Tiga Jurus Dekan FEB UI Menjaga Stabilitas Rupiah

Tiga Jurus Dekan FEB UI Menjaga Stabilitas Rupiah

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

Saat ini mata uang rupiah mengalami pelemahan dan membuat kita cemas. Beberapa negara berkembang sudah memasuki kondisi krisis yang diawali dengan kejatuhan mata uang mereka. Presiden Joko Widodo langsung bertindak memanggil para menteri dan Gubernur Bank Indonesia untuk membahas masalah ini sekaligus mengantisipasi langkah-langkah yang harus dilakukan agar Indonesia tidak mengalami krisis seperti Turki, Argentina, dan Venezuella.

Indonesia pada saat tahun 1998, zaman di mana situasi pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun sebelumnya banyak didorong oleh sektor swasta. Mereka menggunakan pinjaman yang didominasi oleh Dollar, sementara penerimaannya berasal dari rupiah. Dan yang terjadi kemudian bahwa adanya pengembalian ekspektasi.

Apabila situasi menjadi agak genting, maka kebijakan menutup 10 bank itulah yang mengagetkan. Yang terjadi sekarang bahwa ini merupakan pengulangan dari 2015 yang menunjukkan bahwa sejak komoditi berakhir di 2012, kita memang mempunyai problem defisit di neraca perdagangan. Ini disebabkan karena industri kita kehilangan dalam memproduksi barang setengah jadi yang dibutuhkan oleh industri hilir. “Jadi, ketika industri hilirnya dipacu, kita harus banyak mengimpor. Sehingga itu menyebabkan kendala bagi pertumbuhan ekonomi kita,” kata Ari Kuncoro dalam acara news talkshow ‘Rosi’ di Kompas TV, (6/9/2018).

Masalah utama yang terjadi saat ini dilihat dari neraca berjalan kita yang dibiayai oleh arus modal masuk dan jangka pendek. Kemudian, bahan baku untuk sisi impor, kebanyakan perusahaan berskala menengah yang mempunyai kemampuan untuk menyerap biaya-biaya tambahan lebih terbatas dibandingkan perusahan terbesar. Selain itu, kita lihat bahwa dari segi transportasi perkotaan kita tidak efisien, karena didominasi oleh kendaraan pribadi yang menyebabkan kita harus mengimpor bahan bakar minyak demi menjaga stok persediaan di Tanah Air.

“Situasi semacam ini pernah tejadi di 2015. Di mana situasi saat itu mengalami ketidakseimbangan dan ini menunjukkan kita mempunyai pekerjaan rumah. Selain itu, defisit neraca berjalan kita membuat rentan terhadap arus modal masuk,” jelas Ari Kuncoro.

Kita tidak perlu panik berlebihan, tetapi kita sungguh berharap kepada pemerintah dan Bank Indonesia bertindak tepat sasaran, cepat dengan prinsip kehati-hatian. “Jadi, yang harus diperbaiki untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di antaranya meningkatkan produktivitas pada industri menengah, mengurangi konsumsi impor dan mencari sumber-sumber ekspor di luar industri manufaktur,” tutupnya. (Des)