya dengan generasi pemuda ialah mereka rata-rata masih ingin menikmati dan mengekspresikan dunia jiwa muda nya dengan sepuas hatinya.

“Maka dari itu, mereka masih jarang yang terlibat di dunia politik, karena mereka berpikiran bahwa pemegang kekuasaan itu mempunyai tantangan yang besar dan mengemban amanah yang berat,” pungkas Julian Aldrin Pasha.

Terakhir, narasumber ketiga disampaikan oleh Prof. Firmanzah, Ph.D., selaku Guru Besar FEB UI sekaligus Rektor Universitas Paramadina. Beliau mengatakan bahwa politik secara luas merupakan semua usaha yang bisa mempengaruhi kebijakan publik demi memajukan dan memakmuran kehidupan masyarakat luas.

“Oleh karena itu, bagi pemuda harus mengubah mindset terhadap penilaian dunia politik. Karena dunia politik itu tak seburuk apa yang ada di dalam benak pikiran mereka,” tutup Firmanzah sebagai narasumber terakhir di sesi kedua ini. (Des)