MM dan LM FEB UI Gelar Seminar Executive Education “Digital Leadership Program”

MM dan LM FEB UI Gelar Seminar Executive Education “Digital Leadership Program”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

JAKARTA – Magister Manajemen dan Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan seminar Executive Education dengan mengusung tema “Digital Leadership Program” yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton, Ruang Mutiara 12,  selama dua hari (25–26/9/2018).

Seminar ini dibuka oleh sambutan Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., selaku Dekan FEB UI. Ia menyampaikan digitalisasi ekonomi telah membawa dampak besar pada berbagai aspek bisnis. Ini ditandai oleh perputaran yang cepat dan perubahan lingkungan terkait ketidakpastian, kerentanan, kompleksitas, dan kemenduaan. Selain itu, manajemen konvensional mungkin menghadapi kesulitan dan harus mampu beradaptasi.

“Sementara itu, yang dicanang oleh FEB UI dalam mencetak pemimpin di era digital, yaitu meningkatkan keseimbangan antara keunggulan keilmuan dan relevansi praktis, berkontribusi kepada masyarakat ‘Cultivate Future Leader’, dan fokus dalam mempersiapkan kompetensi yang dibutuhkan. Sehingga menjadikan pemimpin di masa depan yang memiliki pengetahuan mempuni, berpengalaman, keunggulan pribadi, dan siap berkompetisi dengan yang lain,” ucap Ari Kuncoro.

Pada hari pertama, pemaparan materi yang disampaikan oleh dua narasumber. Untuk narasumber pertama disampaikan oleh Hasnul Suhaimi, MBA., selaku Former CEO PT XL Axiata. Ia memaparkan bahwa leader hanyalah manusia biasa yang mempunyai visi, strategi, dan motivasi. Tentu, seorang leader dalam memimpin sebuah perusahaan harus mempunyai ide. Biasanya ide tersebut berasal dari berkat adanya sebuah pengalaman dan pendapat dari buyer/customer.

“Hal yang diperlukan bagi seorang leader dalam mempersiapkan konsep perusahaan menuju era digital harus melibatkan partisipasi semua pihak mulai pemegang saham, manajemen, dan seluruh karyawan. Selain itu, Dirut dan Direktur SDM berperan penting dalam membentuk kultur digital. Keputusan dan support datang dari Direksi, namun perlu dilengkapi dengan insiatif bottom up dan ide baru dari karyawan millenial dan juga mendengarkan masukan dari pelanggan,” tutur Hasnul Suhaimi.

Kemudian, narasumber kedua disampaikan oleh Edgar Ekaputra, M.M., selaku Managing Director EY Indonesia. Beliau memaparkan bahwa era digital merupakan konsep teknologi baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologis. Selain itu, mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi & industri, dan bahkan menantang gagasan apa artinya menjadi manusia.

Untuk itu sebuah perusahaan di era digital nanti harus dipimpin oleh seseorang yang mempunyai semangat dan memiliki pemikiran inovatif. Biasanya dimulai dengan ide sederhana, fokus pada apa yang mereka lakukan, tidak pernah berhenti pada apa yang mereka mulai dan bersinergi, tidak pernah takut gagal, dan mampu mengendarai gelombang naik dan turun suatu perusahaan.

“Namun yang harus dihindari seorang pemimpin dari adanya start-up atau era perubahan, yaitu  kegagalan dalam mengantisipasi perkembangan industri di masa depan, kurangnya jiwa sosial dalam mengenal customer/buyer, kegagalan meyakinkan investor, ingin untung cepat dan berakibat pada kekeliruan keuangan, dan terlalu percaya diri tanpa rencana yang pasti,” jelas Edgar Ekaputra.

Untuk hari kedua, dibuka dengan keynote speech yang disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., selaku Guru Besar FEB UI. Beliau memaparkan bahwa perkembangan dunia saat ini sudah berubah dan menuju era digital. Hal ini dibuktikan dengan perubahan dari sisi pekerjaan di mana sebagai besar tenaga/fisik manusia digantikan oleh mesin/robot. Selain itu, kebebasan berekspresi, persamaan dalam hal seseorang yang mengusai data maka akan menguasai dunia, perpindahan imigrasi yang mengganggu keseimbangan global, paska kebenaran, pendidikan, dan meditasi.

“Perkembangan teknologi berpengaruh pada kehidupan manusia. Misalnya saja, pemerintah Thailand mempromosikan lewat iklan terkait teknologi yang mampu mempengaruhi kehidupan di sana, seperti adegan seorang ibu yang sibuk dengan gadget atau dunia nya sendiri yang mengakibatkan bayi atau anak mereka kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Oleh sebab itu, pemerintah di sana menggalakkan program ini secara terus-menerus,” ungkap Rhenald Kasali.

Teknologi juga bisa menentukan kualitas suatu produk. Apabila hasil karya atau produk suatu industri/perusahan kalah bersaing dengan yang lainnya maka kemungkinan besar akan berakhir. “Untuk itu, leader juga terkena dampak dari teknologi ini. mereka diharuskan mengikuti era digitalisasi saat ini dengan menciptakan inovasi program, seperti new ambidex, ekosistem dan kolaborasi, model bisnis, dan web budaya 5.0,” tutup Rhenald Kasali dalam keynote speech nya.

Dan terakhir, penyampaian materi oleh Dr. Andreas Raharso (NUS Business School). Ia memaparkan bahwa di dunia digital saat ini program nudge sangat penting untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Nudge itu sendiri suatu teori model practice pada bidang ekonomi.

“Artinya teori ini sangat efektif, karena sudah diterapkan lebih dari 10 tahun. Nudge bila didefinisikan, yaitu teori tentang pilihan arsitektur untuk manusia dalam melakukan pekerjaaan di sebuah perusahaan, misalnya dalam bekerja pasti mempunyai bawahan maupun atasan dalam membuat keputusan berdasarkan pilihan yang tersedia,” tutup Andreas Raharso sebagai pembicara terakhir dalam acara ini. (Des)