Ari Kuncoro Bahas Tekan Defisit Indonesia dengan Memperkuat Ekspor

Ari Kuncoro Bahas Tekan Defisit Indonesia dengan Memperkuat Ekspor

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

Pada November 2017, banyak pelaku pasar di dunia sudah mencium bahwa akan ada perubahan drastis akan salah satu kebijakan perdagangan AS. Dari situlah mulai terjadi bahwa ekspor Indonesia menurun. Pada saat yang sama, perekonomian dalam negeri juga sedang mengalami expansi, baik karena ekspor sebelumnya maupun daya beli masyarakat pulih.

Diakui bahwa industri kita mempunyai kelemahan terhadap bahan baku yang tidak terlalu berkembang, dikarenakan bahan baku kita berorientasi atau masih bergantung pada impor. Hal ini menjadi pertanyaan, dapatkah kita membuat iklim usaha menjadi cukup baik, sehingga pengusaha dalam negeri bisa masuk ke industri substitusi input yang diimpor dan bisa bersaing dengan pengusaha luar negeri.

“Sekarang ini bagi pengusaha hulu dalam negeri beranggapan bahwa industri konsumsi maupun bahan baku lebih murah mengimpor dan industri input harga jualnya bisa lebih mahal daripada impor, sehingga hal ini menyebabkan tidak akan berkembang,” ucap Ari Kuncoro dalam acara News Talkshow Hot Economy di BeritaSatu TV, pada Kamis (25/10/2018).

Permasalahan ini banyak terjadi pada skala tersebut. Tetapi, ada juga masalah-masalah yang kaitannya dengan logistik. Dilihat dari biaya produksi logistik kita berada sekitar 26% dan bergerak ke arah 20%. Berbeda dengan Malaysia yang berada di 13% dan Thailand 16%. Tentu, Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia dan Thailand.

“Permasalahannya adalah begitu neraca perdagangan menjadi defisit, membuat dashboard bagi pemodal jangka pendek yang investasi di pasar saham atau segala macamnya. Jadi, terkait antara surplus di neraca perdagangan dengan arus modal keluar-masuk atau jangka pendek ke Indonesia. Untuk memutus lingkaran permasalahan tersebut, maka diperlukan juga melihat neraca jasa,” jelasnya.

Sekarang ini yang bisa kita lakukan ialah mencoba mencari keseimbangan atau mencari alternatif terhadap industri. Salah satunya dengan menempatkan kawasan industri ditempat yang tidak terlalu jauh dari jalur distribusi nasional tetapi ada di luar Jawa.

Apabila kita lihat situasi geografisnya, jalur pelayaran kita banyak berada di Selat Malaka, kemudian Laut Cina Selatan dan terlalu jauh ke arah Selatan (Jawa). Konsepnya itu memang suatu kawasan industri yang memperhatikan kelangsungan lingkungan tersebut.

“Dengan itu, hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan meningkatkan jalur perdagangan tradisional maupun internasional yang berada di Batam, Riau, Medan, Pontianak, dan Palembang. Tak hanya itu, pembuatan kawasan ekonomi tersebut tidak hanya diarahkan untuk kesempatan kerja lokal tetapi juga untuk meningkatkan peranan logistik Indonesia yang terintegrasi dengan internasional,” tutupnya. (Des)