Kebijakan Fiskal Sebagai Proses Politik: Jangan Sampai Mengorbankan Integitas dan KredibilitasĀ 

Kebijakan Fiskal Sebagai Proses Politik: Jangan Sampai Mengorbankan Integitas dan Kredibilitas

 

Melva Costanty ā€“Humas FEB

DEPOK (06/05/2019) – Seperti negara demokrasi lainnya, penyusunan kebijakan publik yang dilakukan Pemerintah Indonesia merupakan proses politik. Namun demikian, tidak berarti pembuat kebijakan harus kompromi dan mengorbankan integritas dan kredibilitasnya. Pemahaman ini perlu diketahui para mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sehingga ketika membahas suatu isu dapat menelaah secara kritis dan komprehensif. Hal ini disampaikan Menkeu pada kuliah umum semester genap Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI dengan tema ā€œTeori Kebijakan Fiskal dan Implementasinya di Indonesiaā€ di Auditorium FEB-UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/5).

Dalam praktek penyusunan kebijakan publik, dalam hal ini kebijakan fiscal, membutuhkan proses dan waktu. ā€œAPBN atau fiscal policy itu selalu membutuhkan waktu untuk terjadi. Saat pengambil keputusan, apakah itu Presiden atau kabinet, membutuhkan belanja infrastruktur untuk membangun Indonesia, membutuhkan waktu untuk kemudian diterjemahkan menjadi policy (APBN) yang mendukung infrastruktur. (Penyusunan) Undang-undang APBN itu butuh waktu (sekitar) 9 bulan. Itupun melalui proses politik dengan DPR. Mengelola APBN banyak elemen yang harus kita jaga dan berbagai isu. Dalam konteks inilah fiscal policy is heavy political,” paparnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, proses politik yang harus dilalui. Pertama mempresentasikan di kabinet kemudian memberi argumen yang logis dan membahasnya dengan DPR lalu menjalankannya dan memberitahukan kepada masyarakat dan pasar karena semua itu adalah konstituen atau stakeholders. Karena banyak pihak yang berkepentingan atas suatu kebijakan dan seringkali kepentingan antar pihak tersebut bisa saling bertentangan maka proses penyusunan kebijakan adalah suatu proses negosiasi, saling mempengaruhi maupun terkadang harus melakukan trade-off.

Namun demikian, Sri Mulyani mengingatkan bahwa situasi politik, yang berupa tarik-menarik kepentingan dari berbagai pihak jangan sampai membuat policy makers harus mengorbankan integritas dan kredibilitas.ā€œKalian harus tetap menjaga kredibiltas. Itulah yang disebut integritas. Seninya adalah bagaimana dalam situasi yang banyak interest yang bisa berbeda-beda, you still have the ability to manage the fiscal policy secara penuh, secara kredibel sementara integrity dan competency (tetap terjaga). Realitas tidak gampang, tapi tidak menjadi alasan untuk tidak mendesain yang terbaik,ā€ pungkasnya.