Kebijakan Investasi dan Perdagangan Internasional Menjadi Topik Kuliah Umum Mari Elka Pangestu

Kebijakan Investasi dan Perdagangan Internasional Menjadi Topik Kuliah Umum Mari Elka Pangestu 

 

Melva Costanty – Humas FEB

 

DEPOK (03/05/2019) – ‘The Spice Island’, julukan untuk Indonesia yang kaya akan rempah-rempah. Sejarah mencatat, banyak pedagang asing yang datang ke Indonesia untuk membeli rempah –rempah. Saat pedagang-pedagang asing datang mereka membawa teknologi baru, salah satunya teknik penggunaan metal.

Pada umumnya, perdagangan internasional memberikan beberapa keuntungan, diantaranya: memfasilitasi penyebaran dan pengembangan teknologi. Konsumen dapat menikmati bertambahnya variasi produk konsumsi. Produsen mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas, dan kemungkinan untuk menurunkan biaya produksi dengan skala produksi yang lebih besar. Kompetisi dari luar negeri mampu mengurangi kekuatan pasar dari perusahaan domestic dan meningkatkan kesejahteraan konsumen. Ini dibagikan dalam Kuliah Umum ‘Kebijakan Investasi dan Perdagangan Internasional’ oleh Mari Elka Pangestu di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok.

Mari juga menjelaskan mengenai 5 fase yang menjadi sejarah dari kebijakan perdagangan dan investasi di Indonesia. Mulai dari fase rehabilitasi dari kekacauan (1965-1971), fase substitusi import (1971-1985), fase devaluasi, deregulasi dan diversifikasi import (1985-1999), fase pemulihan dan pencarian jati diri (1999-2004), hingga fase reformasi, ‘dutch disease’ dan krisis keuangan global (2004-sekarang). “Dari situ Anda bisa mengerti situasinya, karena yang Anda rasakan di situasi terkini akan sulit dipahami jika tidak mengenal sejarah Indonesia,” tambahnya.

Dari sisi investasi, Indonesia tergolong tinggi dibanding negara lain. Namun, investasi tidak menunjang produktivitas. Hal ini tercermin dalam akumulasi barang modal yang rendah. Akumulasi investasi mesin dan peralatan yang menunjukkan investasi di sector industry relative kecil dibandingkan negara lain.  Walaupun begitu, terdapat potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya sektor jasa. Potensi ini didukung oleh banyaknya penduduk dengan usia produktif dengan penghasilan menengah kebawah, perkembangan padar digital, serta urbanisasi. Sektor jasa menghasilkan nilai tambah tertinggi dalam penciptaan nilai tambah haik dalam pra-produksi (desain dan riset), produksi, dan pasca-produksi (marketing, advertising, dst).

Kegiatan ini merupakan Kuliah Umum mata kuliah Perekonomian Indonesia yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. (des)