Ari Kuncoro: Paparkan Gambaran Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019

Ari Kuncoro: Paparkan Gambaran Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019

 

Delli Asterina ~ Humas FEB UI

Sudah empat tahun terakhir, Indonesia mengalami inflasi 3.5%, 3.1 % dan 2.82% year on year. Hingga pada bulan Oktober dan November 2018, rupiah menjadi Rp 15.200. Sehingga angka inflasi merambah. Pengusaha Ritel membebankan harganya pada konsumen. Sisanya dengan peningkatan efisiensi dari supply chain. Saat ini, tren masyarakat adalah dengan membeli kebutuhan sehari-hari di toko ritel seperti minimart.

“Kemampuan yang perlu dilakukan pemerintah agar rate inflasi begitu baik tahun ini yaitu pertama bulan panen sebelum masuk musim tanam berikutnya, ada ekspektasi inflasi, bahwa akan ada kelebihan supply baik beras dan sebagainya. Sehingga akan ikut mendorong pelaku –pelaku ekonomi untuk tidak bisa menaikan harga. Kedua ekspektasi inflasi yang berasal dari nilai tukar. Dengan adanya penurunan dolar maka akan mempengaruhi tingkah laku. Misalnya seperti diskon atau naiknya tidak terlalu banyak. Karena pesaingnya banyak. Lalu adanya sumber lain yang bisa bersaing. Ketiga, kondisi yang akan membuat turun, karena saat ini terjadi perubahan tingkah laku konsumen,” tutur Prof. Ari Kuncoro, Ph.D Dekan FEB UI.

Dengan membeli kebutuhan sehari-hari secara eceran atau dengan mengurangi paket pembeliannya juga dapat mendorong inflasi. Kemudian, saat ini juga terdapat pergeseran perilaku masyarakat kearah menabung, karena masyarakat sekarang bergerak dari konsumsi ke jasa. Sehingga saat itu ada tren kenaikan harga di penerbangan. Harga di sektor penerbangan tersebut sempat naik dan kemudian turun kembali. Hal ini karena adanya elemen kompetisi dan elemen perubahan tingkah laku masyarakat dalam berkonsumsi yang menyebabkan angka inflasi naik bahkan merayap.

Pada tahun 2019, akan adanya perbedaan tren ekonomi. Akan ada tingkat konsumsi yang lumayan tinggi karena tahun politik akan banyak serapan yang akan mendorong inflasi kearah yang lebih tinggi. Jadi, ada dana desa, tunjangan, untuk mempertahankan daya beli dan inflasi akan naik sehingga permintaan konsumsi selalu mendahului kemampuan produksi. Kemudian, yang perlu diketahui bahwa deflasi tidak terlalu baik, karena inflasi itu sedikit itu kaya tonik memberikan motifasi kepada pengusaha /produsen untuk meningkatkan produksinya

“Efisiensi perekonomian adalah untuk menghasilkan 5% ternyata kita bisa menekan sampai 3%. Ada konsep baru, yaitu kita tidak bisa melihat pertumbuhan saja, tetapi perlu ada happiness index. Bandingkan saja, berapa growth pertumbuhan, berapa inflasinya. Apakah ada kecenderungan deflasi, kecendrungan untuk meningkatkan harga produsen,” ucap Ari.

Saat ini memiliki jamannya yang berbeda, dulu bisa dengan margin sekarang dengan volume atau dengan harga. Terdapat perubahan tren.

“Hal yang harus diwaspadai pada bulan juni, juli, agustus, karena akan memasuki musim kering, akan ada stabilitas harga.Gejolak global seperti perang dagang sulit diprediksi, maka manajemen makro harus lebih bagus dari Bank Indonesia,” uangkapnya.

“Ada gambaran pertumbuhan 5.2% untuk BI di dominasi oleh konsumsi. Kemudian di dominasi hotel dan restoran. Adapula sektor perdagangan besar dan perdagangan kecil,” tutup Ari.